Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Komitmen pemerintah membangun pembangkit listrik tenaga nuklir tampak dari perombakan regulasi.
Draf peraturan pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) sudah sampai meja Menteri Sekretaris Negara.
Selain menjalankan KEN, pemerintah harus menerbitkan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan serta membuat organisasi pelaksana program energi nuklir.
MENJAWAB keraguan ihwal rencana pemerintah mengeksekusi rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pertama, Agus Puji Prasetyono menjabarkan komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) itu menyatakan pemerintah mulai merombak pelbagai regulasi yang mendefinisikan pembangkit nuklir sebagai pilihan energi terakhir. “Maka kami harus memperbarui Kebijakan Energi Nasional (KEN),” kata Agus saat ditemui dalam acara Anugerah Dewan Energi Nasional 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, pada Rabu, 11 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak hanya memasukkan nuklir sebagai penyeimbang energi terbarukan, pemerintah bahkan menargetkan membangun 54 gigawatt PLTN pada 2060. Agus menjelaskan, kegiatan operasional PLTN pertama bakal dimulai pada 2032 dengan kapasitas 2 gigawatt. Target ambisius ini disebut sebagai upaya menyelamatkan Indonesia dari middle-income trap atau biaya produksi tinggi akibat mahalnya energi. Hal ini berhubungan dengan rendahnya pendapatan per kapita per tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agus juga menerangkan panjang-lebar ihwal pilihan teknologi dan potensi negara yang akan digandeng untuk mewujudkan cita-cita memiliki PLTN. Kepada Avit Hidayat dari Tempo, Rektor Universitas Oesman Sapta Odang di Pontianak, Kalimantan Barat, itu juga memaparkan tahapan-tahapan pengembangan PLTN.
Mengapa kita membutuhkan PLTN?
Karena kita butuh sebanyak-banyaknya energi terbarukan. Itu pun kalau dimaksimalkan hitungannya hanya dapat 890 terawatt-hour (TWh). Kalau ada penerapan CCS (carbon capture and storage) dan CCUS (carbon capture utilization and storage), hanya dapat 500 TWh. Terus, kalau semua gelombang laut kita pasangi untuk memanfaatkan energi kinetik, ditambah ada baterai, total kapasitas energi yang tersedia sekitar 1.590 TWh. Padahal kebutuhan kita pada 2045 adalah 1.700 TWh. Kurang 110 TWh. Jadi harus ada energi baru.
Mengapa pilihannya nuklir?
Nah, energi baru itu apa, tidak lain adalah nuklir. Jadi pada 2045 harus ada energi dari nuklir sekitar 150 TWh dengan kapasitas 18 gigawatt. Maka KEN, yang menjadi tanggung jawab Dewan Energi Nasional, harus kami perbarui. Nuklir bukan pilihan energi terakhir seperti sebelumnya.
Draf revisi peraturan pemerintah tentang KEN sudah sampai mana?
Sudah kami perbarui. Sekarang ada di meja Sekretariat Negara dan sempat dikembalikan untuk direvisi. Draf itu sempat akan ditandatangani presiden, tapi kemudian presiden berganti. Kemudian diminta supaya matching dengan visi dan misi Pak Prabowo Subianto. Bulan ini harus selesai. Jadi pada 2025 pembangunan PLTN harus sudah berjalan.
Kenapa Utusan Khusus Presiden Bidang Energi Hashim Djojohadikusumo mengusulkan PLTN 5 gigawatt hingga 2040 pada Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP29) di Azerbaijan?
Saya tidak tahu persis alasannya. Namun, yang jelas, 5 gigawatt itu adalah bagian dari bauran energi kita nantinya. Kenapa 5 gigawatt? Untuk pemakaian langsung buat smelter nikel dan bauksit, kebutuhannya memang sekitar itu.
Seberapa serius Presiden Prabowo menyiapkan infrastruktur national position sesuai dengan persyaratan dari Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA)?
Sikap Presiden yang disampaikan melalui Pak Hashim di COP29 di Azerbaijan itu bisa dikatakan sebagai national position kita secara politis. Kalau bicara national position itu kan secara politis dan regulasi. Jika politik ada tapi enggak ada regulasi, enggak jalan. Kalau regulasinya ada, tapi sisi politisnya enggak ada, enggak jalan juga.
Supaya dua-duanya ada, revisi KEN harus berjalan, Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan harus jadi, dan Organisasi Pelaksana Program Energi Nuklir (NEPIO) juga harus jadi.
Pembangunan PLTN itu memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau swasta?
Yang saya lihat, karena mungkin keterbatasan dana dan lain-lain, enggak bisa mutlak memakai dana APBN. Jadi, jika ada tawaran dari swasta, nanti kita bisa bekerja sama.
Sudah ada negara yang dilirik untuk diajak bekerja sama?
Oh, semua negara sudah diajak dan kebetulan sudah datang ke kami, dari EDF (Électricité de France SA), Prancis; KHNP (Korea Hydro & Nuclear Power), Korea Selatan; CNNC (China National Nuclear Corporation), Cina; hingga Toshiba dari Jepang. Jadi sudah banyak yang datang. Bahkan kemarin ThorCon International dari Amerika Serikat juga datang.
Kami memandang semua sama, silakan mengajukan. Tapi kami lihat APBN terbatas. Kami upayakan menjalankan kerja sama dengan mekanisme sharing. Di dalamnya tercantum TKDN (tingkat komponen dalam negeri). Ada pula transfer teknologi serta education and training. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo