Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Dia yang semakin pop

Merayakan Hut yang ke-25, didirikan pada th 1959 oleh 4 tokoh masyumi. (md)

30 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG pengemis muda menuntun pengemis tua bertongkat, menghampiri mobil sedan yang berhenti di lampu merah. Sopir tetap memandang ke depan, acuh tak acuh. Itulah gambar kulit Panji Masyarakat yang populer dengan sebutan Panjimas, terbitan terbaru, yang menurunkan laporan utama mengenai pengemis, persis ketika majalah itu memasuki tahun penerbitannya yang ke-25. Resepsi diselenggarakan di Restoran Marunda Hotel Wisata Internasional akhir pekan lalu. Dua hari sebelumnya diselenggarakan seminar, Ikhtiar Meningkatkan Pemasyarakatan Al Quran, di Masjid Al Azhar. Majalah yang didirikan (1959) empat tokoh Muhammadiyah, diantaranya Buya Hamka itu, kini sudah jauh melangkah. Jika semula lebih banyak menampilkan artikel dan renungan, kini laporan bersifat berita mendapat tempat penting, dan terasa "pop". Bahkan sudah cenderung mengarah ke majalah berita: ada laporan utama dan laporan dari daerah yang dikirim langsung oleh korespondennya di berbagai kota. "Komposisinya sekarang, separuh berita dan separuh artikel serta opini," kata Rusydi, 48 tahun, putra Almarhum Hamka yang kini menjabat pemimpin umum merangkap pemimpin redaksi majalah itu. Perubahan itu bukan sekadar menyangkut keredaksian. Perwajahan selalu diperbaiki. Dan yang paling mendasar, agaknya, "Panjimas tidak lagi berbau Muhammadiyah, tetapi disajikan untuk seluruh umat Islam," kata Rusydi. "Dua kali kami memuat soal NU dan diprotes kalangan Muhammadiyah. Apa boleh buat, jika sudah mengikrarkan untuk seluruh umat, berarti semua lapisan harus disentuh," lanjut Rusydi. Perubahan itu nampaknya dikaitkan erat dengan pemasaran. Hasilnya memang terasa. Oplah majalah itu sekarang, menurut Rusydi, mencapai 55.000 eksemplar -- dan percayalah terjual habis. "Kami mencetak majalah berdasar pesanan agen, tak ada sistem konsinyasi dan perkenalan, jadi tak ada majalah kembali," katanya. Panjimas sudah menerobos kampus dan pesantren -- suatu hal yang amat sulit semasih membawa bendera Muhammadiyah. Sayang iklannya tak banyak. "Mungkin citra Panjimas, menurut pengusaha, bukan majalah niaga," kata Iqbal Abdurrauf Saimima, salah seorang redaktur. Walau begitu, mengandalkan pemasaran saja, kesejahteraan pengasuhnya dinilai sudah lumayan. Bisa dilihat dari penampilan Rusydi, sekadar contoh saja, yang dulu memakai Toyota Hi Ace, kini sudah bermobil Corolla DX keluaran terbaru. Untuk penulis luar dibayar rata-rata Rp 50.000 setiap artikel. Di Jakarta dan juga di beberapa kota lain, korespondennya sudah mendapat gaji tetap. Kini, 15 reporter muda sedang magang di Jakarta untuk memperkuat barisan redaksi. Karyawannya di Jakarta, yang berjumlah 42 orang, baru 9 orang yang secara khusus menangani keredaksian. Satu lagi kemajuan, yang nampaknya sudah jadi mode di kalangan perusahaan pers, Panjimas mendirikan Pustaka Panjimas, usaha penerbitan yang mencetak buku-buku, terutama, yang berkaitan dengan Islam. Jika ditengok masa lalunya, banyak kerikil yang dilalui penerbitan ini. "Panjimas lahir pada saat genting," seperti kata Rusydi, 15 Juni 1959, didirikan tokoh Muhammadiyah: K.H. Faqih Usman sebagai pemimpin umum, Dr. Hamka sebagai pemimpin redaksi, Joesoef Abdoellah Poear sebagai wakil dan H.M. Joesoef Ahmad sebagai pemimpin usaha. Waktu itu terbit tengah bulanan dan menempatkan diri sebagai majalah independen, tidak terikat kepada kekuatan politik tertentu, yang saat itu model afiliasi justru lagi meriah. Keterikatan Panjimas hanyalah kepada nilai-nilai Islam. Ujian pertama dihadapi setahun kemudian, tepatnya Mei 1960. Panjimas memuat tulisan Dr. Mohamad Hatta berjudul Demokrasi Kita. Tulisan ini menyerang rezim Soekarno dengan demokrasi terpimpinnya. Akibatnya, Panjimas dibreidel, justru di saat mendapat simpati masyarakat dan tampilnya penulis-penulis seperti Dr. Mukti Ali, Prof. Ahmad Ramali, Prof. Bahder Djohan, dan banyak lagi. Pengasuh Panjimas tak patah hati. Dengan semangat melawan publikasi PKI yang semakin menggebu, beberapa tokoh ABRI -- di antaranya A.H. Nasution yang saat itu Kasad -- mengajak Hamka mendirikan majalah Islam yang baru. Lahirlah majalah tengah bulanan, Gema Islam, 30 Juni 1962. Hamka duduk sebagai wakil pemimin redaksi dan Rusydi sebagai sekretaris redaksi. Dari kalangan ABRI duduk di antaranya Brigadir Jenderal Muchlas Rowi dan Kolonel Isa Idris. Rubrik-rubik dalam Panjimas diteruskan di penerbitan baru ini. Kerikil kedua pun muncul, Hamka ditahan, 1964. Tak ada yang menyangka, Panjimas diperbolehkan terbit lagi, setelah runtuhnya Orde Lama. Namun para pendiri Panjimas, selain Hamka, sudah "tak bisa bergabung lagi". Abdoellah Poear menyatakan keluar, sedang Kiai Faqih Usman wafat. Maka dibentuklah Yayasan Nurul Islam, ketuanya Hamka, melanjutkan penerbitan Panjimas. Dan 5 Oktober 1966 Panjimas terbit lagi. "Tapi tak ada kaitannya dengan Panjimas yang dulu lagi," kata Rusydi. Praktis yang memimpin keredaksian dan perusahaan sejak itu adalah putra kedua Hamka ini. Buya sendiri sudah nonaktif meski namanya masih dicantumkan sebagai pemimpin redaksi. Sejak itu berangsur-angsur bidang keredaksian dibenahi. Mulai 1980 pemasaran mulai diperluas dan jadwal terbit ditingkatkan dari tengah bulanan menjadi tiga kali sebulan. Hari ulang tahunnya yang semarak pekan lalu, menurut Rusydi, "untuk mengenang para pendiri Panjimas". Dengan demikian kata Rusydi lagi, pengasuhnya yang sekarang terdiri tenaga muda tak kehilangan arah bahwa Panjimas adalah media Islam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus