SANG Kaisar kini dituduh sebagai kanibal. Dasar nasib.
Tapi bagi Kaisar Bokassa, maharaja presien d/h kapiten yang
mementah negeri kecil di Afrika Tengah itu, segala macam nasib
nampaknya bisa terjadi.
Dua tahun yang silam dalam usiaya yang ke-56 ia menobatkan diri
jadi Kaisar--dengan kemewahan Rp 12,5 milyar di tengah dua juta
rakyatnya yang miskin. Tahun yang lalu ia diberitakan membunuh
100 anak sekolah, karena mereka menolak memakai seram. Tak lama
setelah berita itu, ia pun gelari oleh pers Barat sebagai
"Tukang Jagal dari Bangui". Dan pekan lalu, beerapa hari
setelah ia digulingkan, ia diduh sebagai "kanibal".
Tuduhan itu dimulai setelah Presiden David Ducko--yang
menggulingkannya mengumumkan bahwa beberapa potongan tubuh
manusia ditemukan dalam buah lemari pendingin milik bekas
kaisar. Sejumlah rakyat telah menyerbu villa Maharaja, dan di
situlah lemari pendingin yang seram itu terbongkar. Villa itu, 8
km dari Bangui, ibukota, konon adalah tempat Bokassa, dengan
para pengikutnya yang paling akrab, meyelenggarakan upacara
kanibalisme.
Cerita begitu sudah agak lama beredar di sekitar "Tukang Jagal
dari Bagui" itu. Mungkin itu termakan oleh rakyat yang 70%
butahuruf dan menantinya. Tapi bukan cuma mereka yang tampaknya
bakal percaya, walaupun bukti belum cukup. Sebab para ahli
thropologi Barat pun ternyata tak ebas dari dongeng tentang
kanibalisme.
Tantang-tantangan
Setidaknya demikianlah menurut Dr William Arens, seorang
gurubesar muda thropologi di Universitas New York yang baru-baru
ini menulis buku The Man-eating Myth. Dalam sebuah labrakan
terhadap sementara ahli anthropologin sejarah Arens menulis
dalam majalah The New Scientist (20 September) bahwa cerita
tentang kanibalisme itu hayalah "bentuk halus dari rasisme".
Manusia pemakan orang, atau anthropophagist, dikatakan terdapat
di "Ioo" Afrika, di antara suku primitif Fiji, di kalangan puak
Indian Amerika Selan Tupinamba, dan suku Fore di Papua Nugini.
Di zaman dulu, dikatakan bahwa kaum pemakan daging manusia yang
tersohor adalah bangsa Indian Aztec.
Tapi benarkah? Arens menunjukkan sebenarnya tentang itu tak
pernah terdapat bukti. Cerita kanibalisme bangsa Aztec--yang
punya kebudayaan tinggi itu--bermula dari para conquistadores,
penakluk Spanyol yang terdiri dari prajurit dan pendeta. Seperti
diketahui, dipimpin oleh Hernando Cortes, para conquistad ores
Spanyol akhirnya mengalahkan orang Aztec, menjajah Amerika
Selatan dan nyaris meniadakan segala sisa peradaban pribumi.
Dari zaman inilah, cerita tentang kanibalisme Aztec bermula.
Pada mulanya adalah berita-berita yang dikirimkan pasukan Cortes
ke tanah air. Di sana disebut-sebut kebiasaan kanibalistis
bangsa berkulit coklat itu. Tapi Arens menyebutkan bahwa
sebetulnya soal kanibalisme itu cuma disinggung sepintas lalu.
Misalnya waktu pasukan Spanyol mengepung ibu kota Aztec. Salah
satu perwira berseru agar rakyat Aztec menyerah, sebab kalau
tidak, mereka akan mati kelaparan. Seorang perwira Aztecpun
membalas: jika mereka kehabisan bekal, mereka akan makan orang
Spanyol.
Rupanya dari bahasa yang dipakai dalam tantang-tantangan inilah
--yang biasanya memang dilebih-lebihkan--kisah kanibalisme Aztec
antara lain disiarkan. Tak diingat bahwa Cortes sendiripun
menyebutkan bukan cuma orang Spanyol yang mengira orang Aztec
kanibal, tapi sebaliknya orang Aztec juga menyangka para
conquistadores itu pemakan daging manusia.
Cerita tentang kanibalisme di pegunungan Papua Nugini juga,
menurut Arens, tak pernah terbukti. Di tahun 1950-an di antara
suku Fore syahdan terjadi wabah, yang oleh bangsa pribumi
disebut kun. Seorang peneliti medis Amerika, D. Carleton
Gajdusek yang sedang mengunjungi wilayah itu, 10 bulan kemudian
kembali ke AS. Di sana, ia menunjukkan, dalam laboratoriumnya,
bahwa penyakit kuru itu disebabkan oleh virus.
Prasangka
Masalahnya, kemudian, bagaimana virus itu bisa menjalar? Orang
ternyata kemudian menyimpulkan bahwa penularan itu terjadi
karena mereka yang dijangkiti telah makan daging penderita yang
tak cukup matang dimasak. Tapi, kata Arens, walaupun Gajdusek
tinggal selama hampir setahun di antara puak primitif itu, tak
ada saksi mata yang bisa mengatakan bahwa kanibalisme telah
terjadi. Kesimpulan tcntang cara virus menjalar hanyalah akibat
dari prasangka semata.
Serangan Arens memang berapi-api kepada sikap kaum anthropolog
yang memandang rendah bangsa lain yang "belum beradab". Tapi
kanibalisme sering memang hanya cerita khayal.
Di abad ke-5 Sebelum Masehi, misalnya, Herodotus menulis bahwa
lewat batas timur Eropa Laut Tengah, terdapat bangsa
"Androphagi", pemakan manusia. Empat ratus tahun kemudian ahli
ilmu bumi bangsa Yunani menyatakan bahwa bangsa Ir,landia "lebih
buas dari bangsa Briton, karena mereka pemakan-manusia." Kini
terbukti orang Irlandia hanya galak dalam melempar bom.
Dan tentang potongan tubuh manusia di lemari Kaisar Bokassa?
Entahlah. Tapi ada kemungkinan lain: di depan villa itu
disebutkan ada sebuah kolam dangkal berisi buaya. Pekan lalu
polisi menembak mati semua buaya ganas itu, lalu memeriksa
lumpur di dasar kolam. Di sana ditemukan beberapa tulang
manusia. Sang Kaisar mungkin memang bengis, tapi yang pemakan
orang barangkali cuma buayanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini