Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gary Verwer, 76 tahun, kini merasa senang karena mampu berjalan lima kilometer tanpa lelah. Dulu, jangankan lima meter, "Berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi saja tidak bisa kulakukan tanpa istirahat dulu," kata warga Napa, California, Amerika Serikat, itu, seperti dikutip kantor berita AP. Saat itu, Verwer mengalami masalah pada katup aorta jantungnya.
Jantung bermasalah tentu ihwal serius bagi orang seusia dia. Dokter sudah memvonisnya harus mendapatkan katup baru jika ingin tetap hidup. Masalahnya, Verwer pernah menjalani operasi bypass pada 1988. Tindakan operasi kedua pada jantung akan sangat berisiko bagi keselamatannya. Dilema ini sempat bikin dia putus asa.
Namun dokter lalu membawa kabar baik. Perusahaan Edwards LifeÂsciences Corp berhasil membuat katup aorta buatan yang fleksibel. Ukuran alat itu lumayan kecil, cukup untuk dimasukkan ke dalam kateter. Dengan kateter inilah katup buatan bisa "dikirim" untuk menggantikan aorta yang bermasalah. Dus, operasi jantung bisa dilakukan tanpa tindakan pembedahan.
Tahun lalu Verwer menempuh cara itu, dan sukses. Kepada wartawan, dia menunjukkan bekas operasi di belahan dadanya. "Bagian belahan dada ini adalah hal yang tidak menyenangkan. Sungguh menakjubkan aku tidak harus melalui operasi seperti itu lagi."
Metode ini tampaknya cukup penting bagi penanganan penderita jantung. Di seluruh dunia, kasus katup jantung bocor seperti yang dialami Verwer menimpa jutaan orang. Semestinya cara baru ini bakal menolong banyak penderita lolos dari maut.
Katup adalah gerbang utama jantung. Oleh suatu sebab, bagian ini dapat menjadi kaku dan menyempit. Jika itu terjadi, jantung akan berupaya keras mendorong darah untuk melewatinya. Mereka yang menderita penyakit ini harus menjalani operasi penggantian katup. Tanpa tindakan ini, setengah dari pasien meninggal dalam waktu dua tahun. "Ini (sudah) seperti hukuman mati," ujar John Harold, dokter spesialis jantung di Los Angeles yang juga Presiden College of Cardiology. Dengan operasi kateter, seperti yang dijalani Verwer, angka kematian bisa ditekan.
Operasi kateter memang bukan metode baru. Hanya, operasi ini biasanya khusus dilakukan untuk membuka penyumbat arteri dan memperbaiki masalah irama jantung. Dengan kemajuan teknologi, metode ini bisa diterapkan untuk penggantian katup, denyut jantung tidak teratur, lubang di jantung, dan cacat lainnya.
Berbagai temuan baru untuk menangani penyakit itu dipamerkan dalam American College of Cardiology Conference di San Francisco, Amerika Serikat, Maret lalu. Alat-alat yang digelar, selain katup aorta itu, ada Lariat dari SentreHeart Inc dan Watchman dari Boston Scientific Corp. Keduanya digunakan untuk penanganan masalah irama jantung.
Juga ada Amplatzer buatan St Jude Medical Inc untuk cacat atau kelainan jantung dan ring dari Terumo Corp untuk masalah penyumbatan pembuluh darah. Yang tak kalah menarik perhatian adalah penggunaan gelombang radio dan kateter untuk menyerang saraf di dekat ginjal bagi penderita tekanan darah tinggi.
Bagi pasien jantung di Indonesia, kabar baiknya adalah para dokter spesialis jantung lokal mampu menggunakan semua metode anyar tersebut. "Kendalanya adalah harga alat yang sangat mahal," kata Doni Firman, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.
Doni mengungkapkan metode kateter untuk katup aorta dilakukan dengan memasukkannya dari paha. Nantinya katup yang sudah tak berfungsi akan dibiarkan dan tidak dibuang. Katup lama ini sebelumnya sudah dibalon untuk kemudian didesak dari posisinya.
Karena mengalami kendala harga yang mahal, pemasangan katup aorta sintetis memang belum pernah dilakukan dokter di Indonesia. Tapi untuk jenis tindakan terhadap problem jantung lainnya—tanpa pisau bedah—sudah bisa dilakukan. Hal itu dimungkinkan karena dokter menggunakan produk yang harganya lebih murah.
Untuk penyumbatan pembuluh darah, misalnya, ada produk buatan Jepang keluaran Abbott. Ini sudah jamak dipakai. Pemilihan produk lebih murah sengaja dilakukan karena kasus ini yang paling banyak ditangani Rumah Sakit Harapan Kita. "Ada 2.500 kasus per tahun," ujar Doni.
Produk lain untuk kasus penyumbatan darah adalah ring terbaru buatan Terumo. Alat ini memiliki penyangga yang bisa larut dalam tubuh dan disebut bioabsorÂbable stent. Penggunaannya juga lebih mudah dan aman karena ia dimasukkan melalui lengan, bukan pangkal paha. Selain itu, bahan yang digunakan tak mengandung polimer, yang dapat menyebabkan trombosis.
Cara pemasangan ring baru itu tanpa harus melakukan pembiusan kepada pasien. Caranya, dibuat sayatan untuk memasukkan sebuah alat berukuran 2-2,3 milimeter ke arteri. Ketika alat itu sampai di muara jantung, dimasukkan kawat kecil yang akan menjadi rel untuk jalannya balon. Setelah dilebarkan, ring dipasang agar tidak terjadi penyempitan secara cepat.
Operasi tanpa pembedahan juga bisa dilakukan untuk mengatasi kelainan jantung bawaan. Penggunaan Amplatzer untuk menangani penyakit itu dilakukan seperti pemasangan ring. Teknik ini sudah sangat kerap dilakukan para spesialis jantung dan pembuluh darah di Indonesia. "Teknologinya tidak terlalu baru," ucap Doni.
Yang baru adalah penanganan pada penderita tekanan darah tinggi dengan teknik kateter. Biasanya dokter menyarankan penggunaan obat-obatan, selain menjaga makanan bagi penderita. Namun cara ini kadang kurang cespleng. Teknik paling anyar adalah dengan memberikan aliran listrik atau mematikan saraf pada pembuluh darah ginjal.
Penggunaan operasi kateter lain adalah untuk penanganan irama jantung yang tidak umum. Penyakit ini muncul jika ruang atas jantung berdetak terlalu cepat atau terlalu lambat. Hal itu bisa menyebabkan darah berkumpul dalam kantong kecil dari serambi jantung. Akibatnya gumpalan darah terbentuk di kantong itu dan berjalan ke otak. Inilah yang menyebabkan stroke. Nah, untuk mengatasi stroke itulah bisa digunakan Lariat (laso kecil).
Sistem tersebut berjalan dengan menggunakan dua kateter yang bertindak seperti sumpit. Satu kateter beraksi melalui pembuluh darah dan masuk ke kantong memandu penempatan perangkat. Kateter kedua menyodok di bawah tulang rusuk ke bagian luar jantung. Lalu sebuah laso dilepaskan untuk mengelilingi bagian atas kantong itu dan mengikatnya.
Perangkat lain untuk kasus ini adalah Watchman. Bentuknya mirip payung kecil yang didorong melalui pembuluh darah. Setelah di dalam jantung, alat tersebut dibuka untuk menyumbat kantong bermasalah. Menurut Dicky Hanafy, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di Rumah Sakit Harapan Kita, alat yang mirip dengan Watchman dan rutin digunakan adalah Amplatzer. "Kita tutup kantong jantung untuk mencegah stroke," ujarnya.
Penggunaan Lariat yang lazim dipakai di Amerika tidak digunakan lantaran lebih susah dan berisiko. Prosedur ini juga harus dilakukan oleh dokter ahli bedah. "Ngapain memilih yang susah kalau ada yang lebih gampang? Hasilnya juga sama bagus," kata Dicky.
Penyakit jantung, betapa frasa itu kerap membuat giris yang mendengar—apalagi yang mengalaminya. Teknik operasi jantung tanpa pisau bedah untuk segala macam penyakit jantung ini semestinya bisa menepis rasa takut itu. Gary Verwer sudah membuktikannya….
Erwin Zachri
Pemasangan katup aorta tanpa operasi (lewat kateter)
Sebuah tim ahli jantung intervensi dan spesialis pencitraan, ahli bedah jantung, serta ahli anestesi jantung bekerja sama memanfaatkan fluoroskopi dan ekokardiografi untuk memandu katup pengganti ke lokasi katup jantung yang bermasalah.
- Sebuah kateter ditempatkan di arteri femoralis (di selangkangan) dan dipandu kedalam bilik jantung
- Kateter balon di katup aorta yang bermasalah
- Katup buatan terkompresi ditempatkan pada kateter balon dan diposisikan secara langsung di dalam katup aorta yang bermasalah.
- Setelah dalam posisi yang benar, balon digelembungkan untuk mengamankan katup.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo