Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Kertas dalam Sepotong Tahi Kuda

Pelajar di Lamongan, Jawa Timur, membuat kertas dari ampas kuda. Menang lomba Business Plan ASEANpreneur Idea Canvas 2011 di Singapura.

3 Oktober 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI kepala Cai Lun tentu tak pernah terlintas tahi kuda ketika membuat kertas pertama kali lebih dari dua puluh abad lampau. Cai Lun, yang hidup pada masa Kaisar He dari Dinasti Han, mencetak lembaran kertas dari adonan kulit kayu mulberi, jerami, dan serpihan kain.

Tiga pelajar SMA Muhammadiyah 1 Babat, Lamongan, Jawa Timur, memilih membuat kertas berbahan baku ampas kuda. "Baunya minta ampun," kata Muhammad Teguh Kurniawan, 17 tahun, murid kelas XII IPA 2, Selasa lalu. Pembuatan kertas ampas kuda ini berhasil menang dalam lomba Business Plan ASEANpreneur Idea Canvas 2011 yang diadakan National University of Singapore akhir Agustus lalu.

Semula Teguh dan kedua temannya—Dafina Balqis, 17 tahun, dan Diah Ayu Vivit Nur Faidah, 16 tahun—berencana membuat kertas dari kotoran gajah. Ide itu muncul setelah mereka melihat foto pembuatan kertas dari tahi gajah di Thailand. Kualitas sisa-sisa serat tumbuhan di tahi gajah ini masih cukup panjang sebagai bahan baku kertas.

Petugas Pusat Konservasi Gajah Thai di Hang Chat, Lampang, Thailand, membuat rupa-rupa kerajinan berbahan baku kertas dari ampas tahi gajah. Kotoran gajah jauh berkurang dan mereka pun mendapat duit dari hasil penjualan barang kerajinan. Uang ini dipakai untuk menambal ongkos penyediaan makanan gajah.

Masalahnya, tak ada gajah di Lamongan. Mereka bertiga beralih ke tahi sapi, eceng gondok, ampas kambing, dan kotoran kuda sebagai bahan pembuat kertas. Guru pembimbing di sekolah menyarankan mereka memilih tahi kuda. Selain tak sulit didapat, tekstur sisa serat tumbuhan di ampas kuda tak banyak beda dengan tahi gajah.

Bahan-bahan yang diperlukan tak sulit diperoleh. Cara membuatnya pun relatif gampang (lihat infografis). Yang sedikit mengganggu hanyalah baunya yang jauh dari sedap. "Awalnya geli-geli jijik juga," kata Dafina. Berulang kali dicoba, ternyata hasilnya masih juga belum memuaskan Teguh, Dafina, dan Diah. "Kertasnya masih berwarna cokelat."

Walaupun masih kurang sempurna, lewat surat elektronik, ide pembuatan kertas ampas kuda ini diikutkan dalam lomba Business Plan ASEANpreneur Idea Canvas 2011. "Selama menunggu pengumuman, proses pembuatan kertasnya kami sempurnakan terus," ujar Emzita Taufik, guru pembimbing mereka.

Tak disangka, ide kertas tahi kuda ini menjadi juara pertama dan mengantongi hadiah uang Sin$ 1.000 atau Rp 6,9 juta. Ketiganya juga diundang ke National University of Singapore untuk mempresentasikan ide tersebut. Dengan bahasa Inggris terbata-bata, bercampur bahasa Indonesia, bergantian ketiganya menuturkan proses pembuatan kertas dari tahi kuda di muka mahasiswa pelbagai negara, Wakil Direktur National University of Singapore Wong Sang Wuoh, dan Thomas J. Kosnik, guru besar ilmu manajemen di Stanford University, Amerika Serikat, yang diundang untuk memberikan saran.

"Saat itu sempat grogi juga," kata Teguh. Profesor Kosnik, menurut Teguh, menyarankan mereka memperbaiki lagi mutu kertas tahi kuda ini. Teguh dan kawan-kawan juga diminta memikirkan konsep pemasarannya. Mungkin ketiganya perlu belajar dari para pawang gajah di Thailand bagaimana mereka mengubah tahi gajah menjadi baht.

Sapto Pradityo, Sujatmiko (Lamongan)


Dari Seonggok Tahi Kuda Menjadi Selembar Kertas

  • Tahi kuda dikumpulkan dan dicuci dengan air
  • Tambahkan larutan antiseptik untuk menghilangkan bau
  • Ambil bagian yang masih berserat
  • Jemur hasil penyaringan sampai kering
  • Campur dengan soda kaustik (natrium hidroksida, NaOH)
  • Rebus dan diaduk sambil dicampur dengan lem kayu
  • Dinginkan bubur tahi kuda
  • Cetak di atas cetakan sablon
  • Jemur atau diangin-anginkan
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus