Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Teknologi kecerdasan buatan dipakai untuk melacak penyakit Covid-19.
Sistem dilatih dengan data hasil pemindaian toraks para pasien Covid-19 yang sudah dibuka untuk membuat pemodelan.
Terkoneksi dengan Internet dan sistem komputasi awan sehingga nantinya para dokter dari berbagai rumah sakit bisa mengakses data secara bersama-sama.
TASK Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk Penanganan Covid-19 (TFRIC-19) yang dibentuk Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengembangkan sistem pendeteksi penyakit yang dipicu virus corona tersebut dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence). Model aplikasi itu dibangun menggunakan data pemindaian toraks dengan sinar-X dan teknologi pemindaian computed tomography (CT scan).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sistem pemodelan deteksi dengan teknologi kecerdasan buatan adalah salah satu prioritas riset yang dikerjakan para peneliti di TFRIC-19. Konsorsium ini merupakan kolaborasi peneliti dari belasan universitas dan lembaga riset untuk mempercepat penelitian terkait dengan pandemi Covid-19. “Dengan teknologi ini, kami berharap para dokter bisa lebih mudah dan cepat menemukan penyakit ini pada pasien,” kata Kepala BPPT Hammam Riza pada Kamis, 30 April lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengembangan teknologi kecerdasan buatan ini bisa menjadi pelengkap dalam melacak keberadaan Covid-19. Selama ini, untuk memastikan status Covid-19, pasien harus menjalani swab test atau pemeriksaan sampel cairan atau lendir yang diambil dari saluran pernapasan. Keluarnya hasil pemeriksaan tersebut bisa memakan waktu 1-3 hari.
Menurut Hammam, selagi menunggu hasil swab test, pasien bisa menjalani pemeriksaan darah dan pemindaian toraks dan paru dengan sinar-X atau CT scan. Hasil pemindaian dikirim ke bank data mesin pelacak dan akan diperiksa oleh sistem yang menggunakan teknologi kecerdasan buatan. “Hasilnya bisa didapat lebih dini,” ucapnya.
Sistem kecerdasan buatan ini dibangun menggunakan data dan citra toraks para pasien Covid-19 di luar negeri yang sudah dibuka. BPPT saat ini memiliki sekitar 200 data yang digunakan untuk melatih perangkat lunak di dalam sistem.
Dengan pendekatan machine learning, sistem mendata citra paru yang dimasukkan untuk bisa mengenali kondisi pasien dengan Covid-19. Menurut Hammam, tim peneliti juga akan melatih sistem menggunakan data dari pasien Indonesia. “Ini lebih spesifik untuk penanganan kasus Covid-19 di Indonesia,” ujar Hammam.
Tim peneliti juga membuat teknologi pendeteksi ini terkoneksi dalam jaringan Internet dan sistem komputasi awan (cloud). Dengan demikian, dokter di berbagai rumah sakit di daerah pun bisa mengunggah data ke sistem BPPT. Hammam menambahkan, dokter juga bisa mengakses datanya sebagai pembanding kala melakukan pemeriksaan. “Data teknologi ini dikolaborasikan dengan hasil swab test sehingga dapat membantu para dokter untuk menegakkan diagnosis,” tuturnya.
Hammam mengatakan sistem ini akan terus dikembangkan oleh para peneliti TFRIC-19. Perangkat lunak yang dibangun juga akan segera diuji coba. “Teknologi ini adalah hasil ekosistem inovasi yang dikerjakan para peneliti dari universitas dan lembaga riset,” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo