Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua mahasiswa Binus University, Jakarta, Raditya Eko Prabowo dan Nicholas Julian, mengembangkan perangkat pemandu bagi penyandang tunanetra. Alat yang dinamai Sonar Vision tersebut beroperasi dengan memanfaatkan gelombang ultrasonik untuk mendeteksi keberadaan penghalang di sekitar penggunanya.
Ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekuensi di atas 20 ribu hertz, ambang tertinggi yang bisa ditangkap pendengaran manusia. Gelombang ultrasonik biasa digunakan dalam berbagai hal, antara lain sonografi di bidang medis, pemetaan bawah laut, deteksi kualitas struktur atau material, dan komunikasi.
Raditya dan Nicholas mulai mengerjakan proyek ini pada Maret 2017. Ide membangun sistem pemandu muncul setelah mereka mendapat tugas merancang perangkat untuk memenuhi nilai mata kuliah di jurusan sistem komputer. “Juga terinspirasi dari suami-istri penyandang tunanetra yang berjualan kerupuk di sekitar kampus,” kata Raditya, Selasa pekan lalu.
Mereka mengembangkan sistem Sonar Vision di bawah bimbingan tiga dosen program studi computer engineering, yaitu Johannes, Rinda Hedwig, dan Rudy Susanto. Sonar Vision juga mendapat dukungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dalam program Calon Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi.
Pada 19 Oktober lalu, puluhan Sonar Vision dibagikan gratis kepada para penyandang tunanetra di Yayasan Mitra Netra, Jakarta Selatan. “Kami berharap alat ini bisa meringankan penderitaan mereka dan para penyandang tunanetra lain,” ujar Nicholas.
Sonar Vision bisa melengkapi fungsi tongkat yang biasa digunakan penyandang tunanetra. Perangkat ini terdiri atas dua konfigurasi: satu dipasang di pergelangan tangan dan lainnya di pinggang. Menurut Raditya, pengguna cukup mengenakan salah satu alat saja. Sonar Vision langsung memancarkan gelombang ultrasonik secara konstan begitu diaktifkan. “Jangkauan gelombang ultrasonik yang dipancarkan sensor mencapai 3 meter,” ucapnya.
Gelombang yang mengenai obyek penghalang akan memantul kembali ke sensor. Sistem Sonar Vision memproses pantulan itu sesuai dengan jaraknya, lalu memproduksi getaran. Makin dekat obyek, intensitas getaran makin tinggi. Meski demikian, Sonar Vision belum bisa digunakan untuk melacak keberadaan lubang, selokan, atau halangan lain yang wujudnya tidak menonjol di atas permukaan tanah. “Sifat sensor ultrasonik sulit mendeteksi lubang,” tutur Raditya.
Wadah Sonar Vision dibuat dari material plastik polylactic acid (PLA) lewat pencetakan tiga dimensi (3D printing). Alat ini bekerja dengan pasokan energi dari baterai isi ulang. Pasokan daya baterai bisa dipenuhi lewat pengisian nirkabel (wireless charging) atau koneksi sambungan micro-USB dengan durasi 2-3 jam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo