Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Mengubah kiblat palapa

Pengalihan operasional dari palapa a ke palapa b. (ilt)

30 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK pukul enam pagi, Sabtu ini, orang Medan yang ingin menelepon ke Ambon atau Jayapura harus menahan diri. Hubungan teleks dan telegrap antara kedua kota itu pun terputus. Dalam istilah Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, pembekuan hubungan ini justru dinamakan "masa bakti". Syahdan pada hari itu, satelit Palapa A yang bekerja tujuh tahun, memasuki masa 'pensiun'. Fungsinya akan digantikan Palapa B 1, yang diluncurkan belum lama berselang, melalui penerbangan ketujuh pesawat angkasa ulang-alik Amerika, Challenger. Pengalihan operasional ini mengharuskan perubahan arah antena 122 stasiun bumi di Indonesia. Sebelum 30 Juli, antena menghadap ke 77ø Bujur Timur (BT), di atas Srilangka. Setelah itu, antena mengarah ke 108ø BT, di atas Kalimantan. Perubahan kiblat inilah yang diperkirakan memakan waktu sekitar sembilan jam. "Masa bakti itu tidak bisa kita elakkan, kecuali kita memiliki dua antena di tiap stasiun bumi," ujar Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi, Ir. S. Abdurrahman. Dengan dua antena, satu tetap diarahkan ke Palapa A, dan satunya lagi menghadap Palapa B. Memang masih ada alternatif lain untuk mengelakkan "masa bakti". Yaitu dengan jaringan ganda, misalnya, gelombang mikro, di samping SKSD Palapa. Dan kita memang punya gelombang ini, meski terbatas pada jalur Sumatera-Jawa-Madura-Bali-Ujungpandang-Banjarmasin. Karena itu, masa bakti tidak mengganggu hubungan antardaerah tersebut. Pekerjaan reposisi antena sebenarnya tidak begitu sulit. "Hanya bersifat mekanis," kata Ir. Benny S. Nasution, kepala Bagian Operasi Teknik Transmisi Satelit Perumtel, yang berkantor di Stasiun Pengendali Utama (SPU) Cibinong. Pekerjaan itu meliputi pemindahan tiang-tiang penyangga antena, sehingga arahnya tepat ke Palapa B 1. Sedikit kesulitan ditemukan pada kenyataan, banyak di antara tiang penyangga itu sudah berkarat, sehingga agak sulit digerakkan. Kesulitan lain lebih bersifat sosial ketimbang teknis. Misalnya, setelah diukur, ternyata ada tiang baru yang harus dipancangkan di pekarangan orang, bahkan di atas makam. Lalu bagaimana? "Biasanya penduduk yang bersangkutan bisa diyakinkan," ujar Benny. Sebetulnya, tidak semua stasiun bumi membutuhkan waktu sembilan jam untuk pengalihan operasional itu. "Makin besar antena, dan makin ke barat letaknya, makin lama waktu yang diperlukan," ujar Benny, insinyur teknik elektro lulusan ITB, berusia 33 tahun itu. Soalnya, sudut yang dibentuk Stasiun Bumi (SB), Palapa A 1, dan Palapa B 1, tidak sama untuk setiap SB. Di Irian Jaya, misalnya, perubahan arah akan lebih cepat ketimbang di Sumatera dan Jawa. Pengalihan operasional juga tidak serta merta membuat sibuk semua pemakai jasa Palapa. TVRI yang mempunyai stasiun sendiri, misalnya, tidak akan mengubah arah antenanya secara serentak. Mereka meminta waktu dua bulan kepada Perumtel, di samping bantuan teknisi. Sampai batas tertentu Palapa A memang masih bisa dimanfaatkan, kendati tenaganya surut berangsur-angsur. Begitu pula Filipina, Muangthai, Malaysia, Singapura, dan Departemen Hankam, yang juga menyewa transponder Palapa B. Untuk mengubah arah antena, mereka menunggu Palapa B 2, yang akan diluncurkan awal tahun depan. Apalagi, selama ini mereka toh menggunakan Palapa A 2. Penggunaan Palapa B yang lebih banyak transpondernya dibandingkan dengan Palapa A (24:12) tidak otomatis berarti penambahan alat di bumi. "Jumlah peralatan lebih ditentukan lalu lintas komunikasi," ujar Benny. SPU Cibinong memang mengalami penambahan alat, karena stasiun ini punya tugas lain, yaitu mengoperasikan satelit. Di Cibinong kini dipasang peralatan pengendali satelit, dan komputer pemrosesan data satelit, yang masih baru. Lima antena di Cibinong pun belum semua diarahkan ke Palapa B. Penambahan transponder, yang sampai dua kali lipat, konon terjadi akibat keperluan jaringan telekomunikasi yang lebih besar. Apalagi penambahan ini tidak terlalu banyak menambah biaya. Selama ini, Palapa A memang sudah kewalahan memenuhi permintaan. Palapa B juga diperkirakan akan mengalami hal yang sama. Peningkatan lalu lintas telekomunikasi terutama terjadi antara kota-kota besar. Tetapi tidak seluruh permintaan bisa dilayani, karena pembangunan Stasiun Bumi Kecil (SBK) untuk komunikasi daerah terpencil juga harus diperhitungkan. Terutama dari segi pemerataan. Meski angka yang pasti belum diumumkan, Palapa B diperkirakan lebih mahal ketimbang Palapa A, yang berharga US$ 57 juta pada 1975. Tetapi, menurut Ir. S. Abdrurrahman, kita memang membutuhkan satelit ini. "Tidak ada perhitungan untung rugi, karena kami selalu menghitungnya secara total dalam seluruh operasi Perumtel," katanya. Dan, "semuanya bisa dipertanggungjawabkan. "Misi yang pertama adalah pelayanan," ujar Abdurrahman pula. Sebagai contoh ia menyebut crash program pembangunan SBK yang dilakukan menjelang pemilihan umum lalu. "Tekanannya pada pemerataan telekomunikasi," kata Abdurrahman. Pengalihan operasional dilaksanakan pada hari Sabtu dengan anggapan, kegiatan telekomunikasi pada hari itu lebih sepi ketimbang hari lain. Mengapa bukan Minggu? "Nanti ada yang tidak kebagian film boneka Si Unyil," kata petugas Hubungan Masyarakat Postel, Drs. Sjamsuddin Tanuatmadja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus