Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said memberi sinyal akan segera memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia, meskipun kontrak perusahaan milik Amerika Serikat itu baru akan berakhir enam tahun lagi. Caranya, menurut Sudirman, merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Pernyataan Sudirman memantik perdebatan. Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli menilai Sudirman keblinger karena tidak mengikuti aturan. Wakil Presiden Jusuf Kalla menengahi dengan mengatakan hingga saat ini belum ada kepastian perpanjangan kontrak karya. "Kalau syaratnya bisa dipenuhi, tentu bisa diperpanjang, tapi kan syaratnya banyak," kata Kalla.
Permasalahan Freeport Indonesia juga pernah diulas Tempo edisi 7 Juni 1980. Ketika itu maskapai asing yang 80 persen sahamnya dimiliki perusahaan Freeport Minerals di New York tersebut mulai memutuskan membuka diri. Sejak beroperasi pada Maret 1973, mereka memang selalu menutup diri.
"Kami memang agak terlalu lama bersikap low profile," kata Ali Budiardjo, 67 tahun, presiden merangkap direktur Freeport Indonesia. Salah satu sebabnya, menurut dia, faktor keamanan. Beberapa waktu lalu daerah tembaga itu dinyatakan rawan diserang Organisasi Papua Merdeka.
Pada 1980, diam-diam Freeport merampungkan sebuah tambang di bawah tanah yang lebih kaya daripada tambang terbuka di Erstberg atau Gunung Bijih. Terletak di sebelah timur Gunung Bijih, masih dalam area pertambangan, proyek tambang bawah tanah itu seluruhnya diperkirakan menelan biaya US$ 101,5 juta. Adapun tambang terbuka di Gunung Bijih diperkirakan berakhir pada 1983-1984.
Mereka antara lain membangun kereta kabel (tramway) pengangkut bijih serta pusat pembangkit tenaga, untuk pabrik dan untuk perbaikan Kota Tembagapura. Kota itu dihuni hampir 3.000 jiwa, termasuk 452 expatriate (tenaga asing) serta keluarganya.
Pada 1981, tambang yang dilengkapi sebuah terowongan panjang bercabang-cabang setinggi dua meter ini akan menggelinding dengan produksi permulaan 4.500 metrik ton sehari. Adapun kapasitas produksi tambang dalam tanah itu mencapai 9.500 metrik ton sehari.
Patut diketahui, dalam setiap 1 ton bijih tembaga bersarang 2,5 persen konsentrat—suatu kadar yang mungkin tertinggi di dunia, mengungguli kadar tembaga di Bougainville, harta karun yang terpendam di bagian paling timur Papua Nugini. Dalam setiap ton bijih tembaga terdapat pula 8,24 gram perak dan 0,77 gram emas.
Para tenaga Indonesia bersama ahli-ahli asing pun sedang menyelesaikan pekerjaan besar itu. Berjalan-jalan di dalam terowongan yang gelap, menyusul beberapa bagian jalan yang belum selesai dan berlumpur, badan rasanya memang bisa kaku. Udara di dalam terowongan itu jauh lebih dingin dibanding tambang terbuka—kadang mencapai suhu di bawah nol derajat Celsius.
"Ya, kami praktis berada di dalam terowongan selama tujuh jam sehari," kata seorang pengebor. Berambut agak gondrong, pemuda lulusan STM itu bersama seorang temannya sudah bekerja setahun lebih di sana. Mereka beranggapan gaji mereka (menurut pengakuan di bawah sekitar Rp 100 ribu) kurang. Tapi, di samping gaji, mereka yang bekerja di daerah tambang itu memperoleh "uang dingin"—semacam bonus—yang cuma Rp 750 sehari.
Di Tembagapura ada 1.103 orang Indonesia, termasuk keluarga karyawan Freeport Indonesia. Bagi 49 expatriate yang berstatus single, hidup mereka jauh lebih lumayan. Mendapat fasilitas yang lebih baik daripada karyawan Indonesia, termasuk gaji yang besar dan fasilitas liburan, mereka umumnya, "Bekerja tak lebih dari dua tahun di sini," kata seorang anggota staf Indonesia.
Mungkin perasaan yang bercampur antara kebosanan karena terpisah dari keluarga dan gaji yang relatif kurang itu yang membuat Federasi Buruh Seluruh Indonesia setempat beberapa kali terlibat konflik dengan pemimpin Freeport Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo