Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BANYAKNYA kasus patah tulang yang menyebabkan kecacatan menjadi keprihatinan dosen Departemen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Surabaya, Aminatun. Kondisi itulah yang mendorongnya melakukan riset tentang kandungan tulang untuk memulihkannya dari kerusakan. Dari risetnya diketahui bahwa kecacatan tulang bisa diisi dengan biomaterial yang kandungannya mirip tulang, bersifat kompatibel, tidak korosif, serta memiliki sifat mekanis dan fisik yang sesuai dengan fungsinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aminatun mengatakan hidroksiapatit (HA), yang memiliki rumus kimia Ca10 (PO4)6(OH)2, banyak digunakan sebagai bahan pengisi kecacatan tulang karena sifatnya yang bioaktif dan osteo-konduktif. Sifat ini dapat mendukung proses remineralisasi tulang karena mampu merangsang tumbuhnya sel tulang. “Untuk memenuhi kebutuhan pengisi tulang tersebut, tebersit suatu ide memanfaatkan tulang sotong, yang diketahui mengandung 85 persen kalsium karbonat,” kata Aminatun, Rabu, 6 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama ini, tutur Aminatun, tulang sotong hanya dipakai sebagai pakan burung karena kandungan kalsiumnya itu. Mengingat kandungan kalsium dalam tulang sotong yang sangat besar, untuk meningkatkan kemanfaatannya, tercetus ide menggunakannya sebagai material pengisi tulang yang cacat setelah diproses dengan tambahan bahan fosfat.
Aminatun menjelaskan, riset yang dia lakukan sejak delapan tahun lalu itu meliputi lima tahap. Pertama, mencari parameter proses optimum pembuatan HA melalui metode hidrotermal, yakni dengan mencampur kalsium karbonat tulang sotong dengan amonium dihidrogen fosfat. Dihasilkan parameter proses optimum metode hidrotermal, yaitu suhu 200 derajat Celsius selama satu jam. HA yang dihasilkan dari proses sintesis ini layak diaplikasikan dalam bone graft—prosedur operasi yang melibatkan cangkok tulang guna mengganti tulang yang rusak—tulang cancellous (tulang berongga).
Kedua, membuat ukuran HA menjadi nanometer melalui metode penggilingan high-energy milling (HEM). HEM adalah metode yang lebih praktis untuk menghasilkan material berukuran nano yang dapat dikembangkan dalam skala besar. Tujuannya, selain memperkecil ukuran partikel, adalah membuat struktur permukaannya lebih baik, mempercepat proses osteokonduksi dan osteointegrasi, serta menstimulasi aktivitas osteoblas untuk pembentukan sel-sel tulang yang baru.
Ketiga, melakukan uji coba serbuk HA secara in vivo pada tikus putih. Hasil uji in vivo pada tikus putih menunjukkan HA dari tulang sotong berpengaruh terhadap proses pertumbuhan tulang dengan terbentuknya osteoblas, osteoklas, woven bone, lamellar bone, sistem havers sampai terjadi perbaikan tulang. Pemberian HA berpengaruh pada waktu penyembuhan.
Keempat, membuat komposit bahan HA tulang sotong dengan berbagai jenis polimer untuk difungsikan sebagai kerangka (scaffold) tulang. Bahan polimer yang digunakan antara lain kitosan, kondroitin, sulfat, dan karboksimetil selulosa.
Kelima, menjadikan HA sebagai bahan pelapis implan logam SS316L, paduan kobalt dan paduan titanium. Riset ini masih berlangsung hingga sekarang. Pelapisan HA ini dimaksudkan untuk membentuk integrasi antara tulang dan material implan logam yang ditanam secara permanen di dalam tubuh.
Meskipun telah melewati lima tahap riset, Aminatun menjelaskan, untuk sampai bisa digunakan secara legal oleh pasien, inovasi ini masih membutuhkan waktu yang panjang. “Harapannya, riset ini bisa dilanjutkan untuk uji praklinis, uji klinis, dan siap dimanfaatkan langsung pada orang yang membutuhkan,” ucapnya. Dengan memanfaatkan kalsium dari limbah, diperkirakan harganya lebih murah daripada bahan yang dipakai saat ini. “Rencana pengembangan ke depan ialah membangun kerja sama dengan industri.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo