RAUMANEN
Pengarang: Marianne Katoppo
Cetakan: Pertama, 1977
Penerbit: Gaya Favorit Press
NOVEL ini memang sedikit lebih "dewasa" dibanding Ariuna Mencari
Cinta. Artinya, cerita tak lagi berkisar pada pergaulan
anak-anak sekolah lanjutan, tapi sudah mahasiswa. Juga soal
Cinta tak hanya berhenti pada peluk-cium saja, tapi sampai
ranjang.
Tapi tak berarti Raumanen dengan demikian lebih baik daripada
Arjui/.7. Sulit memang membandingkannya, larena masing-masing
mempunyal gava yang lain sama sekali.
Marianne Katoppo agaknya meman,e berangkat dari roman-roman
Indone sebelumnya -- dari roman zaman Pujangga Baru sampai
hasil sayembara Dewan Kesenian Jakarta. Terutama gaya
berceritanya yang lewat tokoh wanitanya, kemudian ganti lewat
tokoh prianya, lalu ganti lewat pengarangnya. Nh. Dini dalam
Pada Sebuab Kapal menggunakan teknik itu juga. Tapi menurut
salah seorang juri, Raumanen paling mengingatkannya pada
penyusunan cerita Di Bawah Lindungan Ka'bab.
Memang terutama dalam hal penyusunan ceritanya itulah novel yang
tak lebih 95 halaman dengan ukuran 19 x 13 sentimeter tertolong.
Masih lumayan dibaca. Ceritanya tentang Monang, seorang insinyur
Batak, yang kurang ajar dan "tak begitu bersih hidupnya" yang
jatuh hati pada Raumanen, mahasiswi hukum tingkat tiga bersuku
bangsa Minahasa, yang cerdas tapi "menjadi mangsa yang begitu
empuk". Agaknya kisah semacam ini tak sulit ditebak.
Lewat cerita Raumanen yang telah berada di alam barzah novel ini
dibuka. Kemudian lewat Monang yang telah berkeluarga dengan
gadis pilihan ibunya, cerita dilanjutkan. Demikianlah sampai
habis dengan diseling oleh cerita oleh pengarangnya, tersusun
sebuah kisah sendu. Seorang gadis Minahasa yang bunuh diri
karena hamil sebelum nikah dan tak ada harapan ayah bayi yang
dikandungnya bisa menjadi suaminya. Ayah bayi itu seorang pemuda
Batak, yang meski periang dan kurang ajar dalam pergaulan
sehari-hari tapi tak punya nyali menentang ibunya yang berkukuh
pada adat.
Dengan sedikit berpikir sehabis membaca novel ini, memang ada
terasa yang kurang wajar. Tokoh Raumanen ciptaan Marianne ini
agak berlebihan. Ia paham bahasa Batak lebih daripada
teman-teman Bataknya, bisa berbincang-bincang tentang Bertrand
Russel, bisa mengutip Kahlil Gibran, hafal sajak-sajak Omar
Khayyam, dan ia baru sembilan belas tahun. Mungkin ia memang
anak luar biasa. Lalu Monang yang semula digambarkan sebagai
pemuda periang itu, pintar memikat gadis-gadis, ternyata tak
diceritakan bagaimana ia berusaha mewujudkan tanggungjawabnya
terhadap Raumanen. Tak ada cerita bagaimana ia berusaha
meyakinkan ibunya bahwa ia harus menikah dengan Manen. Tiba-tiba
terasa tokoh Monang ini terasa tak wajar -- sebagaimana tokoh
Raumanen -- diciptakan hanya demi berjalannya kisah. Tanpa
melukiskan usaha apa yang dilakukan Monang terhadap ibunya,
hanya membuat kita merasa bahwa Marianne menghindarkan itu hanya
ingin mempertahankan ide ini ibu Monang tidak hadir dalam novel
tapi membayangi keseluruhan cerita.
Alhasil yang sangat menolong novel ini memang hanya cara
penyusunan ceriranya saja. Dan agaknya itu dilakukan Marianne
dengan pintar: dengan rcncana dan pengetahuan yang kaya.
BB
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini