Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hasil riset Cisco, perusahaan teknologi multinasional, menunjukkan hanya 19 persen dari total organisasi di Indonesia yang sepenuhnya siap memanfaatkan teknologi berbasis kecerdasan buatan atau AI. Angka yang diungkapkan dalam kajian berjudul ‘AI Readiness Index Cisco 2024’ itu menurun dibanding hasil survei pada 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pada tahun lalu (2023) ada 20 persen responden yang kami kategorikan ready embracing AI," kata Managing Director Cisco Indonesia Marina Kacaribu dalam jumpa pers di Hotel Pullman, Jakarta pada Rabu, 15 Desember 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laporan terbaru disusun Cisco berdasarkan survei objektif (double-blind) terhadap 3.660 pemimpin senior dari berbagai perusahaan yang memiliki 500 atau lebih karyawan. Para responden berasal dari 14 kawasan pasar bisnis di Asia Pasifik, Jepang, dan Cina. Mereka yang disurvei umumnya bertanggung jawab atas integrasi dan penerapan Al dalam perusahaan masing-masing.
Menurut Marina, penurunan jumlah perusahaan yang dianggap siap memakai AI ini menunjukkan hambatan dalam pemakaian teknologi tersebut. Namun, di sisi lain, perusahaan dinilai semakin memahami soal persiapan yang dibutuhkan untuk mengadopsi AI.
Indeks kesiapan Al, kata Marina, diukur berdasarkan enam pilar, mulai dari strategi, infrastruktur, data, tata kelola, talenta, hingga budaya. Di Indonesia, strategi menjadi parameter terpenting untuk melihat kesiapan adopsi AI. Berdasarkan survei Cisco, ada 48 persen perusahaan di Indonesia yang sudah memiliki strategi jelas terkait penerapan AI.
Kesiapan di pilar lain ternyata masih rendah, terutama pada aspek talenta dan budaya. Survei menunjukkan bahwa kesiapan di sisi infrastruktur hanya 28 persen, data 21 persen, tata kelola atau governance 26 persen, talenta 13 persen, dan budaya 9 persen.
Rendahnya kesiapan di pilar talenta, kata Marina, menunjukkan banyak organisasi belum memiliki rencana matang ihwal peningkatan keterampilan AI. Sedangkan tantangan pada pilar budaya adalah perubahan cara berpikir, sehingga organisasi lebih siap menghadapi perkembangan AI.
“Apakah organisasi punya plan untuk mempersiapkan talenta AI? Apakah mereka memiliki program untuk peningkatan skill AI dan lain-lainnya?” tutur dia.
Survei Cisco membuktikan bahwa aspek AI masuk dalam daftar prioritas anggaran korporasi selama setahun terakhir. Sebanyak 52 persen responden menyatakan mengalokasikan 10-30 persen dari pos anggaran informasi dan teknologi mereka untuk proyek Al. Investasi Al terfokus pada tiga area strategis, yakni keamanan siber (60 persen perusahaan berada di fase penerapan lengkap/tingkat lanjut); infrastruktur IT (59 persen); serta analisis dan manajemen data (48 persen).
Dengan bantuan AI, mayoritas pengusaha ingin meningkatkan efisiensi sistem, profitabilitas, serta kemampuan untuk berinovasi dan berkompetisi. Merujuk survei Cisco, besar pula keinginan korporasi untuk menciptakan pengalaman yang lebih baik bagi pelanggan dan mitra.
Meski begitu, lebih dari seperempat responden mengaku tidak melihat hasil dari investasi bidang AI. Ada juga yang menyatakan hasil pengeluaran untuk teknologi pintar tidak sesuai dengan harapan, terutama dalam hal membantu operasional saat ini.