Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sukses membuat plastik dari bahan singkong dan sawit, yang disebut bioplastik. Penelitian ini dilakukan sejak 2015 hingga 2018. Singkong atau ketela pohon merupakan pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Singkong dipilih menjadi obyek penelitian lantaran di Indonesia jumlahnya berlimpah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menjelang hari raya kurban tahun ini, beredar kabar bahwa kini tersedia kantong plastik ramah lingkungan yang terbuat dari singkong bernama oxium atau oxo. Lantaran kabar itu dapat menyesatkan, LIPI pun turun tangan. Menurut Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Agus Haryono, bioplastik dan oxo jauh berbeda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Plastik oxo adalah plastik konvensional yang diberi tambahan material katalis agar dapat mengakselerasi fragmentasi plastik menjadi serpihan kecil, disebut plastik oxodegradable," kata Agus saat ditemui Tempo di gedung LIPI, Jakarta, Selasa lalu.
Agus menambahkan, bioplastik, yang terbuat dari bahan singkong, bersifat lebih lentur dan mudah larut dalam air panas. "Bioplastik bisa terdegradasi dalam 3-6 bulan. Kalau plastik oxo butuh 24 bulan," ujar dia.
Bioplastik adalah plastik atau polimer yang secara alamiah dapat dengan mudah terurai, baik melalui serangan mikroorganisme maupun cuaca, seperti kelembapan dan sinar matahari. Bahan untuk membuat bioplastik beragam, terutama dari pati, termasuk pati singkong, pati sagu, pati jagung, dan pati kentang.
Namun, di antara jenis-jenis pati yang ada di Indonesia, yang paling banyak dan melimpah ketersediaannya adalah pati singkong. "Karena itu, pati singkong yang kami teliti untuk bisa menjadi bioplastik," kata Agus.
Agus menjelaskan, tujuan penelitian ini adalah agar sumber daya alam yang ada di Indonesia bisa dimanfaatkan untuk membuat segala jenis kebutuhan, termasuk untuk kemasan makanan. Selain itu, untuk memperkuat kompetensi peneliti. Jika peneliti sudah siap, mereka bisa mentransfer teknologinya ke industri untuk diproduksi.
"Karena kami adalah peneliti, tidak boleh memproduksi untuk dijual atau dipasarkan. Tugas kami hanya mentransfer teknologinya ke industri," ujar dia.
Proses pembuatan bioplastik singkong awalnya dengan mengambil sari pati. Satu kilogram singkong akan menghasilkan sekitar 20 persen pati. "Pati kemudian kami tambahkan campuran untuk pelenturnya dan sebagainya hingga mencapai formula yang cukup kuat untuk menjadi plastik kemasan," kata Agus.
Menurut Agus, bioplastik singkong lebih aman. Sebab, lebih cepat terdegradasi secara alami oleh mikroba di alam. "Bakteri mikroba mendegradasi pati singkong yang menjadi plastik ini menjadi karbon dioksida (CO2) dan air (H2O), karena rantainya sangat mudah untuk dipotong-potong oleh bakteri tersebut."
Bukan hanya bioplastik dari singkong, LIPI juga membuat bioplastik dari sawit, yakni tandan kosong kelapa sawit (TKKS). "Jadi, kami ambil selulosanya sehingga bisa menjadi lembaran plastik yang transparan," kata Agus.
Peneliti Kimia Polimer Pusat Penelitian Kimia LIPI, Muhammad Ghozali, menambahkan, bioplastik sawit TKKS diolah melalui perlakuan kimia mekanik untuk mengisolasi selulosa. "Melalui reaksi kimia, selulosa diubah jadi selulosa asetat yang menjadi bahan baku bioplastik sawit."
Ghozali menjelaskan, pembuatan bioplastik singkong lebih murah dibanding sawit. "Karena kalau sawit kita mengambil selulosa dulu, kemudian jadi selulosa asetat yang menjadi bahan plastiknya," ujar dia.
AFRILIA SURYANIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo