Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Derita Pulau Terpencil

Penduduk simeulue diserang muntah berak. perhubungan yang sulit membuat bantuan datang terlambat. sumber penyakit berasal dari sibolga dan padang. sebelumnya nias, sudah terserang wabah muntaber. (ksh)

18 Maret 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIMEULUE di serang muntah-berak. Bagi pulau terpencil di Samudera Indonesia, jauh dari pantai barat Aceh itu, serangan penyakit ini betul-betul jadi bencana. Perhubungan yang sulit membuat bala bantuan datang terlambat. Hingga penyakit yang dalam beberapa hari saja bisa membunuh itu, mendapat keleluasaan menjangkit ke seluruh pulau. Muntah-muntah dan berak-berak itu mulai menyerang minggu pcrtama Pebruari 1978. Agaknya kali inilah penduduk pulau itu berkenalan untuk pertama kali dengan penyakit tersebut, sedang sebelumnya dia hanya mengenal malaria. Tiga minggu setelah serbuan kuman muntah-berak itu barulah datang hantuan dari Meulaboh, ibukota kabupaten Aceh Barat. Ke Banda Aceh kabar berita mengenai kejadian itu baru sampai tanggal 2 Maret. Kepala Kantor Perwakilan Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular Propinsi Aceh, dr Burhanuddin Yusuf, yang menerima kabar terlambat, menyebutkan korban yang meninggal 80 orang. Daerah yang dijangkiti penyakit nampaknya cukup luas. Sedang obat-obatan yang dikirimkan dari Meulaboh dalam 3 hari saja sudah habis. Untuk memperoleh bantuan yang lebih besar, Kassah, Kepala Perwakilan Kabupaten Aceh Barat di Simeulue, sengaja datang ke Banda Aceh. Sementara. Korban bertambah banyak yang jatuh. "Kalau begini korban bisa mencapai dua ratus orang nanti," katanya tak sabar menunggu bantuan dari propinsi. Heli Kepada Pembantu TEMPO di Banda Aceh, Darmansyah, pejabat daerah dari pulau terpencil itu menguraikan pula tentang penyebaran penyakit yang sudah menjalar ke seluruh penjuru pulau Simeulue. Bagian timur paling parah, sekitar 70 orang meninggal. Para penderita yang masih bisa ditolong diboyong ke rumahsakit tua di kota Sinabang, kota terbesar di pulau itu. Bantuan obat-obatan dan tenaga ke. sehatan dari propinsi memang akan diberangkatkan untuk membantu dr Muhamad Nasution yang memimpin penanggulangan penyakit di sana, tapi ombak laut menghalangi perjalanan. "Saya sudah meminta pihak Hankam untuk memberikan bantuan heli untuk menyeberangkan obat dan tenaga medis ke pulau itu," kata dr Bahrawi Wongsokusumo, Dirjen P3M, di Jakarta. Untuk membantu para petugas di sana dia juga mengutus dr Brotowasisto, ahli pencegahan dan penanggulangan penyakit saluran makanan yang baru saja pulang dari pendidikan di New Orleans, Amerika Serikat. Helikopter itu memang sudah siap, tapi keberangkatannya masih saja tertunda karena kesulitan bahan bakar. Sebelum bantuan yang cukup sampai ke Simeulue, satu-satunya pekerjaan yang bisa dilaksanakan ialah memblokir pulau penghasil cengkeh itu dari dunia luar. Pendatang dilarang masuk, penduduk setempat dilarang pergi. Malangnya, kebijaksanaan ini tak urung membuat hara kebutuhan pokok di situ yang datang dari Tapaktuan dan Sibolga, jadi membubung. Akan halnya sumber penyakit muntah-berak itu, Kassah, menyebutkan dua tempat. Sibolga dan Padang. Melihat hubungan perdagangan dan lalulintas manusia, dugaannya itu bisa benar. Sebab bulan Januari yang lalu, Nias, pulau yang banyak hubungan dengan kedua kota itu, memang sudah terserang wabah muntah-berak (TEMPO, 4 Pebruari 1978).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus