Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Melesat dengan Kulit Hiu

25 Juli 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kecepatan hiu tergolong mengagumkan. Predator samudra ini sanggup mengejar mangsanya sampai kecepatan 88 kilometer per jam. Kulit licin dan keras yang tersusun atas ribuan gigi kecil dari dentin membuat hiu bisa berenang lebih cepat dan tanpa suara. Ini pula yang jadi inspirasi bagi Angkatan Laut Amerika Serikat untuk menggunakan kulit hiu sintetis sebagai dinding luar armada kapalnya—agar lebih cepat dan murah biaya perawatan.

Sudah lama kulit hiu digunakan dalam kehidupan manusia sehari-hari, mulai dari amplas sampai sol sepatu agar tidak mudah terpeleset. Bahkan produsen pakaian renang Speedo menirunya untuk model swimsuit, yang dipromosikan mengurangi gesekan sampai empat persen sehingga pemakai bisa berenang lebih cepat.

Kulit ikan bergigi tajam ini juga tahan terhadap kerang, siput, dan ganggang yang biasa menempel di tubuh ikan lainnya, termasuk ikan paus. Kulit hiu bersih dari organisme laut karena kerumitan desain sisiknya yang berubah secara teratur.

Keunggulan ini yang akan digunakan oleh industri kapal dan militer. Sebab, selama ini kerang dan ganggang yang menempel di tubuh kapal meningkatkan daya gesek sampai 15 persen. Akibatnya, kapal berjalan lebih lambat.

Dari anggaran tahunan US$ 600 juta, sekitar US$ 50 juta dialokasikan untuk membersihkan dinding kapal dari biofouling ini. ”Kami berharap kulit tiruan bisa berhasil,” kata ilmuwan Angkatan Laut Amerika, Stephen McElvany. ”Kapal lebih cepat, efisien, sekaligus mengatasi masalah lingkungan.”

Ilmuwan Jerman, Ralph Liedert, telah mengembangkan kulit hiu sintetis dari silikon elastis yang bisa mengurangi kontak permukaan. Akibatnya, siput tak bisa melekat. Walaupun lebih sederhana dibandingkan dengan kulit asli, bahan ini dapat mengurangi biofouling sampai 67 persen. Dengan kulit imitasi ini, kerang bisa rontok saat kapal berjalan dengan kecepatan 4-5 knot.

Ilmuwan dari University of Florida itu juga menguji pelapis serupa, sisik berbentuk wajik yang bisa mencegah pertumbuhan kerang. ”Kami bisa mengurangi penempelan spora ganggang sampai 85 persen,” kata Anthony Brennan.

Implan Tangan Robot Pertama

Penanaman lengan robot kepada manusia pertama kalinya akan dilakukan di Syrian Lebanese Hospital di Sao Paulo, Brasil. Tim ilmuwan saraf dari Duke University, Amerika, dipimpin Dokter Miguel Nicolelis, akan melaksanakannya dalam waktu tiga tahun.

Pada langkah pertama, sebuah microchip akan ditanamkan ke otak pasien agar dapat mengendalikan lengan robotnya. Microchip ini akan menerjemahkan denyut saraf menjadi getar elektrik dan membuat pasien menggerakkan tangan buatannya.

Uji coba teknik ini sukses dilakukan di Duke University terhadap monyet, dengan menanamkan elektrode ke bagian otak yang mengontrol pergerakan. Atas keberhasilan ini, Nicolelis—dokter kelahiran Brasil—dinobatkan oleh Scientific American sebagai satu dari 50 ilmuwan terkemuka dunia.

Di laboratorium, monyet-monyet ini menjalani eksperimen mengendalikan joystick dan menggerakkan kursor di komputer. Gerakan kursor ini ditransmisikan ke sebuah lengan robot di depannya. Monyet akan belajar menggerakkan kursor dengan gelombang otaknya.

Selama menunggu implantasi, Institut Pendidikan dan Pengajaran rumah sakit itu akan melakukan riset neuroscience untuk menguji prosedurnya. ”Butuh dua sampai tiga tahun mengetesnya pada binatang. Para dokter harus yakin betul,” kata Mauricio Ceschin, juru bicara rumah sakit.

Identifikasi Lewat Telinga

Karena terletak di samping kepala, telinga kerap luput dari perhatian. Padahal telinga merupakan tanda pengenal yang lebih akurat dibandingkan dengan wajah. Begitulah kesimpulan Mark Nixon, ilmuwan asal Universitas Southampton, Inggris.

Pada 1998, pembunuhan terhadap perempuan 94 tahun terbongkar berkat sidik telinga pembunuh yang tertinggal di jendela. Indra pendengar ini sekarang dianggap sebagai alat biometrik potensial. Biometrik adalah sistem identifikasi manusia menggunakan bagian tubuhnya.

Menurut Mark, telinga memiliki beberapa kelebihan karena strukturnya kaya dan stabil. Bentuk telinga tidak berubah sejak lahir sampai uzur, dan bertambah besar saat tua. Kuping juga bebas dari kerut atau perubahan bentuk akibat ekspresi wajah. ”Hanya rambut yang jadi masalah,” kata pakar biometrik ini. ”Tapi, itu bisa diakali dengan inframerah.”

Mark dan timnya dari Sekolah Elektronika dan Teknik Komputer, di Universitas Southampton, telah mengembangkan sistem transformasi baru yang terkomputerisasi. Alat ini memungkinkan mereka mengubah gambar telinga menjadi bentuk tiga dimensi sehingga mudah diidentifikasi.

Dalam penelitian terhadap 63 orang, Mark Nixon dan David Hurley membuktikan keakuratan metodenya mencapai 99,2 persen. Hal ini membuktikan bahwa telinga setiap manusia sangat unik, hampir sama dengan iris mata.

Teknik ini bisa digunakan mengenali orang dari gambar closed circuit television (CCTV), atau diimplementasikan ke ponsel untuk mengenali pemakainya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus