Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Menuju hewan manusiawi

Dua ilmuwan a.s, dr. ralph l. brinster & dr. richard d. palmiter, diakui sebagai pemuka riset mengenai tikus transgenik. percobaan pembiakan hewan dengan hormon pertumbuhan manusia. (ilt)

24 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ISTILAH "peternakan raksasa" pada masa depan bisa berarti lain. Maksudnya, bukan lagi peternakan dengan modal atau bisnis raksasa. Melainkan usaha pemeliharaan dan pemasaran, misalnya ayam sebesar kambing, domba segede kuda, atau sapi seukuran gajah. Dan tulisan ini tidak bermaksud melucu. Tiga pekan lalu, Akademi Ilmu New York menyerahkan penghargaan kepada Dr. Ralph L.Brinster dari Universitas Pennsylvania dan Dr. Richard D. Palmiter dari Universitas Washington, Seattle. Kedua ilmuwan itu diakui sebagai pemuka riset mengenai "tikus transgenik". Alkisah, para ilmuwan Amerika sekarang sedang bergulat dalam usaha membiakkan hewan yang "agak manusiawi". Percobaan dilakukan melalui tikus. Hasilnya, telah lahir beberapa lusin tikus yang membawa gene cangkokan untuk hormon pertumbuhan manusia. Tikus "elite" ini dua kali lebih besar dibandingkan dengan tikus jelata. Tujuan riset dan percobaan ini, sebetulnya, adalah pemahaman yang lebih tepat mengenai cara pengendaliah gene. Tetapi, dasar manusia, sebagian orang melihatnya sebagai janji yang menguntungkan pertaman di masa depan. Kini, misalnya, seekor sapi rata-rata menyediakan bahan untuk 17 porsi bistik yang paling baik. Dengan jalan transgenik, sapi di masa depan bisa diharapkan menyajikan bahan bistik dua kali lipat. Gene adalah faktor yang menentukan ciri bawaan atau sifat turunan. Di dalam nukleus, setiap sel mempunyai pasangan lengkap gene, yang mengandung cetak biru sifat turunan. Dari cetak biru inilah, secara teoretis pribadi yang sama sekali baru lahir dan tumbuh. Tapi, dalam setiap sel normal, secara relatif hanya beberapa gene yang diperlukan untuk berfungsinya sel itu sendiri. Ia juga beraksi pada saat yang sungguh-sungguh tepat. Pemilihan waktu yang teliti inilah yang membuat sel otot, misalnya, tetap menjadi sel otot. Ia tidak akan melenceng menjadi sel kulit, limpa, atau tulang. Gene yang tidak terpakai akan "padam" atau, dalam istilah ilmiahnya, "tidak menyatakan diri". Seluruh pola pertumbuhan manusia, sejak "konsepsi" hingga tua bangka, dalam keadaan sehat ataupun saklt, merupakan permainan pengendalian gene yang dlatur kebiasaan dan waktu, tempat gene mengambil peranan dalam mekanisme tubuh. Sampai sekarang, para ilmuwan baru memiliki beberapa kunci untuk menyingkapkan teka-teki proses vital ini. Masalah pengendalian gene menjadi salah satu problem paling penting dalam riset biologi modern. "Tata tertlb gene, dl atas segala-galanya, merupakan titik perhatian kami," ujar Dr. Ralph L. Brinster. "Bila masalah ini bisa dipahami," katanya menambahkan, "saya percaya, kita akan mengetahui betapa gene bekerja keliru dalam penyakit tertentu." Dalam percobaan terhadap tikus, pencangkokan gene dilakukan ketika embrio masih berupa telur tunggal yang telah dibuahi. Diambil dari alat reproduksi tikus betina, embrio diletakkan di pinggan kaca laboratorium. Melalui pengawasan mikroskopis, embrio tadi dengan sangat berhati-hati ditusuk dengan jarum yang lebih halus ketimbang rambut manusia. Jarum itu sekaligus menyemprotkan sejumlah gene manusia, yang sudah dimodifikasikan secara khusus, ke dalam satu di antara dua struktur sel, yang dinamakan pronuklei. Inilah yang kemudian berkembang menjadi nukleus sel embrionik awal. Sel telur itu kemudian dikembalikan ke dalam alat reproduksi tikus betina. Selang 20 hari, lahirlah seekor bayi tikus, yang secara lahiriah tampak sama saja dengan jutaan tikus yang lain. Padahal, dalam semua sel tubuhnya terkandung "salinan" gene manusia. Kendati hasil percobaan masih bervariasi secara persentase, dalam ukuran tertentu telah dicapai sukses yang pasti. Di antara sukses itu, pencangkokan berialan stabil dan kemudian diturunkan elalui cara berkembang biak yang normal. Sebagai akibatnya, telah lahir generasi tikus yang sama sekali baru. Suatu kesulitan, para peneliti belum mampu mengendalikan tempat terpadunya gene asing ItU di bagian tubuh hewan percobaan. Kadang-kadang ia bersarang di sebuah kromosom, pada kesempatan berikutnya di kromosom lain. Pada awal percobaan, banyak sekali kegagalan sebelum gene asing itu "menyatakan diri" atau bekerja aktif. Sukses dramatis baru tercapai tahun lalu di bawah kerja sama Dr. Brinster dengan Dr. Palmiter dan beberapa ilmuwan lain. Mereka berhasil menyusun "pesan genetik khusus" dengan cara memadukan sebuah gene hormon pertumbuhan tikus dengan gene lain yang jumlahnya bisa dikontrol, yang dinamakan gene metallothionein. Pencangkokan gene campuran ini menghasilkan tikus dua, kali ukuran normal Belakangan, barulah gene hormon pertumbuhan manusia dicobakan. Mengacu pada eksperimen para ilmuwan di Pennsylvania dan Washington itu, riset yang sama dikembankan pula oleh Dr. Thomas Wagner dan rekan-rekannya dari Universitas Ohio. Dalam sebuah simposium terapi gene, yang baru-baru ini diselenggarakan Lembaga Nasional untuk Kesehatan Anak dan Pertumbuhan Manusia di Bethesda, Maryland AS, Dr. Wagner tampil menyampaikan "kabar gembira". Dalam sebuah tim yang dipimpinnya bersama Dr. Finney Murray Wagner mengaku memperluas eksperimen itu pada hewan ternak. "Memang belum berhasil betul," katanya, "tapi tinggal soal waktu." Dr. Wagner tidak melihat prohlem etis dalam penggunaan teknologi genetlka ini. "Semua hewan rumah sekarang ini," katanya, "secara tidak langsung sudah mewarisi kecerdasan manusia." Menurut jalan pikiran Wagner, hewan yang keluar dari kehidupan alami dan masuk kota itu tidak akan bisa mempertahankan diri tanpa campur tangan kecerdasan manusia. Riset yang sama dilakukan juga oleh Dr. Brinster bersama Dr. Harold Hawk dari laboratorium Departemen Pertanian di Beltsville, Maryland. Ia mengaku, "banyak faktor yang belum diketahui mengenai efek jangka panjang pencangkokan ini terhadap hewan ternak." Tapi, sepanjang menyangkut ternak potong, efek itu dianggap sepele. "Toh hewan itu sudah dipoton pada usia muda," ujar Dr. Brinster. Yang belum dibayangkan sang doktor, agaknya, ialah bagalmana suara hati nurani ketika menyantap bistik sapi yang, kita tahu, dibesarkan dengan hormon pertumbuhan manusia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus