Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Stadion Utama Gelora Bung Karno menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Suya berdaya 420 kilowatt yang akan ditambah sebesar 1,2 megawatt pada 2023.
Saat ini, selain stadion utama, Stadion Akuatik dan Gedung Parkir A dan B memiliki PLTA Atap dengan total daya 1,5 megawatt.
Dengan PLTS Atap 1,5 megawatt, Komplek GBK dapat menghemat tagihan listrik sebesar 5,5 persen atau Rp 700 juta per tahun.
SAMBIL menaiki tangga ke atap Stadion Utama Gelora Bung Karno (Stadion GBK), Senayan, Jakarta, Budi Haryanto menjelaskan ada 97 titik yang dipasangi panel surya di pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di atap stadion yang berbentuk temu-gelang itu. Petugas kelistrikan Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK) tersebut menyebutkan setiap titik memiliki 15 frame panel surya yang disusun tiga baris melintang di antara dua bidang miring atap stadion berkapasitas 77.193 penonton itu. “Daya yang dihasilkannya 420 kilowatt-peak,” tutur Budi, Rabu, 10 November lalu.
PLTS Atap, kata Budi, mulai dipasang saat renovasi Stadion GBK untuk menyambut Asian Games 2018. Tidak hanya area stadion utama, menurut anggota Dewan Pengawas PPKGBK, Winarto, PLTS atap juga dibangun di Stadion Akuatik yang berdaya 80 kilowatt-peak (kWp) serta di Gedung Parkir A dan B dengan kapasitas 1.000 kWp. “Jadi total ada sekitar 1,5 megawatt peak (MWp) panel surya yang telah terpasang di GBK,” kata Winarto saat dihubungi, Rabu, 17 November lalu.
PLTS atap ini, ujar Budi, melengkapi sumber energi yang berasal dari jaringan listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). “Listrik PLTS atap digunakan pada siang hari untuk keperluan tenant-tenant dan kantor pengelola,” ujarnya. PLTS atap ini, kata Winarto, menghemat tagihan listrik sebesar 5,5 persen atau Rp 700 juta per tahun. “Setiap bulan kami membayar lebih dari Rp 1 miliar, atau kalau ditotal Rp 12,7 miliar setahun. Karena pakai PLTS, bayarnya hanya Rp 12 miliar,” ucapnya.
Merasakan manfaat PLTS atap itu, PPKGBK pun bakal menambahkan kapasitas sebesar 1,2 megawatt-peak. Penambahan daya ini hasil kerja sama dengan PT Pertamina Power Indonesia. Nota kesepakatan kerja sama ditandatangani pada 16 Maret lalu oleh Direktur Utama PPKGBK Rakhmadi A. Kusumo dan Direktur Utama PT Pertamina Power Indonesia Dannif Danusaputro, disaksikan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati.
PPKGBK akan menyiapkan lokasi PLTS dan Pertamina melakukan studi kelayakan teknis, termasuk jenis panel surya yang relevan, analisis kekuatan struktur bangunan, sistem kelistrikan, dan keamanan publik. Kepala Divisi Pembangunan dan Pemeliharaan PPKGBK David Prastyan mengatakan model kerja sama ini bersifat sponsorship. “Nanti ada semacam tulisan ‘PLTS supported by Pertamina’ yang dipasang di beberapa titik. Mungkin durasinya selama lima tahun,” kata David saat dihubungi, Jumat, 19 November lalu.
Menurut David, PLTS atap 1,2 mWp itu bakal dipasang untuk menutupi seluruh atap Stadion GBK. Pemilihan lokasi ini, kata David, melalui kajian teknis permodelan dengan mempertimbangkan berat panel surya yang lebih ringan dari produk lama yang terpasang. “Yang lama itu berat satu panel bisa mencapai 25 kilogram. Kalau yang baru kisarannya 5-9 kilogram saja,” tuturnya. “Bobotnya lebih ringan sehingga bisa dipasang ke semua atap dan juga tak mengganggu struktur rangka yang sudah berumur puluhan tahun.”
Dengan tambahan daya 1,2 mWp, kata David, semua kebutuhan listrik di SUGBK tak perlu lagi dipenuhi listrik PLN pada siang hari. “Mungkin kami bakal bertambah hemat Rp 700 juta lagi per tahunnya,” ucapnya. Menurut David, saat ini PPKGBK dan Pertamina terus merampungkan kelengkapan administrasi, termasuk kajian teknis dan dokumen kontrak yang diharapkan selesai pada pertengahan 2022. “Kalau pengerjaan paling enam bulan. Jadi pada 2023 kami bisa menikmati PLTS yang baru.”
Selain kawasan GBK, fasilitas olahraga lain yang bakal menggunakan energi terbarukan ini adalah Jakarta International Stadium (JIS) di Tanjung Priok, Jakarta. Atap stadion bertaraf internasional yang bisa dibuka-tutup itu dirancang khusus mampu menyerap energi surya. Corporate Secretary PT Jakarta Propertindo Hani Sumarno mengatakan proyek JIS menyasar level platinum—kategori tertinggi bangunan hijau. “Salah satunya penilaian kategori ini adalah penggunaan panel surya,” kata Hani, Jumat, 26 November lalu.
Rencananya, menurut Hani, panel surya itu akan dipasang pada atap sebanyak 20 frame untuk kedua sisi atap, utara dan selatan. PLTS Atap ini diharapkan bisa menyumbangkan hingga maksimal 5 persen kebutuhan listrik di stadion berkapasitas 82 ribu penonton tersebut. Hani mengatakan pengoperasian bangunan stadion utama diperkirakan akan memakai daya listrik kurang-lebih 7 megavolt ampere (7 MW). “Sesuai dengan desain kami, cukup masif ya penggunaan listriknya,” ujarnya.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia Fabby Tumiwa, banyak fasilitas olahraga menggunakan PLTS atap karena biaya investasinya makin murah dari tahun ke tahun. Menurut catatan Fabby, biaya investasi tersebut telah turun sampai 90 persen. “Sekitar 10 tahun lalu harga PLTS Atap masih mencapai lebih dari US$ 15 ribu per kWp,” ujar Fabby, Senin, 1 November lalu. Kini, ujar Fabby, biaya rata-rata PLTA atap di tingkat dunia hanya US$ 400-500 per kWp. Adapun di Indonesia, biaya investasi PLTS berkisar Rp 13-18 juta per kWp.
Menurut Fabby, yang juga Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), permintaan pembangunan PLTS, khususnya PLTS atap, akan meledak seiring dengan langkah berbagai negara dalam menekan emisi karbon atau dekarbonisasi. Dia memproyeksikan kapasitas PLTS akan meningkat dari semula 160 gigawatt (GW) per tahun menjadi 650 GW per tahun. Menurut IESR, 9-11 persen dari 75 juta rumah tangga menengah ke atas di Indonesia berpotensi memasang PLTS atap.
Meski diprediksi terus tumbuh, Fabby mengakui terdapat sejumlah tantangan yang dirasakan pelaku industri tenaga surya untuk berkembang. Salah satunya, mayoritas bahan baku komponen PLTS masih bergantung pada impor. Ia mencontohkan low iron glass untuk modul surya yang mesti diimpor dari Cina atau India. “Kami dorong pemerintah untuk membangun industri PLTS dari hulu ke hilir,” tutur Fabby. Menurut dia, AESI mendorong tumbuhnya PLTS atap seperti di Stadion GBK melalui Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap hingga 2030.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo