Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Tiga bibit siklon tropis di selatan wilayah Indonesia akhirnya meluruh. Sebelumnya, ketiganya terpantau berada di Samudera Hindia selatan Jawa Barat, Samudera Hindia barat daya Banten, dan perairan Laut Timor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut peneliti klimatologi di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, peluruhan itu tak serta merta membebaskan wilayah pesisir selatan Indonesia dari ancaman cuaca buruk seperti saat bibit-bibit siklon itu masih bertumbuh. Dia menjelaskan ancaman terkini datang dari dua fenomena dampak dari terurainya awan-awan konvektif yang menjalar dari laut ke daratan Indonesia, usai peluruhan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fenomena pertama adalah terbentuk klaster awan konvektif skala meso atau disebut dengan Mesoscale Convective Complex (MCC). Kedua, hujan badai berpola memanjang yang dinamakan Squall Line. “Kedua fenomena tersebut kini sedang intensif terbentuk di atas Jawa khususnya Jawa Tengah, Jawa Timur, Laut Jawa, dan Kalimantan,” ujarnya kepada Tempo lewat keterangan tertulis, Kamis 12 Desember 2024.
Menurut Erma, kedua fenomena itu tidak hanya menghasilkan hujan persisten lebih dari enam jam, tapi juga angin kencang. Khusus angin kencang, angkanya antara 20-45 kilometer per jam secara fluktuatif pada waktu pagi, siang, maupun malam. “Terutama pada wilayah pesisir dengan bentuk pantai yang menjorok ke laut atau tanjung,” ujarnya.
Wilayah seperti Merak, Ujung Kulon, dan pesisir selatan Jawa Barat lainnya disebutnya berpotensi mengalami angin kencang yang terus berlanjut hingga dua sampai tiga hari mendatang. Angin kencang dengan kecepatan maksimum 46 kilometer per jam bahkan telah terekam terjadi di pantai di Subang.
Di Indonesia bagian utara, Erma mengungkap prakondisi vorteks Borneo sedang terjadi di Laut Cina Selatan. Dampaknya dapat membuat hujan intensif dan meluas di Kalimantan melalui mekanisme pembentukan Squall Line.
Selain itu, ada juga sistem tekanan rendah sedang terbentuk di Laut Jawa. Yang satu ini dapat memicu pembentukan mesovorteks atau pusaran badai searah jarum jam dengan lokasi pembelokan angin yang terbentuk di pesisir selatan Yogyakarta dan perbatasan pesisir utara Jawa Timur sampai Lombok.
Kondisi itu, Erma menjelaskan, mengintensifkan Squall Line di Laut Jawa dan perairan selatan Yogyakarta yang dapat menjalar masuk ke darat sehingga menimbulkan hujan secara meluas dan lama. “Mengingat kondisi ini masih dapat bertahan selama dasarian kedua Desember, maka kewaspadaan terhadap banjir dan angin kencang agar dimitigasi oleh masyarakat dan pemangku kepentingan,” katanya.