Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah, Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Agus Budianto mengatakan, bencana tanah longsor di kawasan Freeport di mile post (MP) 74, Tembagapura, Papua, pada Sabtu, 2 Maret 2019 dipicu curah hujan tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Curah hujan tinggi. Jadi di wilayah Indonesia di bulan Maret ini, tinggi, apalagi di zonanya Papua di daerah Mimika itu zona merah, jadi potensi gerakan tanahnya memang tinggi,” kata dia saat dihubungi Tempo, Senin, 4 Maret 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agus mengatakan, hujan menjadi pemicu longsor terjadi di jalan akses menuju kawasan tambang Freeport tersebut. Jalan akses dibangun dengan memotong bukit dengan sudut kemiringan tinggi. “Di situ daerah perbukitan, dipotong untuk pertambangan, wajar lah, di sana kemiringannya juga memang tinggi, dan batuannya karena memang daerah tambang, daerah patahan, di situ batuannya rentan,” kata dia.
Menurut Agus, longsor yang terjadi di jalan akses di kawasan tambang Freeport tersebut menjadi peringatan bagi pengelola pertambangan itu. “Mereka harus hati-hati di sepanjang jalur jalan itu. Ini suatu warning sebenarnya. Piihannya gak mungkin di suruh pindah, tinggal bagaimana mewaspadai hujan, tebing terjal, jadi mereka harus menyiapkan pemantauan juga,” kata dia.
Agus mengatakan, pengelola tambang Freeport sudah mengetahui potensi longsor tersebut. Bencana longsor yang terjadi akhir pekan lalu di kawasan pertambangan itu bukan yang pertama. “Biasa terjadi, dan di Freeport bukan sekali saja, tapi sudah berulang kali. Walaupun bukan di tempat yang sama, tapi masih di lokasi-lokasi tambang itu sendiri,” kata dia.
Agus mengatakan, longsor yang terjadi bukan disebabkan oleh aktivitas pertambangan Freeport. “Itu kan terjadi pas di jalur jalan. Persoalannya sederhana, namanya dibuka jalur jalan itu, memotong punggung (bukit), mau tidak mau harus hati-hati pada saat hujan seperti ini. Terutama di lereng-lereng yang terbuka yang banyak retakan. Itu memang harus dikontrol rutin oleh si pengguna jalan atau pun dari perusahaan,” kata dia.
Agus mengatakan, PVMBG memberikan sejumlah rekomendasi. “Rekomendasi yang diberikan umum saja, hal-hal yang biasa direkomendasikan. Intinya bagaimana membuat tebing atau lereng stabil, kalau tidak bisa dibuat stabil berarti harus dimonitoring kalau curah hujan tinggi, jadi menghindar pada waktunya,” kata dia.
Pengelola tambang Freeport juga disarankan untuk memantau lereng di sepanjang jalur jalan akses menuju pertambangan itu, khawatir terjadi retakan yang menjadi pintu masuk meresapnya air. “Harus diperhatikan jalur air. Intinya, kalau di musim penghujan ini tinggal dipantau,” kata Agus.
Agus mengingatkan, dengan potensi curah hujan tinggi pada bulan Maret ini, ancaman longsor hingga longsor susulan berpotensi terjadi di jalan akses kawasan pertambangan Freeport.
Situasi berbeda pada longsor yang terjadi di kawasan pertambangan liar di tanah longsor di areal Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di Desa Bakan Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, yang terjadi pada Selasa, 26 Februari 2019 pukul 21.00 WITA. “Kalau seperti itu persoalannya jadi lain karena itu adalah longsor yang diciptakan. Nanti larinya itu pada pemantauan dari pemerintah daerah setempat,” kata Agus.
Sebelumnya, juru bicara PT Freeport Reza Pratama secara terpisah membenarkan terjadinya insiden tanah longsor di MP 74. Tak hanya aparat keamanan, manajemen PT Freeport juga masih fokus evakuasi para karyawannya. Kawasan MP 74 sendiri merupakan pabrik pengolahan.