Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar dari IPB University Bustanul Arifin memaparkan produktivitas pertanian,khususnya padi di Indonesia, melandai sejak era Presiden Soeharto. Menurut dia, Indonesia sempat hampir mencapai swasembada pada era 80-an sebelum akhirnya terngantung impor beras.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) itu mengatakan Indonesia kini kalah dari Vietnam soal produktivitas, sehingga tidak heran RI kini mengimpor beras dari negara tersebut. “Ada sesuatu yang salah dalam konteks ini,” ujarnya dalam Rapat Koordinasi Survei Ekonomi Pertanian yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) Selasa, 24 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bustanul Arifin mengatakan setidaknya ada beberapa masalah yang menyebabkan produksi beras dalam negeri stagnan. Berdasarkan data sensus pertanian, Indonesia masih kekurangan pendampingan penyuluh pertanian. Selain itu inovasi di sektor ini juga lamban.
Sensus BPS juga memaparkan usaha tani perorangan turun. Selama satu dekade, petani yang mengusahakan lahan pertanian kurang dari 0,5 hektare atau petani gurem naik jadi 2,64 juta orang. Hal ini mengindikasikan adanya hambatan dalam peningkatan kesejahteraan petani. “Mau ada ahli ekonomi pertanian setinggi langit, kesejahteraan petani masih sulit,” ujarnya.
Hasil usaha tani pun masih belum bisa meningkat signifikan. Masalahnya, menurut Bustanul Arifin, adalah pola produksi padi yang masih musiman. Sebanyak 65 persen beras Indonesia dihasilkan hanya pada periode 2 hingga 3 bulan, saat musim panen raya tiba.
Keberlanjutan lahan produksi juga masih jadi tantangan besar. Data BPS pada 2021, sebesar 89,54 persen lahan pertanian Indonesia berada pada status tidak berkelanjutan dengan faktor kapasitas produksi berkurang sangat signifikan. Musababnya, menurut Bustanul Arifin, adalah paparan pupuk kimia yang merusak kesuburan tanah.
Sebanyak 67 persen lahan pertanian, bahan organiknya lebih rendah dari 2 persen. Artinya tanah pertanian sebagian besar kurang sehat sehingga ke depan, ia berharap pemerintah menjalankan program harus menyehatkan tanah. “Pupuk kimia menjadi penyebabnya, perlu jeda, kalau terus menerus diberikan pupuk kimia maka produktivitas tidak akan bertambah,” kata Bustanul Arifin.
Adapun tahun ini, Bulog mendapatkan amanat untuk mengimpor beras sejumlah 3,6 juta ton. Sampai akhir tahun, Bulog masih harus mengimpor beras sekitar 1,2 juta ton.