Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Melawan Api dengan I-WOWS

19 Oktober 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA mahasiswa semester kelima Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ini optimistis telah menemukan cara efektif memadamkan api di rawa gambut. Dirga Permata Jumas, Lita Yunitasari, dan Arina Desy Rahmawati, pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional Ke-28 di Kendari,7 September lalu, memperkenalkan metode Integrated Water Ground Fire Wetland System alias I-WOWS.

"Caranya, memadamkan api di bawah tanah dengan mengalirkan dan menyuntikkan air ke lahan gambut," ujar Dirga, yang menjadi pemimpin tim peneliti itu.

Dirga mengatakan rawa gambut menjadi kering dan amat mudah terbakar antara lain karena musim kemarau dan pembuatan kanal oleh perusahaan. Kebakaran cepat merambat dan sulit dihentikan jika kubah gambut yang berada di bawah tanah juga kering. Ini disebut ground fire. "Kebakaran inilah yang butuh penanganan khusus," ujarnya.

Gagasan mereka sederhana saja: mencampur air dengan nanopartikel zeolit yang telah "terisi" CO2 pada sebuah tangki besar, lalu menyuntikkan campuran tersebut ke kubah gambut yang terbakar. Zeolit di alam antara lain bisa ditemukan pada kalsit, gipsum, dan kuarsa. Senyawa aluminosilikat ini memang mampu menangkap CO2. Manakala terpapar api, CO2 akan lepas dari kerangka zeolit dan memadamkan ground fire.

Karena pasti sulit menemukan sungai di daerah kebakaran, alat ini dirancang agar juga memanfaatkan air dari sumur bor. "Dengan sumur bor, air tetap ada di tanah dan bisa dimanfaatkan dengan nanopartikel untuk memadamkan api," kata Lita. Adapun untuk mencegah kebakaran, air dan nanopartikel dialirkan ke kubah gambut yang rawan terbakar.

I-WOWS bekerja dengan tenaga sinar matahari serta memiliki sensor kelembapan dan suhu untuk melacak titik api.

Dalam presentasinya, tim ini menghitung, untuk memadamkan api dengan teknik I-WOWS, dibutuhkan dana sekitar Rp 688 juta per 5.000 hektare. Itu sudah termasuk anggaran untuk membangun sumur bor. "Kalau pemerintah mau menggunakan nanopartikel dari kami, harganya Rp 40 juta," kata Arina. Menurut mereka, itu tak mahal jika dibandingkan dengan dana yang dihabiskan pemerintah untuk sekali upaya pemadaman, sebesar Rp 40 miliar.

Dirga berharap pemerintah tertarik menggunakan I-WOWS, paling tidak mencoba lebih dulu dalam skala laboratorium. "Dibutuhkan waktu 74 hari dari pembuatan sumur bor sampai proses pemadaman," ujarnya.

Dosen kimia FMIPA Universitas Gadjah Mada, Nurul Hidayat Aprilita, mengatakan gagasan I-WOWS seharusnya sudah sampai tahap uji coba. Tapi, karena dibutuhkan dana yang tak sedikit, itu belum mereka lakukan. "Banyak pihak hanya mau menggunakannya kalau sudah siap diaplikasikan," ujar Nurul, yang menjadi pembimbing dalam penelitian ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus