Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengusaha makanan atau ibu rumah tangga biasanya memanfaatkan zat kimia untuk mengawetkan makanan. Jenisnya sangat beragam. Pengawet yang paling populer antara lain natrium benzoate, yang membuat acar dan buah kering lebih tahan lama; natrium bisulfit, sebagai pengawet makanan beku; dan asam sorbat, yang bermanfaat mengawetkan makanan yang dikemas di dalam kaleng atau botol.
Seiring dengan berkembangnya teknologi, peneliti menemukan, penggunaan zat pengawet yang diperbolehkan pun tetap menimbulkan efek samping bagi kesehatan. Zat pengawet itu juga mengakibatkan kerusakan kandungan bahan pangan.
Kekhawatiran konsumen bertambah serius karena tak jarang pengusaha malah mengakali jenis zat pengawet yang tak diizinkan digunakan untuk makanan buat menekan biaya produksi. Akibatnya, konsumen menjadi pihak yang dirugikan oleh ulah para produsen yang berdalih sekadar mencari keuntungan itu.
Untuk mengatasinya, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) mengembangkan teknologi pengawet makanan menggunakan sinar radiasi gama atau iradiator. Proses pengawetan makanan secara fisika itu diklaim lebih aman ketimbang menggunakan zat kimia yang selama ini digunakan pada makanan berkemasan.
Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto menjelaskan, sinar gama merupakan radiasi yang memiliki energi tinggi sama seperti sinar-X . Energi tinggi tersebut dapat merusak sel-sel makhluk hidup, termasuk bakteri yang menyebabkan makanan cepat membusuk.
Iradiator menggunakan sumber radioaktif pancaran sinar gama yang langsung ke makanan. Proses ini disebut iradiasi. "Pancarannya langsung membunuh mikroorganisme pada makanan," kata Djarot saat ditemui di kantornya di kawasan Serpong, akhir pekan lalu.
Iradiator merupakan bagian dari proyek pembangkit listrik tenaga nuklir eksperimen Batan. Anggarannya Rp 70 miliar. Proyek ini menggaet para peneliti Rusia. Meski memicu kontroversi karena dibangun di permukiman dengan biaya Rp 1,7 triliun, Djarot optimistis proyeknya selesai pada 2017.
Iradiator dibangun di atas lahan seluas 300 meter persegi, yang terbagi dalam tiga ruangan. Ruangan pertama berfungsi untuk meletakkan makanan yang akan ditembak dengan sinar gama. Barang yang dikemas di dalam kotak disusun dan dijalankan dengan konveyor menuju ruang iradiasi. Di ruangan ini, produk menjalani rute tertentu agar penyinarannya merata dari radiasi gama Co-60 (kobalt-60). Setelah disinari, produk masuk ke ruangan pengiriman.
Menurut Djarot, semua jenis makanan bisa diawetkan dengan menggunakan teknologi ini. Ia menjamin makanan olahan seperti rendang bahkan bisa awet dan layak makan sampai enam bulan setelah dimasak. Teknologi ini cocok untuk mengawetkan makanan yang akan dikirim atau dijual jarak jauh.
Dengan bantuan iradiator, Batan ikut menolong korban gempa di Nepal beberapa waktu lalu. Djarot mengatakan makanan yang dikirim sudah diawetkan dengan sinar radiasi. "Makanannya bisa awet hingga berbulan-bulan," ujarnya. Ia berharap teknologi ini juga bisa dimanfaatkan industri makanan atau pengusaha kecil dan menengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo