Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MIMPI selalu disebut-sebut cuma kembang tidur. Tentu saja pemeo kuno itu tak bisa menjawab pertanyaan tentang mimpi. Padahal, sampai kini orang tetap penasaran: kenapa bisa terjadi mimpi dan apa hubungannya dengan kehidupan seseorang. Perintis psikoanalisis Sigmund Freud sudah sejak abad yang lalu mencoba menganalisis mimpi. Toh, hasilnya belum memuaskan karena mimpi setiap orang bersifat unik dan sulit diulang.
Baru-baru ini, sekitar awal Oktober 2000, misteri mimpi juga ditelaah oleh para peneliti dari Harvard Medical School. Hasil penelitian yang dipimpin Robert Stickgold, asisten profesor bidang psikiatri, itu cukup mengejutkan. Ternyata, mimpi bisa direkaya alias dikondisikan.
Memang, dalam penelitian itu tim Stickgold baru melakukan percobaannya pada permainan Tetris (menyusun balok di komputer). Permainan itu diberikan kepada 27 orang yang ditelitinya. Sebanyak 12 orang tergolong pemain Tetris tingkat pemula, 10 orang sudah terampil, dan 5 orang penderita amnesia.
Para subyek penelitian memainkan game pada pagi dan sore, selama tiga hari berturut-turut. Ketika mereka tertidur, 17 orang mengaku bermimpi bermain Tetris. Menariknya, mimpi terjadi pada malam kedua. Menurut Stickgold, hasil itu menunjukkan kaitan antara mimpi dan proses belajar. Karena subyek merasa ingin semakin mahir memainkan Tetris, lantas otaknya berproses dan menghasilkan mimpi permainan itu.
Korelasi itu semakin kentara lagi dengan adanya fakta bahwa yang belum mahir bermain Tetris semakin terangsang untuk bermimpi Tetris. Ini juga membuktikan bahwa semakin banyak latihan yang dibutuhkan, semakin banyak pula gambaran kepingan balok yang singgah dalam mimpi. Tapi, bagi yang sudah mampu bermain Tetris dengan baik, mereka tak lagi bermimpi Tetris.
Yang mengherankan, ternyata tiga penderita amnesia juga mengaku bermimpi main Tetris. Impian yang dialami ini termasuk jenis hypnagogic, yang terkait erat dengan memori, kesadaran, dan bersifat episode. Penemuan ini agak berbeda dengan anggapan bahwa mimpi penderita amnesia biasanya tak bersentuhan dengan kejadian yang dialaminya pada hari ketika ia hendak tidur. Hal itu karena mereka mengalami kerusakan hippocampus, sistem saraf yang terletak di suatu lekukan otak di bagian tengah yang terdiri dari bagian kanan dan kiri. Sistem ini berfungsi untuk mengubah ingatan jangka pendek menjadi ingatan jangka panjang.
Stickgold lantas mencoba menjelaskan fakta tersebut. Katanya, penderita amnesia bisa bermimpi seperti itu lantaran kuatnya peran alam bawah sadar. Alam bawah sadar ini diyakini tak hanya berpengaruh pada mimpi, tapi juga pada perilaku orang saat terjaga.
Namun, akibat mimpi pada penderita amnesia berbeda dengan pada orang normal. Pada orang normal, kemampuan mereka bermain Tetris meningkat setelah tiga hari berlatih, plus bermimpi Tetris setiap malam. Tapi kemajuan penderita amnesia dalam permainan Tetris amat tipis. Itu terbukti karena setiap hari mereka harus mulai lagi berlatih dari awal. Sekalipun demikianmungkin ini penyimpanganseorang penderita amnesia bisa bermain Tetris dengan benar.
Yang juga menarik, rupanya mimpi Tetris yang dialami subyek tak cuma berwarna hitam-putih. Kepingan balok itu tampil dalam mimpi dengan aneka warna, bahkan ditambah pula dengan iringan musik, mirip versi awal game Tetris pada Nintendo yang biasa mereka mainkan. Fakta itu, menurut Stickgold, menunjukkan pula adanya proses kreatif untuk menggabungkan berbagai informasi yang relevan dalam mimpi.
Namun, hasil penelitian tim Stickgold tak lantas bisa diterima begitu saja. Setidaknya, Soemarmo Markam, spesialis saraf dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mengaku belum sependapat bahwa mimpi bisa direkayasa. Alasannya, untuk merekayasa mimpi tentu diperlukan ingatan dan kesadaran subyek. Padahal, tatkala tidur, kesadaran subyek pasti menurun.
Soemarmo masih mempercayai bahwa mimpi bisa muncul karena rangsangan dari luar, misalnya tergigit nyamuk. Atau bisa juga karena rangsangan dari tubuh, umpamanya keinginan untuk buang air kecil. Dengan adanya rangsangan itu, otak akan bereaksi sehingga mimpi pun tercipta sesuai dengan hal yang pernah dilalui subyek semasa hidup.
Memang, tim Stickgold mengakui bahwa penelitian mereka tak bertujuan utama untuk mengkaji proses rekayasa mimpi. Yang lebih ditelaah adalah bagaimana dalam mimpi ternyata otak bekerja mencari memori yang tertanam dan membawanya ke alam sadar. Dari studi itu terbukti bahwa otak bisa bekerja tanpa diperintah subyek.
Yusi A. Pareanom dan Dwi Wiyana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo