Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Empat anak Herbin Hutagalung, istri, dan bibinya ditemukan tewas. Hanya putri Herbin yang berusia lima tahun yang selamat.
Majalah Tempo memberitakan musibah itu pada 15 Januari 1994 lewat artikel berjudul ”Tragedi Enam Nyawa di Jatiwarna”. Keterangan salah seorang tetangga menyebutkan istri korban, Rodiah Magdalena, masih terlihat pada Rabu siang sebelum ditemukan tewas satu setengah jam kemudian. Tetangga itu mengaku sempat mendengar suara cekcok dan teriakan Rodiah: ”Babi, anjing!”
Selang sejam, tetangga lain melihat se-orang lelaki gemuk berkulit hitam keluar dari rumah. Katanya, lelaki itu bertelanjang dada dan mengenakan celana pendek. ”Setahu saya, dia biasanya bekerja di rumah Pak Herbin,” ujar janda 35 tahun yang tak ingin disebut namanya. Rumah janda tersebut hanya berjarak 25 meter dari rumah Herbin.
Keterangan para tetangga itu juga dijadikan pegangan polisi dalam memburu pelaku. Berbekal bukti pendukung lain, seperti martil, beberapa balok kayu, dan batu besar, polisi menyimpulkan pelaku pembunuhan keluarga Herbin adalah Parto alias Gendut. Parto bukanlah orang asing. Tiga bulan sebelumnya, ia bekerja merenovasi rumah Herbin sebagai tukang kayu.
Diduga motif pembunuhan itu adalah perampokan. Dugaan itu diperkuat oleh hilangnya sejumlah perhiasan milik istri Herbin, seperti dua gelang dan dua kalung, serta uang Rp 1,2 juta. Namun, menurut Kepala Kepolisian Resor Bekasi Letnan Kolonel Basyir A. Barmawi, pembunuhan itu diduga dilakukan tanpa direncanakan. ”Bisa saja karena letupan emosi. Sebab, ada yang mendengar korban memaki,” ucapnya.
Kemungkinan lain, kata Basyir, pembantaian itu dilakukan untuk menghilangkan jejak karena Gendut dikenal baik oleh para korban. Pada hari itu juga polisi menyambangi rumah Gendut di Kampung Bojongtua, Jatimakmur. Di rumah berdinding tripleks dan gedek itu, polisi menemukan barang bukti tambahan. ”Ada celana yang masih ada sisa darahnya,” ujar Basyir.
Yang lebih meyakinkan, Rusti, istri Gendut, mengenakan gelang 30 gram. Gelang itu dikenali anak Herbin sebagai milik ibunya. Tapi upaya polisi menciduk Gendut hari itu kandas. Gendut sudah raib. Menurut Rusti, suaminya pulang kampung beberapa hari sebelumnya. Gendut sempat menyerahkan uang Rp 230 ribu kepadanya sambil berpesan: ”Kalau saya tidak kembali, kamu susul saya.”
Polisi belum bisa memastikan apakah ada orang lain yang membantu Gendut. Tapi keterangan yang diperoleh dari para tetangga korban mengarah pada dugaan keterlibatan orang lain. ”Kecil kemungkinannya perbuatan itu dilakukan ha-nya oleh satu pelaku,” kata Basyir. Apalagi ada saksi yang melihat seseorang bercelana panjang bersama Gendut ketika keluar dari rumah itu.
Menurut Herbin, Gendut sering datang ke rumahnya meski tak lagi bekerja membangun rumahnya sejak pertengahan bulan lalu. ”Ia datang untuk pinjam uang,” ujarnya. Terakhir, Gendut datang pada 19 Desember lalu. Ia memaksa istri Herbin membeli seprai yang dibawanya. Katanya, anaknya sakit. Herbin memberinya uang Rp 50 ribu ditambah uang saku.
Sebelumnya, kata Herbin, Gendut juga meminjam uang Rp 15 ribu kepada istrinya. Uang itu, menurut dia, belum pernah dikembalikan. Gendut mengetahui bahwa istri Herbin adalah bendahara kelompok arisan di lingkungannya. ”Istri saya sering didatangi peserta arisan. Jadi ia pasti tahu bahwa tiap Sabtu istri saya menerima uang arisan,” ujar Herbin.
Rodiah dikenal juga suka meminjamkan uang dengan bunga tinggi, terutama kepada pedagang di pasar Jatiwarna. Kini Parto alias Gendut sedang diburu polisi. Jika tertangkap, ia terancam hukuman mati seperti yang dialami Suryadi, pelaku pembunuhan satu keluarga Thomas Soeripto, karyawan PT Pupuk Sriwijaya. Peristiwa itu menggemparkan Palembang April 1991.
Artikel lengkap terdapat dalam Tempo edisi 15 Januari 1994. Dapatkan arsip digitalnya di:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo