MUSIM dingin awal tahun ini terasa lebih dingin lagi di Amerika
Utara. AS sebelah Barat Laut malah sempat disikat badai salju
berkecepatan 175 km/jam pertengahan bulan lalu. alan jalan
utama di Providence misalnya, macet karena salju setebal «
meter. Sementara sekurang-kurangnya 56 orang melayang
nyawanya akibat badai talju yang mengamuk selama 24 jam. Menurut
majalah Time, badai salju itu yang paling parah sejak 1888.
Sebelumnya, akhir Januari daerah Barat Tengah (Midwest) AS
juga diserang badai salju yang terparah selama seabad lalu.
Di tengah kedinginan itu, bayangan semacam krisis enerji nyaris
melanda AS. Sebab para buruh tambang batubara sampai 6 Maret
lalu sudah 91 hari mogok kerja. Kaum buruh tambang yang
tergabung dalam United Mine Workers menuntut kenaikan upah scrta
jaminan sosial, yang susah dipenuhi oleh majikannya.
Terpaksa Presiden Jimmy Carter sendiri turun tangan dengan
menerapkan Taft-Hartley Act, semacam undang-undang darurat yang
dapat diputuskan oleh Presiden AS apabila keselamatan umum
terancam. Kata Carter ketika mengumumkan UU darurat itu "Saya
bertanggungjawab untuk melindungi kesehatan dan keselamatan
publik Amerika, dan itu akan saya lakukan." Orang pun memafhumi,
sebab banyak pembangkit listrik di AS dijalankan dengan
batubara. Berarti kalau buruh tambang mogok terus, bisa-bisa
alat pemanas gedung-gedung di AS banyak yang macet. Lantas, mau
tidur dan mati beku?
Teori Lama?
Kali ini, bukan Uni Soviet yang dituding sebagai 'eksportir hawa
dingin' dengan menggunakan teknologi elektrostatika, seperti
fikiran sementara sarjana AS dan Kanada, tahun lalu. Mungkin,
lantaran musim dingin bersalju ekstra lebih merata melanda
belahan bumi sebelah utara, tahun ini. Tapi sementara itu, ada
teori baru --atau revitalisasi teori lama? -- yang dikembangkan
ahli-ahli cuaca AS untuk menjelaskan suhu di bawah titik beku
serta lapisan salju tebal musim dingin ini. Tokohnya terutama Dr
Robcrt Dcckcr, Dr Jarmes Kennett, Dr S. Reid Bryson dan Stephen.
Schneider dari National C.enter of Atmospheric Research,
Colorado (AS).
Kata Dr Decker, sehagaimana dikutip Thomas O'Toole dari
Wilshigton Post: "Cuaca yang sangat dingin ini mungkin
disebabkan oleh frekwensi letusan gunung berapi tahun lalu, yang
tiga kali lebih sering dari pada 1976.' Dua letusan vulkan yang
terbesar tahun lalu Maret 1977 di semenanjung Kamchatka, Uni
Soviet dan letusan gunung Aso di Pulau Kyushu, Jepang, Agustus
i977-telah mengorbitkan debu da.n ahu vulkan mengelilingi bumi
di atmosfir atas.
Belum lagi akibat letusan 28 vulkan lain tahun lalu serta
sekurang-kurangnya 7 vulkan yang sudah mulai batuk-batuk
berkepanjangan sejak 1976.
"Sudah sejak masa Benyamin Franklin orang mencatat bahwa
letusan-letusan gunung berapi akan disusul dengan cuaca panas,
lalu dingin," ujar Dr lobert Decker, yang kini sedang
memperdalam penelitiannya di Universitas Hawaii. Franklin adalah
dutabesar AS pertama di Perancis yang juga senang jurnalistik
serta penelitian alam secara praktis. Dia terkenal karena
percobaannya 'menangkap' petir dengan kunci yang diikat pada
layang-layang di tengah cuaca mendung. Untuk mengabadikan
namanya, penangkal petir yang juga merupakan ciptaannya disebut
Frarlklin rod.
Franklin dan Gunung Api
Nah, ketika sedang bertugas di Paris, Franklin mencatat
bagaimana letusan sebuah gunung berapi di Irlandia mengirim
kabut vulkanis ke atas Amerika Utara dan Eropa. Letusan itu
kemudian disusul dengan dua musim salju yang paling dingin di
masa itu. Pengamatan Franklin itu ditulis dalam kertas karyanya
tahun 1783. Di situ dia berteori, bahwa debu vulkanis di
atmosfir itu membendung sebagian sinar matahari ke bumi sehingga
cuaca di bumi semakin dingin Dua abad kemudian, pendapat
Benyamin Franklin itu diuji kebenarannya oleh Dr Decker dibantu
para klimatolog AS lainnya.
Decker sendiri, cenderung untuk membenarkan pendapat Franklin.
Katanya dalam pertemuan tahunan Himpunan Amerika untuk Kemajuan
Ilmu Pengetahuan di Washington, baru-baru ini: "Kami sudah yakin
bahwa letusan gunung berapi mendinginkan bumi Dan bumi yang
lebih dingin akan mempercepat arus udara yang bergerak ke
selatan Gejala itulah yang dapat menjelaskan suhu yang dingin,
salju tebal dan hujan lebat yang kita alami dalam musim dingin
ini."
Bukan hanya musim dingin ini, tapi juga musim dingin 1977 telah
didahului dengan letusan gunung berapi di Guatemala, 1975.
Begitu pendapat rekan Decker, Stephen Schneider. Tapi dia
menambahkan: "Kadang-kadang makan waktu setahun, atau 2-3
tahun bagi debu vulkanis ilu untuk tersebar meliputi seluruh
atmosfir bumi." Itu sehabnya ada kemungkinan bahwa musim dingin
1976-1977 itu, turut dicetuskan oleh letusan gunung berapi
Amerika Latin tahun 1975. Beberapa contoh lain, adalah musim
dingin yang ekstra dingin setelah letusan-letusan gunung berapi
tahun 1912, 1903, dan 1895.
Kalau begitu, boleh jadi letusan-letusan vulkan di Indonesia
juga punya andil membuat orang-orang Barat dan Jepang semakin
menggigil?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini