Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, New York - Riset mengungkap tulang manusia modern tidak sekuat milik para leluhur. Tulang manusia modern tidak sepadat milik nenek moyang kita 1.000 tahun silam atau lebih, terutama pada sendi di seluruh kerangka. Perubahan pola hidup dari pemburu-pengumpul ke bertani diyakini menyebabkan tulang manusia menjadi lebih rapuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sejak menetap dan bertani, manusia telah meninggalkan kebiasaan hidup berpindah-pindah. Kondisi ini membuat tulang mereka melemah," kata pemimpin penelitian, Habiba Chirchir, seperti dikutip United Press International.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Chirchir dan tim peneliti di Museum Sejarah Alam Smithsonian pertama kali memperhatikan perbedaan struktur tulang ini saat menganalisis tulang primata dan manusia. Mereka melihat bahwa ujung tulang manusia-bagian dekat sendi yang terbuat dari tulang trabecular-kurang padat dan hampir seperti busa. Hal ini berbeda jika dibanding tulang primata.
Dalam percobaan lanjutan, tim peneliti menganalisis kepadatan tulang manusia dari masa ke masa. Tulang-tulang itu dirontgen dengan sinar-X dan dipindai menggunakan magnetic resonance imaging (MRI). Mereka berfokus pada struktur internal tulang, seperti tulang trabecular atau spons tulang, bagian yang memberi kekuatan tambahan pada tulang.
Colin Shaw, anggota tim peneliti dari University of Cambridge di Inggris, mengatakan tulang trabecular memiliki kelenturan yang jauh lebih besar dibanding tulang lainnya. Struktur dan bentuknya mudah berubah ketika mendapat beban di atasnya, dari silindris hingga menebal seperti piringan. Pada manusia pemburu-pengumpul, nyaris semua tulang menebal.
Hasil pengamatan menunjukkan manusia purba memiliki tulang trabecular yang jauh lebih padat daripada manusia modern. Kepadatan tulang pada manusia pemburu-pengumpul berusia 7.000 tahun ternyata 20 persen lebih besar dibanding tulang petani kuno berumur 700 tahun. "Makin sering digunakan, tulang menjadi lebih padat dan kuat," kata Shaw seperti dikutip dari laman Techtimes.com.
Chirchir awalnya mengira manusia mengembangkan tulang yang kurang berbobot ketika pertama kali bermigrasi keluar dari Afrika. Dalam hipotesisnya, ia menduga tulang yang kurang padat akan membuat perjalanan lebih mudah. Namun penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa tulang yang kurang padat baru dijumpai sejak 12 ribu tahun lalu, lebih jauh dari waktu yang diperkirakan.
Tim peneliti, dalam artikel yang dimuat dalam jurnal PNAS, menyatakan kehidupan manusia purba jauh lebih berat dibanding manusia yang lebih modern. Mereka harus menghadapi lingkungan yang keras. Sebagai pemburu dan pengumpul makanan, pola hidup manusia purba masih berpindah-pindah, mengikuti keberadaan hewan buruan.
Kondisi mulai berubah saat manusia menemukan cara menanam tanaman. Manusia yang lebih modern mulai mempelajari cara bertani. Dengan sumber makanan yang lebih stabil, manusia mulai tinggal menetap, tidak lagi berpindah tempat untuk berburu. Alhasil, perubahan pola aktivitas ini telah mempengaruhi kualitas tulang pada manusia modern.
Penelitian terhadap kerangka manusia telah dimulai sejak ratusan tahun lalu. Namun, temuan Chirchir merupakan yang pertama menggambarkan bahwa tulang manusia modern lebih rapuh pada bagian sendi di seluruh kerangka. "Bahkan pada petani kuno yang aktif mengerjakan tanah," kata Brian Richmond, anggota tim peneliti dari George Washington University.
Tren semakin rapuhnya tulang manusia tidak akan banyak berubah. Evolusi hominid selama 7 juta tahun telah menempa tubuh manusia purba lewat aktivitas fisik yang berat. Sebaliknya, kehidupan manusia modern semakin mudah karena beradaptasi dengan kemajuan teknologi, terutama 50-100 tahun terakhir. "Manusia berevolusi tidak hanya untuk duduk di mobil atau di depan meja," ujar Chirchir.
Simak riset menarik lainnya hanya di kanal Tekno Tempo.co.
UNITED PRESS INTERNATIONAL | TECHTIMES.COM | PNAS