Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Defisiensi mikronutrien menjadi ancaman global, terutama bagi penduduk di Afrika. Mikronutrien (zat gizi mikro) dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit tapi memiliki peran sangat penting dalam pembentukan hormon, aktivitas enzim, pengaturan sistem imun, dan sistem reproduksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kekurangan mikronutrien, berupa vitamin, mineral, zat besi, dan seng, menyebabkan anemia, yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dan menghambat pertumbuhan. Juga mengganggu perkembangan kognitif pada anak-anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu solusi mencegah defisiensi mikronutrien adalah mengembangkan varietas baru tanaman pangan pokok dengan peningkatan kadar mineral yang dapat secara signifikan meningkatkan diet dan kesehatan.
Sebuah penelitian yang dipimpin ilmuwan dari Pusat Sains Tanaman Donald Danforth, Amerika Serikat, Narayanan Narayanan dan Nigel Taylor, menemukan bahwa tanaman singkong yang diberi kombinasi gen berbeda secara berlebihan dapat menaikkan konsentrasi zat besi dan seng.
Hasil penelitian ini telah diterbitkan dalam jurnal Nature Biotechnology pada dua pekan lalu dengan judul "Biofortification of field-grown cassava by engineering expression of an iron transporter and ferritin." Biofortifikasi adalah proses menambahkan atau meningkatkan kualitas nutrisi dalam tanaman bahan pangan sebelum diolah dan dikonsumsi.
Peningkatan kadar mineral pada akar penyimpanan tanaman singkong biofortifikasi bertahan setelah diolah menjadi makanan. "Penelitian ini menunjukkan bahwa sangat mungkin meningkatkan kandungan zat besi dan seng pada singkong sekaligus mempertahankan karakteristik tanaman yang penting untuk konsumen," kata Taylor.
Penelitian yang berlangsung selama 10 tahun ini melibatkan lebih dari 10 ilmuwan yang bekerja di laboratorium, rumah kaca, dan lapangan. Tanaman sereal dengan kadar mineral tinggi telah dikembangkan menggunakan modifikasi genetik ini. Tapi, untuk tanaman nonrumput seperti singkong, mineral didapat dari tanah dengan cara berbeda.
Para peneliti lantas mengkombinasikan gen iron-regulated transporter 1 (IRT1), yakni transporter besi utama untuk penyerapan zat besi dari tanah, dan ferritin (FER1), atau protein penyimpan zat besi pada tanaman spesies Arabidopisis. Hasilnya, tanaman singkong memiliki tingkat konsentrasi besi 6-12 kali lebih tinggi dibanding tanpa rekayasa genetik. Konsentrasi seng pun menjadi 3-10 kali lebih tinggi.
"Itu adalah tantangan nyata untuk menemukan kombinasi gen yang akan meningkatkan kadar zat besi dan seng serta mempertahankannya dalam kondisi lapangan tanpa mempengaruhi hasil," kata Narayanan, yang menjadi penulis utama.
Untuk melihat dampak pengolahan makanan pada mineral dalam singkong biofortifikasi, para peneliti menyiapkan gari dan fufu (makanan pokok penduduk Afrika Barat). Proses memasak dilakukan dengan memotong, merendam, memfermentasi, menekan, dan memanggang singkong.
Hasilnya, mereka menemukan kadar zat besi dan seng yang tinggi dapat dipertahankan melalui proses memasak ini. Juga tetap dapat diserap di usus saat dicerna. Menurut Taylor, singkong biofortifikasi dapat menyediakan 40-50 persen estimasi kebutuhan rata-rata zat besi dan 60-70 persen seng pada anak-anak dan perempuan.
"Singkong biofortifikasi memiliki potensi untuk meningkatkan nutrisi dan kesehatan jutaan orang di Afrika," kata Taylor. "Kadar zat besi dan seng yang lebih tinggi akan ada di setiap akar tanaman ini."
SCIENCE DAILY | PHYS | GENETIC LITERACY PROJECT | AFRILIA SURYANIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo