Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Bila rektor sudah marah

Gekora mahasiswa, koran kampus ugm dibreidel oleh rektor ugm sukadji ranuwihardjo karena dianggap telah mengacaukan opini redaksi dengan fakta. koran ini sengaja beroposisi kata pemimpin redaksinya. (md)

13 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KESABARAN rektor pergu ruan tinggi negeri, sejak Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dicanangkan, sangat dituntut. Maklumlah, Badan Koordinasi Kemahasiswaan BKK) yang dibentuk rektor untuk menggantikan Dewan Mahasiswa (DM)--dalam pemerintahan mahasiswa--masih seret berperanan. Rektor seringkali harus melayani dua hal yang berlawanan: Konsep NKK oleh Menteri P&K dAn kelompok mahasiswa yang tetap menginginkan DM supaya tetap berfungsi. Umpamanya, di Universitas Gajah Mada, Rektor Prof. Sukadji Ranuwihardjo dlidampingi stafnya berbicara dengan para mahasiswa yang akan mengelola BKK pertengahan September lalu. Tenang saja terdengar sampai kemudian Gelora Mahasis7a membikin ledakan. Koran kampus UGM itu dalam edisi 21 September membeberkan isi perut rapat tadi dalam berita utamanya. Di bawah judul Soal BKK: Sukadji Yang Akan Digantung, Rektor UGM di telanjangi. Dalam berita itu Sukadji dikesankan tak sepenuhnya menerima konsep NKK. Bahkan sang rektor disebut-sebut akan mengatur permainan dalam mengelola BKK kelak. "Tidak perlu memperhatikan hal-hal yang formal. Toh mata Menteri P&K tak sejernih itu," tulis Gema mengutip Sukadji. Bukan berita utama itu saja yang tampaknya menggusarkan Rektor UGM. Tajuk rencana koran itu dalam terbitan yang sama juga mengecam pokok pikiran Sukadji yang pernah dikemukakannya dalam kesempatan halal bihalal. Pemimpin Umum Gema Saur Marolop Hutabarat, menulis kecaman itu. Padahal sang rektor adalah juga Penanggung Jawab Gema. Sukadji dituduhnya mengesahkan kehadiran korupsi. Jelas, Gema bisa dianggap "kelewatan". Secara kontan Sukadji--dalam surat 27 September--menghentikan penerbitan koran mahasiswa itu. Sukadji menyebut Gema telah mengacaukan opini redaksi dengan fakta. Kepada koran Masa Kini, Yogya, Sukadji menyebut Gema sudah tak sesuai dengan koran kampus yang bertanggungjawab. Benarkah itu? "Gelora Mahasiswa adalah koran oposisi. Terutama terhadap segala hal yang menyangkut ketidakjujuran," kata Slamet Riyadi, Pemimpin Redaksinya. Dalam kemelut NKK, sesungguhnya banyak koran kampus sudah jatuh bangun. Berita-berita ITB dan Kampus (ITB), Gelora Mahasiswa serta Salemba (Universitas Indonesia) pernah dihentikan penerbitannya oleh aparat keamanan. Dengan jaminan rektor masingmasing, Gema dan Salemba bisa terbit kembali. Tapi dengan kasus Gema yang terakhir ini, sudah dua rektor yang membreidel koran mahasiswanya. Semula rektor IKIP Yogya menghentikan penerbitan Derap Mahasiswa. Sesudah hampir 2 tahun, ia tetap belum muncul kembali. Ketua Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia Pusat (IPMI), Anthony Zeidra Abidin, mengecam: "Preseden ini berpengaruh tidak baik bagi perkembangan pers mahasiswa." Abidin yang juga Penanggungjawab koran Salemba menambahkan: "Seharusnya rektor jangan membreidel seperti para penguasa." Koran kampus umumnya yang dikelola para mahasiswa itu memang ramai dengan opini, tapi seringkali sepi dengan berita. Reportase belum menjadi prioritasnya. Identitas dari Universitas Hasanuddin, Mimbar dari Universitas Brawijaya, dan juga Salemba sendiri banyak menampilkan opini. Bahkan Salemba justru suka mengupas persoalan luar kampus, meskipun yang diwawancarai adalah orang kampus -- pengajar atau mahasiswa. Tapi Gelora Mahasiswa agak lain dari yang lain, dengan jaringan reporter di setiap fakultas. Cukup banyak beritanya tentang hal-ihwal kampus. Sehingga kampus UGM di Bulaksumur itu kelihatan hidup. Misalnya di halaman depan terbitannya yang terakhir, terdapat berita angkutan colt buat para mahasiswa, suka duka mahasiswa rantau atau usaha komputerisasi mahasiswa. Di halaman dalam, banyak dijumpai tentang kegiatan fakultas. Gema tadinya terbit dalam bentuk tabloid, dua kali sebulan. Dengan oplah 10.000, ia sejak Mei lalu sudah mampu hidup tanpa bantuan keuangan UGM. Tapi sayang, rektornya telah marah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus