Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Mengenal Ubur-ubur Api yang Mematikan

Orang yang tersengat ubur-ubur api dapat mengalami rasa terbakar pada kulit, eritema, sesak napas, kejang-kejang, dan gagal jantung.

17 Mei 2024 | 20.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sering ditemukan di perairan tropis Samudera Pasifik, tak terkecuali Indonesia, ubur-ubur api memiliki kemampuan fotosintesis yang berbeda dengan jenis lainnya. Dengan nama ilmiah mastigias papua, ubur-ubur ini menjadi rumah bagi alga simbiosis yang disebut zooxanthellae. Walaupun memiliki bentuk yang indah, ubur-ubur api memiliki zat penyengat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dilansir dari jurnal berjudul Aspek Biologis Ubur-ubur Api (2020), diungkapkan bahwa pada 2019 terjadi 612 kasus serangan ubur-ubur api hanya untuk sebagian wilayah pesisir selatan Gunung Kidul Yogyakarta. Sementara, ubur-ubur api sendiri tersebar hampir di sepanjang pesisir selatan Jawa dan beberapa lokasi di perairan Sumatera.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ubur-ubur api dikenal sebagai salah satu anggota filum cnidaria yang paling berbahaya di laut. Filum ini dikenali dari ciri khasnya, yaitu memiliki sel cnidocyte atau knidosit pada tubuhnya. Knidosit sendiri ialah sel penyengat yang digunakan untuk menangkap mangsa atau melindungi diri dari musuh.

Sengatan ubur-ubur api dapat menyebabkan beberapa gangguan fisiologis seperti hemolitik, sitolitik, dan kardiotorasik. Orang yang tersengat ubur-ubur api dapat mengalami rasa terbakar pada kulit, eritema, sesak napas, kejang-kejang, dan gagal jantung bahkan berpotensi menyebabkan kematian.

Ubur-ubur api memiliki bentuk menarik seperti balon transparan berwarna biru, merah muda atau ungu dengan tentakel yang memanjang di bagian bawahnya. Struktur balon pada ubur- ubur api disebut pneumatophore dan berperan sebagai pelampung sekaligus layar yang membantu hewan ini untuk mengapung dan bergerak di laut. 

Masyarakat Indonesia mengenal ubur-ubur api dengan beberapa sebutan daerah, seperti krawe, leteh, atau impes. Sementara di Australia, menyebutnya dengan the bluebottle. Secara ilmiah, ubur-ubur api pertama kali dideskripsikan dan dipublikasikan oleh Linnaeus pada 1758 dengan nama binomial physalia physalis.

Ubur-ubur api sendiri dikelompokkan ke dalam kelas Hidrozoa karena memiliki karakteristik khas yaitu melepas medusae dari tunas. Ubur-ubur api masuk dalam kelompok sub kelas Siphonophorae

Struktur Tubuh Ubur-ubur Api


1.Pneumatophore

Pneumatophore berperan sebagai pelampung sekaligus layar yang membuat ubur-ubur api dapat mengapung dan bergerak dengan memanfaatkan angin. Selain itu, pneumatophore juga membantu ubur-ubur api untuk mempertahankan tentakelnya yang panjang agar tetap terbentang di dalam air. Pneumatophore memiliki bentuk seperti balon berbentuk triangular asimetris dan terbuat dari semacam membran tipis dan transparan.

2. Gastrozooid

Gastrozooid berperan untuk mencerna mangsa. Saat menyentuh mangsa yang dibawa tentakel, gastrozooid akan langsung menyelimuti mangsanya. Setelah menyelubungi mangsanya,gastrozooid akan mengeluarkan enzim pencernaan yang dapat mengurai tubuh mangsanya menjadi senyawa-senyawa organik sederhana seperti karbohidrat, lemak, dan protein.

3. Gonozooid

Gonozooid menjalankan fungsi reproduksi dan terletak air di bawah pneumatophore. Gonozooid dapat berkembang menjadi koloni medusa, yaitu struktur reproduksi yang terdiri dari banyak individu ubur-ubur kecil. Koloni medusa ini memungkinkan ubur-ubur untuk menghasilkan lebih banyak keturunan dalam waktu singkat.

4. Dactylozooid atau Tentakel

Dactylozooid berperan untuk menjebak dan menangkap mangsa. Dactylozooid berbentuk tentakel dengan panjang bervariasi, tergantung usia ubur-ubur api, tetapi saat dewasa panjangnya dapat mencapai 30–50 meter. Mekanisme mengkerut pada tentakel berperan untuk membawa mangsa ke gastrozooid.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus