KESABARAN rektor pergu ruan tinggi negeri, sejak Normalisasi
Kehidupan Kampus (NKK) dicanangkan, sangat dituntut. Maklumlah,
Badan Koordinasi Kemahasiswaan BKK) yang dibentuk rektor untuk
menggantikan Dewan Mahasiswa (DM)--dalam pemerintahan
mahasiswa--masih seret berperanan. Rektor seringkali harus
melayani dua hal yang berlawanan: Konsep NKK oleh Menteri P&K
dAn kelompok mahasiswa yang tetap menginginkan DM supaya tetap
berfungsi.
Umpamanya, di Universitas Gajah Mada, Rektor Prof. Sukadji
Ranuwihardjo dlidampingi stafnya berbicara dengan para mahasiswa
yang akan mengelola BKK pertengahan September lalu. Tenang saja
terdengar sampai kemudian Gelora Mahasis7a membikin ledakan.
Koran kampus UGM itu dalam edisi 21 September membeberkan isi
perut rapat tadi dalam berita utamanya.
Di bawah judul Soal BKK: Sukadji Yang Akan Digantung, Rektor UGM
di telanjangi. Dalam berita itu Sukadji dikesankan tak
sepenuhnya menerima konsep NKK. Bahkan sang rektor disebut-sebut
akan mengatur permainan dalam mengelola BKK kelak. "Tidak perlu
memperhatikan hal-hal yang formal. Toh mata Menteri P&K tak
sejernih itu," tulis Gema mengutip Sukadji.
Bukan berita utama itu saja yang tampaknya menggusarkan Rektor
UGM. Tajuk rencana koran itu dalam terbitan yang sama juga
mengecam pokok pikiran Sukadji yang pernah dikemukakannya dalam
kesempatan halal bihalal. Pemimpin Umum Gema Saur Marolop
Hutabarat, menulis kecaman itu. Padahal sang rektor adalah juga
Penanggung Jawab Gema. Sukadji dituduhnya mengesahkan kehadiran
korupsi.
Jelas, Gema bisa dianggap "kelewatan". Secara kontan
Sukadji--dalam surat 27 September--menghentikan penerbitan koran
mahasiswa itu. Sukadji menyebut Gema telah mengacaukan opini
redaksi dengan fakta.
Kepada koran Masa Kini, Yogya, Sukadji menyebut Gema sudah tak
sesuai dengan koran kampus yang bertanggungjawab. Benarkah itu?
"Gelora Mahasiswa adalah koran oposisi. Terutama terhadap segala
hal yang menyangkut ketidakjujuran," kata Slamet Riyadi,
Pemimpin Redaksinya.
Dalam kemelut NKK, sesungguhnya banyak koran kampus sudah jatuh
bangun. Berita-berita ITB dan Kampus (ITB), Gelora Mahasiswa
serta Salemba (Universitas Indonesia) pernah dihentikan
penerbitannya oleh aparat keamanan. Dengan jaminan rektor
masingmasing, Gema dan Salemba bisa terbit kembali.
Tapi dengan kasus Gema yang terakhir ini, sudah dua rektor yang
membreidel koran mahasiswanya. Semula rektor IKIP Yogya
menghentikan penerbitan Derap Mahasiswa. Sesudah hampir 2 tahun,
ia tetap belum muncul kembali. Ketua Ikatan Pers Mahasiswa
Indonesia Pusat (IPMI), Anthony Zeidra Abidin, mengecam:
"Preseden ini berpengaruh tidak baik bagi perkembangan pers
mahasiswa." Abidin yang juga Penanggungjawab koran Salemba
menambahkan: "Seharusnya rektor jangan membreidel seperti para
penguasa."
Koran kampus umumnya yang dikelola para mahasiswa itu memang
ramai dengan opini, tapi seringkali sepi dengan berita.
Reportase belum menjadi prioritasnya. Identitas dari Universitas
Hasanuddin, Mimbar dari Universitas Brawijaya, dan juga Salemba
sendiri banyak menampilkan opini. Bahkan Salemba justru suka
mengupas persoalan luar kampus, meskipun yang diwawancarai
adalah orang kampus -- pengajar atau mahasiswa.
Tapi Gelora Mahasiswa agak lain dari yang lain, dengan jaringan
reporter di setiap fakultas. Cukup banyak beritanya tentang
hal-ihwal kampus. Sehingga kampus UGM di Bulaksumur itu
kelihatan hidup. Misalnya di halaman depan terbitannya yang
terakhir, terdapat berita angkutan colt buat para mahasiswa,
suka duka mahasiswa rantau atau usaha komputerisasi mahasiswa.
Di halaman dalam, banyak dijumpai tentang kegiatan fakultas.
Gema tadinya terbit dalam bentuk tabloid, dua kali sebulan.
Dengan oplah 10.000, ia sejak Mei lalu sudah mampu hidup tanpa
bantuan keuangan UGM. Tapi sayang, rektornya telah marah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini