Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Menciptakan alat-alat kedokteran

Pendiri Universitas Prof.Dr. Moestopo (beragama), berhasil menciptakan alat-alat kedokteran. (ilt)

30 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KURSI-kursi untuk keperluan bedah telah diciptakan oleh seorang dokter kelahiran Kediri. Dibanding dengan buatan luar negeri, alat kedokteran "pribumi" ini lebih praktis dan harganya sangat murah. Penciptanya tidak lain Prof. Dr. Moestopo, 70 tahun, ahli ilmu kedokteran gigi terkemuka yang pernah pula dikenal sebagai pembakar semangat arek-arek Suroboyo pada 1945 bersama Bung Tomo. Dokter tua tamatan Sekolah Tinggi Kedokteran Surabaya (1937) ini memang tak pernah diam. Di zaman kemerdekaan ia mendirikan Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama). Dari kampusnya di Jalan Hang Lekir, Jakarta, telah dihasilkan tak kurang dari 300 dokter gigi. "Saya sudah menciptakan dokter-dokternya. Sekarang saya usahakan pula peralatannya," kata Moestopo. Peralatan tersebut kini dipamerkan di kompleks yayasan di sudut persimpangan Jalan Ir. H. Juanda dan Jalan Dayang Sumbi -- kawasan perumahan elite di Bandung Utara. Di sana tampak tiga kursi untuk keperluan bedah dan sebuah lemari yang konon berfungsi banyak. Semua hasil karya Mayor Jenderal (Purn) Dr. Moestopo itu. Di kalangan kedokteran, kursi-kursi operasi dan lemari untuk peralatan kedokteran semacam itu sebenarnya sudah ada -- terutama produksi Siemens, Jerman Barat. Tetapi yang buatan Moestopo ini memang lebih praktis. Universal Medical Dental Chair alias kursi operasi multi fungsi, misalnya. Prinsipnya persis sama dengan kursi yang digunakan oleh dokter gigi. Kelebihannya, dudukan kursi bagian depan dihubungkan dengan dua kursi tanpa sandaran yang bisa dilipat. Dengan begitu ia juga bisa direntangkan sebagal tempat tidur. Di sebelah kirinya terdapat peralatan seperti kursi dokter gigi biasa, lengkap dengan lampunya. Di samping lengan kursi sebelah kiri ada kotak obat. Selain untuk operasi mulut dan rahang, menurut Moestopo, kursi ini bisa digunakan untuk bedah umum dan operasi kandungan. Bila kursi-kursi operasi yang lazim hanya bisa digunakan untuk satu keperluan saja, misalnya untuk operasi kandungan, kursi Moestopo bisa dipakai oleh empat ahli: dokter gigi, ahli bedah mulut, bedah umum, ahli kandungan, dan dokter umum. Harganya cuma Rp 1 juta -- bandingkan dengan harga peralatan impor yang bisa mencapai Rp 10 sampai Rp 25 juta. Bahan yang dipakai Moestopo memang sederhana: pipa-pipa besi untuk kerangka dan dongkrak mobil sebagai alat penggerak naik-turun. Pada 1981 Direktorat Jenderal Transmigrasi memesan tujuh buah, untuk puskesmas di Lampung, Medan, Lombok, Jakarta, Banjarmasin, dan Ujungpandang. Selain itu Moestopo juga menciptakan kursi untuk pengobatan gigi yang lebih sederhana (ia menyebutnya Simple Medical Dental Chair) dilengkapi mesin bor gigi yang juga buatan Moestopo sendiri. Masih ada lagi kursi untuk keperluan pengobatan gigi yang bisa dibawa ke mana-mana, terutama untuk desa-desa terpencil. Moestopo memberinya nama Field Medical Dental Chair. Ada lagi sebuah lemari, Universal Dental Medical Unit, yang keempat sisinya memiliki pintu yang bisa dibuka sekaligus, yang Juga berfungsi sebagai meJa operasi. Selain dilengkapi kipas angin lampu operasi, dan juga aki 12 volt, beberapa raknya berisi peralatan kedokteran. Lerrari pada bagian bawah sebelah kanan (dengan pintu yang membuka-menutup secara vertikal) sebagai penyimpan mesin bor dan mesin poles gigi. Yang sebelah kiri bawah sebagai tempat sterilisator. Seperti halnya kursi operasi yang dapat digunakan oleh empat ahli tadi, lemari ini pun prinsipnya sama, yaitu mempersatukan semua keperluan dokter. "Pabrik Siemens hanya memproduksi lemari khusus untuk obat-obatan saja atau untuk lampu-lampu operasi saja," kata Moestopo. Semua peralatan tersebut, pada 1981 telah mendapat hak paten No. 154510 dari Departemen Kehakiman. Dalam setiap kesempatan kongres PABMI (Perhimpunan Ahli Bedah Mulut Indonesia) dan PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia), Moestopo tak jemu-jemunya memamerkan hasil karyanya. Baik Menteri Kesehatan Suwardjono Surjaningrat, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Dr. Brataranuh, dan bahkan Presiden Soeharto sendiri sudah menyaksikannya. Tapi peralatan tersebut ternyata kurang laku -- barangkali karena belum mendapat lisensi dari Departemen Kesehatan. Tahun lalu Moestopo mengirim gambar-gambar hasil karyanya ke departemen tersebut. Tapi hasilnya nihil. "Yah, buat apa lagi saya mengemis-ngemis. Saya ini hanya mengabdi kepada Tuhan dan membantu yang sengsara," ujar bapak sembilan anak ini. Gagasan membuat sendiri peralatan kedokteran seperti itu pertama kali dikemukakan oleh Moestopo pada 1953. "Ketika itu ratusan kursi kedokteran gigi diproduksi atas order Dinas Kesehatan Angkatan Darat. Tapi sejak 1960-an, ketika kursi buatan luar negeri yang kualitasnya lebih baik mulai masuk, produksi kursi Pak Moes itu terhenti," tutur Drg. P. Martanto, dosen FKG Unpad yang pernah bertugas di Kodam VI Siliwangi. Gagasan Moestopo mulai terbetik sejak 1939, ketika ia praktek sebagai dokter gigi. "Di zaman perang, mana mungkin ada dokter gigi mampu mengimpor peralatan. Karena itu saya lalu membuat peralatan sendiri," katanya. Ia masih ingat ketika berkeliling Surabaya mendorong gerobak berisi peralatan kedokteran gigi. Katanya lagi dengan bangga: "Sampai sekarang saya sudah melatih lebih dari 2.000 tukang gigi".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus