DEDAUNAN menguning, layu, dan berguguran. Manusia menjadi tua,
uzur, dan berkeriput. "Kedua proses itu menunjukkan gejala yang
sama," ujar Dr. Kenneth V. Thimann, guru besar biologi pada
Universitas California, Santa Cruz, baru-baru ini. Ia sampai
pada kesimpulan itu melalui riset bertahun-tahun.
Thimann, ilmuwan itu, tergerak pada suatu awal musim gugur.
Tatkala daun berubah warna, dari hijau menjadi merah menyala,
akhirnya kuning kecokelatan. Proses ini ternyata membangkitkan
minat sejumlah peneliti. Mereka melihat kemungkinan
tersingkapnya teka-teki kuno mengenai proses menua tidak hanya
pada tetumbuhan melainkan juga bmatang dan manusia.
Sejak kelahiran botani, para ilmuwan sudah berhadapan dengan
pertanyaan di sekitar praperubahan warna daun pada musim gugur.
Apakah hal itu terjadi karena suhu yang rendah, kelembaban yang
tipis, malam yang lebih panjang, atau memang sifat bawaan.
"Siapa yang mampu menjawab pertanyaan ini bakal mendapat nama
besar," kata Eduardo Zeiger, guru besar biologi pada Universitas
Stanford. Ia, bersama Thimann, yakin bahwa jawabannya terletak
pada beberapa faktor.
Hingga kini, beberapa tahap mendasar perubahan warna pada daun
memang belum dimengerti. Namun, riset terakhir menjanjikan
sejumlah perincian yang sangat menggoda. Seperti sudah dimaklumi
sejak lama, perubahan warna daun bermula dari rusaknya klorofil
alias zat hijau daun. Tapi, apa yang terjadi di balik kerusakan
itu?
Sekarang terungkap, peristiwa itu terjadi ketika protein, tempat
molekul-molekul klorofil terikat, terurai kembali ke dalam
bentuk asalnya, yaitu asam amino. Bila klorofil tak lagi terikat
pada protein, ia mengalami disintegrasi dan kehilangan warna
hijaunya.
Pada musim gugur, asam amino yang muncul dari kerusakan protein
ini diankut melalui semacam "tabung penapis" yang sangat halus,
ke batang dan akar. Di sana, nitrogennya diawetkan untuk bekerja
kembali pada musim berikutnya. "Tetumbuhan sangat berhati-hati
menjaga nitrogennya," ujar Thimann.
Dengan sistem pengawetan yang rapi, tetumbuhan mempunyai
nitrogen yang cukup, yang dibutuhkan untuk proses bertunas
kembali pada musim semi. Untuk memproduksikan daun baru melalui
fotosintesa, tetumbuhan mendapat karbon dalam jumlah melimpah
dari karbon dioksida yang terdapat di udara, dan hidrogen dalam
air, yang diserap akar.
Di sinilah Thimann melihat persamaan tetumbuhan dengan manusia.
Pada manusia, kerusakan protein terjadi pada usia lanjut. Sampai
batas umur tertentu manusia cenderung kehilangan protein, dalam
jumlah lebih besar ketimbang kemampuan produksi penggantinya.
Melalui risetnya di Harvard, kemudian Santa Cruz, Dr. Thimann
juga menemukan faktor lain -di luar kerusakan klorofil yang
mengubah warna sejumlah tanaman tertentu. Antara lain maple
(dari rumpun Acer), dan sumac (dari rumpun Anacardiaeae). Faktor
itu ialah penimbunan gula pada daun, dan perubahannya -melalui
serangkaian reaksi yang sangat kompleks- menjadi pigmen merah
yang disebut anthocyanin.
Sampai di mana faktor hormon berpengaruh dalam proses menua?
Untuk menjawab pertanyaan ini, para ilmuwan mencoba mengamati
gerak-gerik sejumlah zat yang menghambat proses itu. Mereka
kemudian menemukan sekelompok hormon pertumbuhan, yang disebut
cytokinin. Hormon inilah yang merangsang pelbagai bentuk
pertumbuhan tanaman. Caranya beraksi, secara tepat, belum
terpecahkan.
Di samping itu, menurut Zeiger, klorofil yang sehat menyerap
cahaya tidak hanya dalam warna hijau, seperti yang langsung
tercermin. Karena itu, kendati dedaunan memantulkan cahaya
hijau, sekali klorofilnya rusak, tampillah warna dasar yang
lain. Misalnya kuning atau cokelat.
Pada musim panas pun - atau seperti di negeri tropis- kerusakan
klorofil terjadi, seperti yang terlihat pada peranan fotosintesa
di bawah cahaya matahari. Tapi, udara malam kemudian menghambat
kerusakan itu. Maka, di pagi hari, dedaunan tampak lebih hijau
ketimbang pada saat matahari tenggelam.
Menurut penyelidikan Dr. Zeiger, faktor praperubahan menua pada
daun tidak mempengaruhi klorofil secara keseluruhan dan
serentak. Kerusakan terjadi secara tetap pada jaringan bagian
dalam, yang terjepit di antara lapisan atas dan lapisan bawah
daun. Di permukaan daun, klorofil dalam sel-sel pengaman
mengontrol jalan. masuk ke poripori daun. Percobaan menunjukkan,
sel-sel pengaman klorofil ini bekerja terus secara kimiawi,
sampai saat terakhir. "Mengapa isyarat praperubahan ini
mempengaruhi bagian dalam daun, tapi bukan sel-sel pengamannya,
merupakan pertanyaan tersendiri yang sangat penting," ujar Dr.
Zeiger.
Para ilmuwan yang meneliti proses menua pada beberapa jenis
binatang tingkat tinggi sejak lama menyimpan pertanyaan
tersendiri. Mereka menemukan bahwa sel-sel tubuh yang normal
seolah diprogramkan untuk menghadapi proses menua pada suatu
waktu. Tapi, sebaliknya, beberapa jenis sel, seperti yang
terdapat pada pelbagai penyakit kanker, melanjutkan
pembelahannya secara tidak teratur, dan tanpa 'program' yang
bisa dimengerti, setidak-tidaknya sampai saat ini.
Secara panjang lebar, Dr. Eduardo Zeiger bersama Dr. Amnon
Schwartz menguraikan masalah menua ini dalam jurnal Science, 12
November lalu. "Menemukan akan perubahan ini," demikian artikel
itu, "akan membuka pengertian yang lebih jauh untuk memahami
proses menua yang berhubungan dengan sel."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini