PABRIK pupuk ASEAN yang sudah harus dibangun dalam waktu dekat
ini sehingga berproduksi 1981 nanti, memastikan lokasinya di
Kruenggeukeuh. Kota kecamatan di Kabupaten Aceh Utara ini
berjarak 14 Km dari ibukota kabupaten, Lhok Seumawe. Dari kilang
gas alam cair (LNG) Blang Lancang yang akan menyediakan
kebutuhan gasnya cuma 4 Km.
Pabrik pupuk ini diusahakan bersama oleh negara-negara ASEAN dan
Jepang. PT Pupuk Sriwijaya (Pusri) dari Indonesia ditunjuk
sebagai pelaksananya. Semula penelitian lokasi dilakukan pula di
Krueng Jangka dan Peusangan. Dipilihnya Kruenggeukeuh menurut
ir. Zaini dari PT Pusri selain dekat ke Blang Lancang juga tak
jauh dari pantai tempat pelabuhan khusus yang juga akan
dibangun sehubungan dengan proyek pupuk ini. Tapi "keuntungan
utama karena dekat Blang Lancang sehingga untuk merentang pipa
gas tidak perlu gusur-gusuran lagi," tambah Zaini.
Bagaimana pun keperluan tanah untuk pabrik yang akan mencurahkan
modal 300 juta dolar itu (masing-masing 200 juta dolar dari
Jepang, sisanya 60% Indonesia dan 40% negara-negara ASEAN yang
lain) cukup luas, 250 hektar. Maka 5 buah desa -- seluruhnya
berpenduduk 450 kepala keluarga, masing-masing Pasie Timur,
Paloh Lada, Keude Kruenggeukeuh, Tambon Tunong dan Tambon Baroh
-- tak bisa tidak harus dibebaskan. Dan untuk itu pengukuran
sudah dilakukan sejak pertengahan Mei.
Menurut seorang anggota panitia pembebasan tanah, pembayaran
ganti rugi bakal dilaksanakan Juli nanti. Bisakah terlaksana,
tampaknya sedikit diragukan Idris (34 tahun), penduduk Keude
Kruenggeukeuh keberatan tanahnya seluas 1 hektar dijanjikan
ganti rugi hanya Rp 350 per-MÿFD. Sebab, "itu kan artinya sama
dengan harga per-meter plastik," kata Idris sebagaimana dikutip
Darmansyah dari TEMPO.
Idris juga kecewa rumahnya seluas 100 MÿFD ditetapkan hanya akan
mendapat ganti rugi Rp 12 ribu per-MÿFD. Artinya hanya separo
harga. Sebab panitya katanya memperhitungkan penyusutan nilai
rumah itu dibanding harganya semula.
Kita Lihat Dulu
Pawang pllkat bernama Abdullah sependapat dengan Idris bahwa
kebijaksanaan panitia pembebasan tanah mengecewakan. Lelaki
setengah baya dari Desa Pasie Timur ini punya 300 perahu pancing
dan 45 buah pukat jaring. Panitya tidak bersedia memberi ganti
rugi untuk peralatan hidup Abdullah ini. "Ini tidak enak," kata
Abdullah, sebab "waktu proyek LNG dulu dibangun perahu dan pukat
diganti."
Bupati M. Ali Basyah cukup peka juga dengan keluhan penduduk
tadi. "Saya setuju saja dengan permintaan tambahan harga dari
penduduk itu," kata Ali Basyah. Tapi mengingat ganti rugi sudah
ditetapkan Gubernur dalam Surat Keputusannya No. 39/1974, Ali
Basyah belum bisa memastikan apakah keinginan penduduk itu bisa
dikabulkan ataukah tidak. "Untuk Anda ketahui, harga Rp 350
per-MÿFD sudah dikatrol 50 prosen," ucap Ali Basyah.
Bagaimana tanggapan Gubernur Majid Ibrahim? Permintaan masyarakat
tampaknya tidak diabaikan. Mengingat ketetapan tentang ketentuan
ganti rugi ~anah itu rupanya dibuat jauh sebelum dia dilantik
Menteri Dalam Negeri per~tengahan tahun lalu, Majid berkata.
Kita akan lihat dulu plafond ganti rugi yang tersedia di PT
Pupuk Asean."
Juni ini, selama sebulan, Majid dikabarkan ikut penataran P4 di
Jakarta. Karena harapan masyarakat tertumpah padanya, maka baru
sepulang Majid ikut penataran tadi kepastian dikabulkan tidaknya
keinginan rakyat Aceh Utara ini agaknya bisa diketahui. Hanya
dari kalangan yang dekat dengannya TEMPO mendengar Majid tak
ingin rakyat terlalu cerewet. Sebab pabrik pupuk Asean yang akan
dibangun di daerahnya dengan kapasitas produksi 570 ribu ton
pupuk urea dan 360 ribu ton ammonia setahun itu, disebut-sebut
bakal menyerap tenaga kerja cukup besar. Belum diketahui berapa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini