Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Menangkap Bayangan Lubang Hitam

Tim ilmuwan astronomi internasional dengan menggunakan delapan teleskop radio berhasil menangkap gambar lubang hitam untuk pertama kalinya. Membuktikan teori relativitas umum Albert Einstein.

20 April 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SHEPERD Doeleman berdiri di depan podium berlatar layar putih besar di National Science Foundation, Alexandria, Virginia, Amerika Serikat, Rabu, 10 April lalu. Di depan para wartawan yang hadir dalam konferensi pers tersebut, Doeleman mengaku hari itu sangat menggetarkan baginya sebagai seorang ahli astrofisika. “Hari ini proyek Event Horizon Telescope akan mengumumkan temuan yang bakal mengubah dan meningkatkan pemahaman kita mengenai lubang hitam,” ujar Direktur Event Horizon Telescope itu.

Temuan yang dimaksudkan Doeleman itu adalah sebuah gambar tidak begitu fokus yang ditampilkan di layar proyektor di belakangnya. Tampak sebuah bulatan hitam dilingkupi cahaya oranye berkilau dengan latar belakang hitam. Itulah gambar bayangan lubang hitam (black hole) yang dihasilkan melalui kerja kolaborasi delapan teleskop radio di enam benua dan melibatkan lebih dari 200 ilmuwan. Ini adalah gambar lubang hitam pertama dan sekaligus keberhasilan tim ilmuwan astronomi internasional membuktikan lubang hitam benar-benar ada.

Penggambaran paling dekat tentang black hole oleh NASA. Event Horizon Telescope (EHT)/National Science Foundation/Handout via REUTERS

Menurut astrofisikawan Institut Teknologi Bandung, Premana W. Premadi, lubang hitam adalah salah satu konsekuensi dari teori relativitas umum yang diperkenalkan Albert Einstein pada 1916. Menurut Einstein, kata Premana, kehadiran massa dapat membuat kelengkungan pada ruang-waktu. Premana menggambarkan inti teori Einstein itu seperti sebuah benda masif yang ditaruh di selembar kasus busa. Makin besar massa benda, makin dalam lengkungan pada kasur. “Lubang hitam seperti itu, tapi massanya besar sekali tersimpan dalam ruang yang volumenya kecil sehingga kelengkungannya sangat dalam,” ucap Premana, Senin, 15 April lalu.

Lubang hitam itu, Premana menambahkan, ibarat sumur yang sangat dalam. Lubang itu memiliki potensi gravitasi teramat besar sehingga dapat menarik apa saja yang berada di dekatnya, termasuk cahaya. “Itulah mengapa lubang hitam itu hitam atau gelap karena tak ada cahaya yang keluar atau terpantul darinya,” kata associate professor Departemen Astronomi ITB itu. “Lubang hitam itu gelap, tidak terlihat.”

Kalau tidak terlihat, lalu bagaimana orang tahu ada lubang hitam? Premana menjelaskan berdasarkan prediksi Einstein bahwa keberadaan lubang hitam dapat diketahui dari perilaku obyek-obyek dan fenomena di sekitarnya. Salah satu tanda itu adalah ada banyak gas dan materi di sekitar lubang hitam. Massa gas dan materi itu akan tersedot oleh gravitasi lubang hitam sehingga membentuk putaran. “Berputar seperti air di wastafel yang akan masuk ke lubang pembuangan,” ujarnya. “Perputaran itu sangat kencang. Ada gaya gesek sehingga temperatur gasnya tinggi sekali.”

Gas itulah yang memancarkan warna oranye seperti terlihat pada gambar yang dirilis Event Horizon Telescope tersebut. Menurut Premana, gas itu berputar di sekitar horizon kejadian (event horizon), yakni daerah batas akhir sebelum cahaya masuk ke dalam lubang hitam. Adanya lubang hitam juga dapat diketahui dari terlihatnya semburan jet ke dua arah yang tegak lurus dengan putaran piringan gas tadi. Semburan jet itu hanya terlihat pada spektrum sinar-X. Begitu kuatnya dorongan jet sehingga dapat melontarkan massa sampai jauh ke luar galaksi induknya.

Heino Falcke dari Radboud University di Belanda, yang merupakan pendiri Event Horizon Telescope, mengatakan lubang hitam di pusat Galaksi Messier 87 (M87) itu sebagai lubang hitam bermassa paling berat yang bisa diperkirakan oleh ilmuwan hingga saat ini. “Lubang hitam M87 termasuk lubang hitam kelas berat di seluruh jagat raya,” ucapnya. Menurut perhitungan astronom, lubang hitam itu bermassa 6,5 miliar kali massa matahari.

Menurut Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Thomas Djamaluddin, massa sangat besar itulah yang membuat lubang hitam di inti galaksi berjarak 55 juta tahun cahaya (520,3 juta triliun kilometer) dari bumi tersebut dapat ditangkap oleh teleskop radio di bumi. “Lubang hitam itu yang tampak paling besar di antara lubang hitam di alam. Lubang hitam yang tampak terbesar kedua berada di inti galaksi kita,” kata Thomas menjawab surat elektronik Tempo, Senin, 15 April lalu.

Lubang hitam yang dimaksudkan Thomas itu berada di wilayah Sagittarius A* di pusat Galaksi Bimasakti. “Tantangan selanjutnya bagi tim Event Horizon Tele-scope adalah menangkap gambar lubang hitam di pusat galaksi kita,” ujarnya.

Premana mengatakan penting bagi umat manusia mengkaji lubang hitam karena pasti berhubungan erat dengan bagaimana galaksi terbentuk dan berevolusi. “Bagaimana struktur isi alam semesta berevolusi bisa diceritakan kalau kita mengerti lubang hitam dengan baik,” katanya.

DODY HIDAYAT (EVENTHORIZONTELESCOPE.ORG, NATIONAL SCIENCE FOUNDATION, SPACE.COM, LIVESCIENCE.COM), ANWAR SISWADI (BANDUNG)

 


 

Cara Kerja Event Horizon Telescope

Dengan menghubungkan delapan teleskop radio yang terpisah hingga ribuan kilometer tercipta sebuah teleskop virtual yang lebih kuat yang dinamakan interferometer. Interferometer memanfaatkan ruang antar-antena—makin besar jarak pemisah, makin tinggi kekuatannya—memungkinkannya melihat detail yang lebih halus dari yang terhalus, seperti lensa zoom kamera.

 

I. Delapan teleskop radio meneropong langit untuk merekam secara simultan gelombang radio dari satu obyek langit.

1. Atacama Large Millimeter/Submillimeter Array (ALMA) Observatory di Chajnantor, Cile.

2. Atacama Pathfinder Experiment (APEX) di Chajnantor, Cile.

3. Institut de Radioastronomie Millimétrique (IRAM)-Observatorio del Pico Veleta di Sierra Nevada, Granada, Spanyol.

4. Large Millimeter Telescope Alfonso Serrano di puncak Sierra Negra, Puebla, Meksiko.

5. James Clerk Maxwell Telescope East Asia Observatory di puncak Maunakea, Hawaii.

6. Submillimeter Array (SMA) Smithsonian Astrophysical Observatory di Maunakea, Hawaii.

7. Submillimeter Telescope (SMT) Arizona Radio Observatory di Mount Graham, Arizona tenggara, Amerika Serikat.

8. South Pole Telescope (SPT) di Kutub Selatan.

II. Data mentah yang dikumpulkan sebanyak 5 petabyte (lebih dari 5.000 terabyte) atau sebesar isi 1.000 cakram padat atau jumlah foto selfie yang dibuat 40 ribu orang sepanjang hidup mereka. Data yang superbesar itu tidak dapat ditransfer melalui Internet, jadi dikirim dengan beberapa truk dan pesawat kargo.

III. Data mentah itu diolah dengan superkomputer milik Massachusetts Institute of Technology Haystack Observatory di Westford, Massachusetts, Amerika Serikat, dan Max Planck Institute for Radio Astronomy di Bonn, Jerman.

IV. Gambar-gambar hasil rekonstruksi dipadukan menjadi satu gambar yang dipublikasikan pada 10 April lalu.

SUMBER: EVENTHORIZONTELESCOPE.ORG, EUROPEAN SOUTHERN OBSERVATORY, NATIONAL SCIENCE FOUNDATION

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Dody Hidayat

Dody Hidayat

Bergabung dengan Tempo sejak 2001. Saat ini, alumnus Universitas Gunadarma ini mengasuh rubrik Ilmu & Teknologi, Lingkungan, Digital, dan Olahraga. Anggota tim penyusun Ensiklopedia Iptek dan Ensiklopedia Pengetahuan Populer.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus