Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Planet Baru Johny

Seorang astronom Indonesia di Jerman berhasil menemukan sebuah planet baru.

4 Juli 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH planet baru di luar tata surya kita ditemukan. Jurnal internasional Astronomy & Astrophysics terbitan Juni lalu menulis tentang penemuan planet berjarak miliaran kilometer dari bumi itu. Bukan temuan itu saja yang menarik, penemunya juga penting: Johny Setiawan, pemuda 31 tahun asal Indonesia yang tinggal di Jerman. Johny bekerja dalam tim dari Max-Planck Institut fur Astronomie, Heidelberg, sebuah lembaga penelitian paling bergengsi di Jerman.

Planet gas yang ditemukan cukup istimewa. Massanya enam setengah kali Jupiter, planet terbesar dalam sistem tata surya kita. Planet baru itu mengitari sebuah bintang raksasa dengan massa hampir dua kali matahari. Bintang raksasa itu dinamakan HD 11977. Untuk sementara, planet baru ini dinamakan HD 11977 B. Nama yang mirip nomor kendaraan itu diambil dari katalog yang disusun Henry Draper, seorang astronom amatir Amerika.

Penemuan planet ekstrasolar, atau di luar tata surya, itu harus menunggu hampir enam bulan sebelum mendapat pengakuan internasional dan dipublikasikan jurnal ilmiah. Dengan publikasi di jurnal tadi, kerja keras Johny dan timnya diakui dunia internasional.

Penghargaan yang pantas untuk tim yang tekun itu. Johny dan tim astronom MPIA Heidelberg sudah mengikuti pergerakan bintang kelas menengah HD 11977 sejak 1999. Kerja keras menghitung cahaya bintang yang diuraikan menjadi garis-garis spektrum seperti pelangi itu baru menunjukkan hasil setelah enam tahun. Menggunakan spektograf beresolusi tinggi yang ditempatkan di teleskop berdiameter 2,2 meter di European Southern Observatory di La Silla, Cile, akhirnya jejak planet baru tadi bisa dilacak. "Jika bintang bergerak mendekat atau menjauh, garis spektrum akan bergeser menjadi panjang atau pendek sesuai arah pergerakan. Ini menjadi bukti ada benda yang mengitari bintang," kata Johny.

Tapi Anda jangan berharap dapat menyaksikan wujud planet baru itu. Jarak sistem HD 11977 B tercatat sekitar 200 tahun cahaya dari bumi. Itu artinya, jarak yang ditempuh dalam satu tahun, sekitar 9,46  + 1012 kilometer dikalikan lagi dengan 200. Silakan Anda hitung sendiri betapa jauh jarak itu. "Pendeteksian planet secara langsung butuh teleskop berdiameter 30-100 meter," kata Johny.

Temuan Johny bisa menguak misteri revolusi sebuah tata surya. Bintang raksasa HD 11977 diketahui tingkat evolusinya lebih tua daripada matahari.

Ukurannya 10 kali lipat matahari, atmosfer luarnya sudah melebar. Dengan mempelajari cadangan hidrogen sebagai sumber energi inti bintang raksasa, Johny berharap matahari bisa dipelajari lebih lengkap. "Kelak, beberapa miliar tahun lagi, matahari kita juga akan mencapai tahap itu," kata Johny. Dan "kiamat"—mungkin—akan dimulai ketika itu.

Para ilmuwan dunia memang berlomba melakukan eksplorasi benda-benda langit di luar tata surya. Sampai sekarang, tak kurang dari 135 planet ekstrasolar telah ditemukan. Sebetulnya, planet HD 11977 B ini bukan planet pertama yang ditemukan Johny. Sejak bergabung di Max-Planck Institut, ada dua planet ekstrasolar lain yang ditemukannya. Penemuan planet pengedar bintang HD 122430 dimuat dalam National Geographic Jerman edisi Juni 2003.

Staf pengajar Departemen Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB) Moedji Raharto memuji penemuan ini. Penemuan planet ini sangat penting artinya dalam upaya memahami kelahiran tata surya baru. Matahari dan sembilan planet yang kita kenal ternyata bukan satu-satunya benda di tata surya. "Sampai sekarang pembentukan tata surya kita itu masih misteri," kata Moedji.

Kesempatan untuk menguak misteri benda-benda langit ini memang terbuka luas bagi Johny. Institut tempatnya bekerja memang punya proyek pencarian planet ekstrasolar yang serius. Kecanggihan peralatan di sana sudah jauh jika dibandingkan dengan Departemen Astronomi ITB yang sekadar bisa membuat model planet ekstrasolar dengan teleskop di Observatorium Bosscha. "Dengan kemampuan peralatan di sini, memang, tidak akan mungkin," kata Moedji.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus