Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tuberkulosis (TB) masih tercatat sebagai salah satu penyebab utama kematian akibat penyakit menular. Data Global Tuberculosis Report 2024 yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan adanya 10,8 juta kasus baru TB di dunia pada 2023. Jumlah kasus itu menyebabkan 1,25 juta kematian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Erlina Burhan menyebut TB sebagai penyakit kuno yang masih muncul meski vaksinnya, yaitu Bacillus Calmette Guerin (BCG) sudah ada sejak satu abad yang lalu. Vaksin tersebut dinilai belum efektif sepenuhnya mencegah TB paru pada remaja dan dewasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kondisi ini menjelaskan mengapa TB masih menjadi masalah kesehatan meskipun cakupan imunisasi BCG di Indonesia cukup tinggi," kata Erlina melalui keterangan tertulis pada Senin, 24 Maret 2035.
Merujuk Global Tuberculosis Report 2024, Indonesia berada di peringkat kedua penyumbang kasus TB terbanyak di dunia, dengan jumlah kasus 10 persen dari total kasus global. Pada 2023, ada sekitar 1,09 juta kasus baru TB di Indonesia. Angka kematiannya mencapai 130 ribu jiwa, atau sekitar 17 kematian setiap jam.
Erlina mengatakan TB sudah teridentifikasi dari temuan lesi TB di mumi. Bakteri penyebab TB, Mycobacterium tuberculosis, pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada 1882. Ancaman penyakit ini belum berakhir meski BCG ditemukan pada 1921, termasuk obat-obatannya pada era 1940.
Mayoritas anak di Indonesia memang menerima vaksin BCG setelah lahir sebagai bagian dari program imunisasi nasional. Vaksin ini, kata Erlina, hanya efektif mencegah bentuk TB berat pada anak-anak, bukan pada remaja dan dewasa.
"Karena itu diperlukan vaksin TB baru yang lebih efektif dalam memberikan perlindungan terhadap populasi yang lebih luas," tuturnya.
Calon Vaksin TB Berikutnya
Menurut Erlina, vaksin kandidat M72/AS01E mulai diuji secara klinis fase 3 sejak Maret 2024. Uji coba yang melibatkan 20 ribu peserta itu berjalan di lima negara, termasuk Indonesia. Pengujian itu juga melibatkan individu penyandang HIV.
Jika berhasil, M72/AS01E bisa menjadi vaksin pertama yang mencegah TB paru pada remaja dan dewasa. Sejauh ini, vaksin M72/AS01E tercatat memberikan 50 persen perlindungan terhadap orang dewasa dalam uji klinis fase 2b selama tiga tahun.
"WHO memperkirakan tingkat perlindungan ini dapat menyelamatkan 8,5 juta jiwa dalam jangka waktu 25 tahun,” tutur dia. Rasio yang sama diprediksi bisa mencegah 76 juta kasus baru TB, serta menghemat biaya hingga US$ 41,5 miliar bagi rumah tangga yang terdampak TB.
Sejak 2022, Indonesia menjadi salah satu lokasi utama dalam uji klinis fase 3 vaksin M72/AS01E. Hingga Maret 2025, sudah ada dua ribu jumlah subjek yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini di Indonesia.
Keberhasilan vaksin tidak hanya diukur dari efektivitasnya dalam uji klinis, namun juga dari keterjangkauan dan penerimaan oleh masyarakat luas. Salah satu aspek penting yang disoroti Erlina adalah ketersediaan stok vaksin dan berkelanjutannya. Vaksin juga harus dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok rentan.
Aspek edukasi atau komunikasi risiko yang tepat juga sangat penting untuk memastikan masyarakat memahami manfaat vaksin. Aspek penting lainnya, ucap Erlina, adalah keterjangkauan. “Biaya vaksinasi tidak boleh menjadi penghalang; dan penerimaan masyarakat.