Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kecanduan alkohol pada diri seseorang bukanlah karena pola asuh orang tua ataupun pengaruh lingkungan. Pemicunya lebih dipengaruhi oleh fungsi otak karena ketika menggunakan zat, maka zat itu aktif dan akan membuat gangguan pada area otak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Konsultan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Kristiana Siste, mengungkap itu dalam acara virtual seminar awam dan media bertajuk Waspada Bahaya Minuman Beralkohol, Rabu, 10 Maret 2021. Menurut dia, Kandungan alkohol bekerja pada otak terutama di area yang disebut reward system.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Area itu merupakan pusat rasa senang dan kepuasan pada manusia. Ini alasannya mengapa susah berhenti,” kata dia.
Kristiana menerangkan, area otak yang berkaitan dengan adiksi atau kecanduan terdapat beberapa bagian. Mulai dari fungsi eksekutif seperti kontrol, kognitif dan pengambilan keputusan. Selain itu, area lainnya ada antisipasi reward, yang merupakan proses emosi dan pengambilan keputusan, serta memori.
“Ini akan menimbulkan rasa ketagihan yang kuat atau craving,” kata Kristiana lagi.
Menurut Kristiana, seseorang mengkonsumsi alkohol karena merasa memiliki sensasi yang ingin dibagikan. Selain keinginan untuk merasa lebih baik, serta mengurangi kecemasan, kekhawatiran, ketakutan, depresi, dan keputusasaan.
Kristiana yang juga berpraktek di Rumah Sakit Siloam Hospitals Lippo Village itu juga menjelaskan bahwa sama seperti kecanduan internet, kecanduan alkohol juga membuat penurunan fungsi otak yang penting. Hal itu berdasarkan temuan penelitiannya bahwa alkohol menjadi penyumbang seseorang yang dirawat di rumah sakit dengan ganguan jiwa.
"Penggunaannya juga berhubungan dengan kecanduan perilaku. Sangat erat dengan ide bunuh diri,” ujar dia menambahkan terapi yang dilakukan adalah farmakoterapi dan psikoterapi.
Data Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, pada 2018, menyebut 62,5 persen konsumsi alkohol di Indonesia tidak tercatat. Sedangkan konsumsi berdasarkan usia, 0,3 persen di rentang 10-14 tahun, 3,7 persen pada rentang usia 15-19 tahun, dan pada rentang usia 20-24 tahun sebanyak 6,4 persen.
Untuk jenis alkohol yang dikonsumsi sebanyak 76 persen wine, beer 18 persen, spirits 5 persen, lainnya bisa oplosan 1 persen.