Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Manusia di Rumah, Satwa Leluasa

Sejumlah satwa liar terlihat di sejumlah kota besar di dunia. Imbas dari turunnya lalu-lalang manusia akibat pandemi Covid-19.

12 September 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Babi hutan melintas di kawasan pemukiman, usai pemerintah memerintahkan warga untuk tinggal di rumah guna mengurangi penyebaran virus corona di Haifa, Israel, April 2020./REUTERS / Ronen Zvulun

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Hewan liar mungkin mulai lebih bebas berkeliaran karena berkurangnya lalu lintas kendaraan dan kapal serta turunnya tingkat polusi selama pandemi.

  • Turunnya satwa liar ke permukiman mungkin juga karena faktor kekurangan pakan. Ada pula satwa liar yang terbiasa mendapat makanan dari para turis yang mendadak sepi karena penutupan tempat wisata.

  • Fenomena banyaknya penampakan satwa liar bukan berarti alam yang bangkit kembali, melainkan karena manusia yang tinggal di rumah lebih memiliki kesempatan untuk melihat satwa-satwa itu.

JOSIANNE Plante melihat ke luar jendela rumahnya pada suatu pagi, pertengahan April lalu. Alangkah terkejutnya warga Pointe-aux-Trembles, Montreal, Quebec, Kanada, itu ketika ia melihat sepasang kalkun liar berjalan-jalan di lingkungan perumahannya. “Saya tak pernah melihat hewan itu sebelumnya. Mereka berjalan di jalan dan trotoar dengan santainya,” katanya, seperti dilansir Nationalpost.com.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemandangan tidak biasa di Pointe-aux-Trembles, sekitar 25 kilometer dari Kota Montreal, itu muncul lebih-kurang dua bulan setelah Kanada mulai mendeteksi adanya korban Covid-19 dan sepekan setelah diberlakukannya karantina wilayah atau lockdown. Penampakan binatang liar di kawasan permukiman juga ditemukan di daerah lain di Kanada dan sejumlah kota besar dunia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Majalah Nature edisi 22 Juni 2020 menyebutkan penampakan hewan liar ini sebagai dampak dari “antropause”, istilah yang digunakan untuk menjelaskan turunnya lalu-lalang manusia akibat Covid-19. Banyak spesies hewan seperti menikmati ketenangan baru di masa pandemi meski pada saat yang sama ada peningkatan tekanan terhadap spesies lain.

Peneliti di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ibnu Maryanto, menyebut penampakan hewan liar itu sebagai salah satu fenomena akibat berkurangnya aktivitas manusia, termasuk lalu-lalang kendaraan di darat, laut, dan udara, selama pandemi. “Kalau di kita, yang terasa adalah kualitas udara lebih bersih. Perairan juga sama karena berkurangnya secara drastis lalu lintas kapal,” ujarnya, Kamis, 10 September lalu.

Menurut David Rodrigue, Direktur Eksekutif Kebun Binatang Ecomuseum di Sainte-Anne-de-Bellevue, Quebec, memang terjadi peningkatan penampakan spesies umum perkotaan, seperti sigung, rakun, rusa berekor putih, kelinci, dan rubah, di wilayah Montreal. Berkurangnya lalu-lalang kendaraan dan orang serta kondisi taman yang lebih tenang mungkin menyebabkan hewan-hewan yang biasanya pemalu itu lebih bebas berkeliaran.

Sebagian besar hewan yang muncul itu, kata Rodrigue, adalah yang sudah ada di kota, meskipun kalkun merupakan pengecualian. Namun hewan-hewan itu adalah spesies yang sangat waspada dan sulit didekati. “Beberapa dari hewan-hewan itu datang ke lingkungan perkotaan karena efek dari lebih sedikit orang yang berjalan-jalan (selama pandemi),” ucap Rodrigue. “Saya bahkan mendengar adanya laporan penampakan sekumpulan burung di area yang sibuk ketika waktu normal, seperti Old Port Montreal.”

Langit cerah dengan kualitas udara yang baik sejak pemberlakuan PSBB di Jakarta, Mei 2020. Tempo/Nurdiansah.

Penampakan satwa liar, menurut James Page dari Canadian Wildlife Federation, memang meningkat di seluruh Kanada selama pandemi. Page mengatakan ada 15 ribu penampakan baru yang dilaporkan pada hari-hari pertama bulan April di Inaturalist.ca—basis data online tempat warga melaporkan pengamatan soal tumbuhan dan hewan mereka—dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai 9.500 laporan.

Selain Kanada, yang melaporkan penampakan satwa liar antara lain Kota Nara, Jepang, (penampakan rusa sika); pantai California, Amerika Serikat (kalkun); San Felipe, Panama (rakun); Kota Santiago, Cile (puma); pelabuhan Trieste, Italia (lumba-lumba); dan Tel Aviv, Israel (serigala).

Menurut Seth Magle, yang memimpin Urban Wildlife Institute di Lincoln Park Zoo, Chicago, Amerika Serikat, gerombolan kalkun liar bukanlah pemandangan yang tidak biasa di beberapa bagian Bay Area, California. Tapi tampaknya hewan-hewan itu memiliki lebih banyak ruang untuk menjelajahi lingkungan yang biasanya tidak mereka kunjungi.

Di San Felipe, tempat restoran dan bar tutup serta lalu lintas turis hampir tidak ada, Matt Larsen memperhatikan beberapa pengunjung baru di pantai dekat rumahnya. “Ada tiga rakun. Mereka hanya bermain-main tepat di tepi ombak,” kata Direktur Smithsonian Tropical Research Institute di Panama itu. Larsen tinggal enam tahun di sana, dan itu adalah sesuatu yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Pantai, yang berada tepat di samping istana presiden, biasanya dipadati turis.

Menurut situs majalah Nature.com, hewan liar mungkin juga mulai lebih bebas berkeliaran karena berkurangnya lalu lintas kendaraan dan kapal serta turunnya tingkat polusi selama pandemi. Tapi, untuk beberapa spesies, pandemi mungkin menciptakan tantangan baru. Hewan yang tinggal di perkotaan, seperti tikus, camar, dan monyet, yang sangat bergantung pada makanan yang dibuang atau disediakan oleh manusia, mungkin berjuang untuk memenuhi kebutuhan dalam kondisi saat ini.

Pada saat yang sama, berkurangnya kehadiran manusia di daerah yang lebih terpencil dapat berpotensi membuat spesies terancam punah, seperti badak dan burung pemangsa, meningkatkan risiko perburuan atau penganiayaan. Ada kekhawatiran juga yang dikemukakan bahwa di negara-negara berpenghasilan rendah, kesulitan ekonomi dapat memaksa peningkatan eksploitasi terhadap sumber daya alam, termasuk satwa liar.

Ibnu Maryanto mengatakan soal turunnya sejumlah satwa liar ke permukiman atau perkotaan itu memang ada sejumlah kemungkinan. “Bisa jadi karena kekurangan pakan. Atau tanda akan ada bencana, seperti tsunami dan gunung meletus,” tuturnya. Ia melihat satwa liar turun dari Gunung Slamet sebelum beberapa hari kemudian gunung berapi yang berada di wilayah lima kabupaten di Jawa Tengah itu meletus pada 2010.

Soal turunnya rusa sika ke Kota Nara di Jepang memang ada faktor kekurangan pakan. Menurut The Guardian, rusa sika di taman yang berada di kaki Gunung Wakakusa itu terbiasa dengan turis yang antre sepanjang tahun untuk memberi mereka makan kerupuk beras. Saat taman sepi pengunjung, rusa mulai terlihat melintasi jalan-jalan kota dan di stasiun kereta bawah tanah. Mereka juga melahap tanaman dalam pot.

Di Indonesia, perubahan semacam ini juga terlihat pada monyet. Ketua ProFauna Indonesia Rosek Nursahid mengatakan ia melihat ada perubahan itu pada monyet yang berada di daerah wisata Kota Batu, Malang, Jawa Timur. Monyet-monyet di sana terbiasa mendapat makanan dari wisatawan. Saat pengunjung wisata sepi, hewan-hewan itu berdiri di tepi jalan dan terlihat berusaha merebut barang milik orang yang lewat. “Setelah kami amati, beberapa pekan kemudian monyet-monyet itu kembali ke makanan alaminya, daun dan biji bijian,” katanya, Rabu, 9 September lalu.

Fenomena baru ini, menurut Nature, sangat penting untuk memahami hubungan antara perilaku manusia dan hewan. Ini adalah kunci untuk melestarikan keanekaragaman hayati global, untuk menjaga integritas ekosistem, serta untuk memprediksi zoonosis global dan perubahan lingkungan. Beberapa kegiatan mempersiapkan proyek penelitian kolaboratif berskala global sudah dilakukan, seperti COVID-19 Bio-Logging Initiative yang digagas International Bio-Logging Society bersama platform riset Movebank dan Max Planck-Yale Center for Biodiversity Movement and Global Change.

James Page, spesialis spesies berisiko dan keanekaragaman hayati Canadian Wildlife Federation, mengatakan masih terlalu dini untuk membicarakan tentang alam yang bangkit kembali. Dia menyebutkan, meskipun hewan mungkin lebih terlihat, sebagian dari peningkatan itu ada kemungkinan karena orang tinggal di rumah karena pandemi, dan karena itu lebih mungkin melihat satwa liar.

Marie-Eve Muller, juru bicara Group for Research and Education on Marine Mammals di Tadoussac, Quebec, Kanada, mengatakan terlalu dini untuk mengetahui apakah pengurangan lalu lintas kapal dapat berdampak positif pada mamalia laut. Menurut dia, lalu lintas pengiriman di Sungai St-Lawrence sejauh ini tidak berkurang, tapi pengurangan kapal pesiar dan wisata mengamati paus dapat bermanfaat bagi paus, yang diketahui terganggu oleh kebisingan mesin dan getaran.

Baik James Page maupun David Rodrigue mengatakan masih harus dilihat apakah akan ada efek yang bertahan lama pada populasi hewan. Namun Page menyebutkan dampak manusia terhadap hewan masih sangat besar, termasuk dari jalan dan bendungan yang membelah habitat mereka. “Mungkin (pandemi) ini bisa memberi kita jeda untuk memikirkan tentang hubungan kita dengan alam dan seperti apa nantinya,” ujarnya.

ABDUL MANAN (SCIENCE, NATURE.COM, NATIONAL POST, THE GUARDIAN)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Abdul Manan

Abdul Manan

Meliput isu-isu internasional. Meraih Penghargaan Karya Jurnalistik 2009 Dewan Pers-UNESCO kategori Kebebasan Pers, lalu Anugerah Swara Sarasvati Award 2010, mengikuti Kassel Summer School 2010 di Jerman dan International Visitor Leadership Program (IVLP) Amerika Serikat 2015. Lulusan jurnalisme dari kampus Stikosa-AWS Surabaya ini menjabat Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen Indonesia 2017-2021.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus