Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Telur sakti. Inilah ambisi baru yang ditoreh-kan Institut Roslin-lembaga penelitian di Edinburg, Skotlandia. Lembaga ini sempat membuat heboh ketika mengumumkan sukses kloning seekor domba, Dolly, sebelas tahun silam. Institut ini tengah mengembangkan telur transgenik yang diramalkan dapat menyembuhkan penderita kanker.
Direktur Institut Roslin, Harry Griffin, mengatakan telur istimewa itu sudah bisa dinikmati sepuluh tahun mendatang. Penderita kanker tak perlu lagi menjalani kemoterapi yang melelahkan. Cukup dengan menelan sebutir telur, tubuh berangsur sembuh.
Menurut Griffin, telur itu merupakan hasil perkawinan ayam secara normal. Hanya, ayam pejantan berasal dari telur yang-semasa menjadi embrio-telah dicampur dengan virus khusus. Virus ini berfungsi merangsang ayam jantan menghasilkan miR24, semacam antibodi yang da-pat digunakan untuk melawan kanker kulit.
Protein miR24 itu berpindah ke embrio telur pada ayam betina setelah terjadi perkawinan. Selanjutnya, telur yang dihasilkan diekstraksi dan dibersihkan untuk diambil proteinnya. Protein tersebut hanya tersimpan pada putih telur. "Ini adalah telur penyelamat kehidupan. Cara yang murah untuk pengobatan kanker," kata Griffin, yang memimpin penelitian.
Selama dua tahun penelitian, menurut Griffin, sebanyak 500 jenis unggas telah dijadikan me-dium penghasil telur. Selain membuat protein miR24, peneliti telah menghasilkan telur yang mengandung protein interferon b1a. Ini adalah jenis protein yang dapat digunakan untuk menghambat sejumlah virus yang berbahaya bagi tubuh.
Griffin mengatakan, uji coba protein telur terhadap penderita kanker akan dilakukan lima tahun mendatang. Jika terbukti aman, obat dari protein telur akan diproduksi massal.
Nyamuk Antimalaria
Belum ada cara ampuh menghabisi anofeles alias nyamuk penyebar malaria. Serangga pengisap darah ini tak terkalahkan, tetap berkeliaran dan menjadi ancaman.
Di Afrika, Asia Selatan, dan sebagian Amerika Tengah dan Selatan, nyamuk anofeles menginfeksi 500 juta orang setiap tahun. Tiga juta di antaranya tak terselamatkan.
Jika musuh tak bisa dihabisi, cara yang tepat adalah bekerja sama dengan lawan untuk menghindari ancaman. Inilah yang diyakini dua peneliti Universitas Johns Hopkins, Mauro Marrelli dan Chaoyang Li. Setelah bertahun-tahun meneliti, mereka menemukan cara memanfaatkan nyamuk penyebar maut itu sebagai tameng malaria.
Kata Marrelli, dengan menjadikan nyamuk sebagai pemutus rantai perpindahan parasit malaria. Nyamuk yang direkrut terlebih dulu diberi protein, SM 1, yang bakal menyetop masuknya parasit ke usus nyamuk. Setelah itu diberi gen yang berfungsi menimbulkan kekebalan dari malaria. Nyamuk dengan gen ini lalu dilepas ke alam bebas.
"Pemberian protein pada nyamuk ini tidak terlalu sulit," kata Marrelli. Sebab sudah ditemukan beberapa gen yang menimbulkan resistensi. Setelah nyamuk kembali ke habitatnya, ia akan menularkan gen tersebut ke kelompoknya. Jika rencana ini berjalan mulus, kelak semua nyamuk anofeles tidak akan menyimpan parasit malaria di tubuhnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo