Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sampah medis tak diolah
Cara berkomunikasi antargenerasi
Sampah Medis
BARU-baru ini, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia meneliti sampah di Teluk Jakarta. Hasilnya, sampah plastik masih bertumpuk ditambah jenis sampah baru: sampah medis. Di antaranya alat pelindung diri berupa sarung tangan yang dibutuhkan dan dipakai selama masa pandemi virus corona.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil penelitian itu agak menyesakkan. Pertama, kita masih belum sadar bahwa mencemari lingkungan sama dengan menyakiti alam. Menyakiti alam sama saja membunuh masa depan kita. Pandemi virus corona telah membuktikan bahwa virus-virus akan bangkit dan menginfeksi manusia karena alam yang rusak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedua, berkaitan dengan yang pertama, bahkan untuk menangani pandemi pun kita mencemari lingkungan. Apakah tak ada sistem dan mekanisme untuk mendaur ulang sampah medis? Para peneliti mungkin perlu menelaah dan memberikan rekomendasi bagaimana cara mendaur ulang sampah yang efektif, murah, dan mudah.
Lingkungan yang makin rusak membuat kita makin terancam oleh pelbagai bencana. Semoga kita segera insaf.
Putri Hermawan
Bogor, Jawa Barat
Tip Berkomunikasi Antargenerasi
ADA lebih dari 700 juta hasil penelusuran Google untuk “kesenjangan generasi”. Beberapa survei mengangkat sejumlah bukti adanya perbedaan generasi, sementara yang lain menunjukkan kesamaan pola pikir manusia tidak peduli usia mereka.
Sebanyak empat dari sepuluh orang tua menelepon anak-anak mereka atau anggota keluarga yang lebih muda untuk mendapatkan bantuan seputar teknologi dari jarak jauh, sementara 25 persen generasi milenial mengaku menghindari anggota keluarga yang meminta bantuan mereka untuk teknologi.
Baby boomer, lahir antara 1945 dan 1965, sering disebut sebagai imigran digital karena tumbuh dengan teknologi pra-telepon seluler, seperti radio, televisi, dan telepon rumah. Penelitian terbaru menunjukkan generasi lebih tua antusias menggunakan teknologi baru. Dan, sebagai pendatang baru, mereka membutuhkan bantuan dari orang-orang yang memahami dunia digital.
Gen Y adalah mereka yang berusia 25-40 tahun pada 2021. Mereka juga dikenal sebagai milenial karena yang tertua beranjak dewasa pada sekitar pergantian milenium ketiga. Namun kadang generasi ini disebut sebagai “generasi bisu”, dengan 75 persen milenial menghindari panggilan telepon karena terlalu memakan waktu. Menjadi generasi pertama yang “lahir dengan keyboard di tangan mereka” dan dengan cepat merangkul kebangkitan media sosial, mereka generasi pertama yang mengalami intoksikasi digital.
Banyak orang milenial harus selalu siap sedia dihubungi orang lain hampir sepanjang waktu karena sekarang mereka dianggap sebagai segmen terbesar dari angkatan kerja dengan 61 persen di antaranya bekerja dari rumah, penuh ataupun paruh waktu. Itulah sebabnya generasi milenial mungkin tampak lebih protektif dalam hal ruang pribadi mereka. Bagi mereka, panggilan telepon invasif karena menuntut respons instan.
Kelompok demografis berikutnya, disebut Gen Z atau centennial, adalah generasi pertama yang tidak pernah mengenal dunia tanpa Internet. Menurut laporan Snapchat, Gen Z menghabiskan rata-rata 4 jam 15 menit per hari di ponsel mereka dengan 64 persen di antaranya terhubung setiap saat. Menariknya, saat generasi sebelumnya menunjukkan kemandirian di masa remaja, generasi muda baru ini justru lebih suka terhubung dengan keluarga dan menunjukkannya secara online.
Tren ini menjadi sangat signifikan selama masa pembatasan akibat Covid-19, ketika keluarga dikarantina bersama dan anak-anak mulai mengikat orang tua mereka untuk membuat konten bersama. Para bintang Gen Z mulai melibatkan orang tua dan saudara mereka yang lain dalam sejumlah lelucon (prank), sebagai karakter berulang dan partner berdansa, sehingga membuat konten tersebut viral.
Generasi terbaru, lahir pada awal 2010-an hingga pertengahan 2020, adalah generasi Alpha. Mereka generasi yang lahir pada tahun yang sama saat iPad generasi pertama dirilis dan Instagram diluncurkan. Meskipun sulit memprediksi bagaimana anak-anak dan siswa sekolah saat ini akan berperilaku ketika tumbuh dewasa, jelas sekarang, karena terekspos secara luas ke berbagai platform digital sejak usia dini, mereka akan dibentuk oleh teknologi.
Lebih dari 70 persen orang tua dari anak di bawah usia 12 tahun mengatakan mereka setidaknya agak khawatir ketika anak akan menghabiskan waktu terlalu banyak di depan layar. Dan, sembari menjelaskan kepada anak-anak cara mengakses teknologi dengan aman, kita harus memastikan mereka tahu cara menggunakan perangkat digital serta melakukan aktivitas online dengan tepat.
Indhina Saraswati
Jakarta
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo