WAJAH Ing. B.J. Habibie tampak cerah dan berseri. Hari itu,
Kamis, akhir bulan lalu, Menteri Negara Ristek itu baru saja
bertemu dengan Presiden Soeharto di Bina Graha. Ikut
mendampinginya dalam pertemuan itu, Kasau Sukardi, Ketua Lapan
Dr. Sunarjo, Sekretaris Depanri Urip Kadirun dan bekas Kasau
Ashadi Tjahjadi. Dengan semangatnya yang lain Habibie
mengungkapkan persetujuan Presiden atas gagasan pembentukan IAAI
(Institut Aeronotika dan Astronotika Indonesia).
Kelompok kecil pimpinan Habibie itu mewakili pertemuan 16 tokoh
penerbangan Indonesia, akhir Januari lalu di Gedung BPPT,
Jakarta. Mereka menilai dan membahas kemajuan industri, ilmu dan
teknologi penerbangan Indonesia seperti terlihat pada kesibukan
PT Nurtanio, ujung tombak industri aeronotika Indonesia, yang
kian menderu. Di samping kegiatan Lapan di bidang penelitian
dan penataan penggunaan antariksa, industri roket Perum Dahana
di Tasikmalaya, serta fasilitas penunjang seperti kompleks
laboratorium uji coba Puspiptek di Serpong, Tangerang.
Semua kemajuan, menurut pertemuan itu, sudah perlu ditunjang
oleh suatu wahana profesi yang menghimpun para ahli dan ilmuwan
di bidang aeronotika dan astronotika. Melalui seminar, pertemuan
dan penerbitan ilmiah, wahana itu akan merangsang penukaran
informasi teknis dan ilmiah, yang pada gilirannya akan memacu
perkembangan selanjutnya.
"Di sini pentingnya peranan organisasi profesi seperti IAAI,"
ujar Ir. S. Paramajuda, salah satu peserta pertemuan Januari
itu. "Dengan forum ini paling tidak kita saling tahu apa yang
dikerjakan fihak lain," katanya kepada TEMPO pekan lalu.
Di Nurtanio, Paramajuda menjabat sebagai asisten bidang
perdagangan pada direktur utama, sedang di BPPT ia mengepalai
Direktorat Industri Hankam dan Strategis yang di bawah Deputy
Bidang Pengkajian Industri BPPT. Oleh Habibie ia ditugasi
menangani segala persiapan teknis menjelang pembentukan resmi
IAAI itu. "Targetnya akhir bulan ini sudah bisa dibuat akta
notarisnya," ujar Paramajuda.
Target akhir bulan ini memang ada hubungan dengan
diselenggarakannya beberapa pertemuan internasional dalam waktu
dekat. "Seperti, misalnya, Air Shou di Paris bulan depan," ujar
Paramajuda. Pada kesempatan itu para ahli penerbangan sedunia
berkumpul, dan kalau ada rencana Menteri Habibie untuk ke sana,
paling tidak ia sudah bisa mengatasnamakan organisasi profesi
yang sah berdiri. Dengan persetujuan Presiden, Habibie menjabat
sebagai ketua IAAI.
Forum pertemuan internasional di bidang penerbangan memang
merupakan sasaran penting pembentukan IAAI itu, terutama untuk
bisa menjadi anggota ICAS (International Council for
Aeronautical Scienses). "Asosiasi ini, IAAI, bisa membawa kita
ke forum internasional itu," ujar Paramajuda. Tanpa itu tidak
mungkin, karena keanggotaan ICAS itu, hanya melalui perhimpunan
profesi nasional.
ICAS didirikan oleh perhimpunan profesi nasional sejumlah negara
terkemuka di bidang aeronotika dan astronotika, seperti, Amerika
Serikat, Inggris, Jerman Barat dan Uni Soviet. Sementara
keanggotaan juga sudah menjangkau RRC, India, dan Israel serta
sejumlah negara penting lainnya.
Secara periodik ICAS menyelenggarakan seminar-seminar
internasional, tempat para ahli ilmu aeronotika dan astronotika
membahas dan menukar informasi mutakhir secara profesional dan
ilmiah. "Keikutsertaan kita dalam forum itu sangat
menguntungkan," ujar Paramajuda. "Kita bisa mendengar dan
mengikuti the latest state of the art, tapi kita juga bisa
menyalurkan pendapat kita secara profesional."
Apakah kehadiran IAAI itu tidak menyaingi peranan Lapan (Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional)? "Peranannya jelas berbeda,"
ujar Paramajuda. Lapan merupakan instansi resmi pemerintah yang
terutama membahas masalah kebijaksanaan pemerintah yang
berhubungan dengan ruang angkasa. "Sedang IAAI merupakan suatu
asosiasi profesi." Meski IAAI diakui pemerintah sebagai
satu-satunya wadah para ahli dan ilmuwan di bidang aeronotika
dan astronotika, statusnya organisasi nonpemerintah.
Bisa saja IAAI membantu jika Lapan, misalnya, punya problem
ilmiah atau teknis. Tapi kalau di suatu forum internasional
pemerintah harus memperjuangkan penataan orbit satelit,
misalnya, itu terutama wewenang Lapan. "Hanya bagaimana caranya
mencapai orbit itu, mungkin di situ IAAI bisa membantu melalui
para ahlinya," uJar Paramajuda.
Keanggotaan IAAI terbuka bagi setiap warga negara Indonesia yang
berminat terhadap kemajuan penerbangan. "Secara individu," ujar
Paramajuda, yang menjelaskan bahwa keanggotaan per lembaga masih
dalam tahap penggodokan. Menurut Paramajuda, sekretariatnya
sudah menerima 91 permintaan untuk menjadi anggota. "Kebanyakan
para mahasiswa," ujarnya.
Kemungkinan IAAI pada waktunya bisa mensponsori para anggotanya
untuk belajar ke luar negeri, terutama para anggota mahasiswa,
"memang itu termasuk 'godokan' kami," jawab Paramajuda. Kalau
nanti ternyata dana cukup, kemungkinan besar IAAI bisa mengirim
mereka yang berbakat. "Mungkin bukan sekolah, tapi paling tidak
melihat laboratorium, pusat disain, dan lainnya," ujar
Paramajuda.
Dari pemerintah memang tidak tersedia budget untuk organisasi
profesi ini. Dana diharapkan terbentuk melalui penarikan iuran
para anggota. Terutama iuran industri penerbangan yang jelas
bisa menarik keuntungan dari studi semacam itu. "Dukungan itu
akan mengikutsertakan mereka dalam arus informasi, yang jelas
bermanfaat bagi perkembangan industri itu," ujar Paramajuda.
Industri terbesar di sini tentunya Nurtanio.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini