Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Tsunami, dimana saja kau ?

Tsunami gelombang pasang air laut di lombok, akibat kerak bumi dasar laut. katili mengatakan di indonesia banyak jaringan lempeng (continental plates) sehingga sering akan terjadi gempa tsunami. (ilt)

3 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIBA-TIBA air laut surut di siang hari bolong. Itu terjadi Jumat 19 Agustus lalu, di pantai Awang, Lombok Selatan. Ketika itu masih ada nelayan yang hanya berdiri bengong. Mereka tak sadar bahwa gejala itu - yang sudah didahului pula oleh gempa ringan setengah jam sebelumnya -- justru merupakan tanda awal bahaya besar yang mengintai di balik katulistiwa: tsunami. Artinya, gelombang pasang air laut karena gempa dangkal di kerak dasar laut. (dalam bahasa Jepang, tsu-nami = gelombang pasang). Hanya 10 menit sesudah air surut, gelombang pasang berkecapatan 700 Km/jam itu serta merta melabrak pantai selatan Lombok, Sumbawa, Sumba, Bali dan Nusa Penida. Gelombang samudera Hindia yang bersumber di kerak dasar laut di mana lempeng benua Indo-Australia menghunjam ke bawah lempeng Eur-sia menyapu pantai Awang sampai 200 meter. Keadaan lebih buruk di pantai Lunyuk, Sumbawa Selatan. Gelombang malah lebih jauh ke pedalaman: 400 meter. Dan begitu dahsyatnya gempa di kerak dasar laut itu, getarannya terasa sampai ke Banyuwangi, Surabaya, Ujungpandang, Kupang, dan tak ketinggalan Perth, Australia Barat. Jarum seismograf stasiun-stasiun PMG (Pusat Meteorologi & Geofisika) di beberapa tempat bahkan sampai ke luar dari skalanya - artinya lebih besar dari 7 skala Richter. Boleh dikata, penduduk yang masih terkesima di pantai ketika air laut surut semuanya tersapu nyawanya entah ke mana. Untunglah ada juga yang langsung terbiritbirit mencari tempat yang lebih tinggi sehingga nyawanya selamat meslcipun rurnahnya rata dengan tanah. Misalnya di Lunyuk. Sebab dari episentrumnya di lautan Hindia pada kordinat 118.6ø B.T. dan 11.8ø L.S. -- atau 320 Km dari Waingapu dan 500 Km dari Denpasar, gelombang gempa mencapai pantai barat Sumba dalam 21 menit, pantai Lunyuk dalam 28 menit dan pantai Sanur, Bali dalam 43 menit. Memang, bisa dimaklumi kalau para nelayan yang sederhana itu tak memahami tanda-tanda awal tsunami. "Sebab pada umumnya kita lebih terbiasa dengan letusan gunung berapi, dan gempa vulkanis yang ditimbulkannya," ujar Prof. J.A. Katili, ahli geologi yang juga menjabat sebagai Dirjen Pertambangan. Setelah gempa vulkanis, gempa teklonis di darat juga jauh lebih sering terjadi di Indonesia ketimbang tsunami. Juga tidak semua gempa bumi yang pusat (episentrum)nya berada di laut - misalnya laut Jawa - akan mencetuskan tsunami. Bak kata Prof. Katili: "Untuk bisa mengobarkan gelombang pasang raksasa, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi." Pertama, sumber gempa (hiposentrum) harus berada di kerak dasar samudera, di mana sebuah lempeng mulai menghunjam ke bawah lempeng kerak bumi yang lain. Lokasi itu ditandai oleh adanya palung laut dalam, sejajar dengan busur kepulauan yang terluar. Berkedudukan di subduction zone semacam itu, sumber gempa itu otomatis tergolong dangkal - artinya hanya beberapa puluh kilometer saja. Sehingga cepat ke luar dari kerak bumi dan langsung bersentuhan dengan laut - pengantar getaran gempa yang jauh lebih hebat ketimbang tanah yang padat. Kedua, kekuatan gempa di dasar laut itu juga harus besar. Kalau tidak, daya rambatnya juga tak seberapa besar. Dan ketiga, topografi laut dan struktur pantai. Pantai barat pulau Sumatera misalnya, cukup berbakat untuk dilanda tsunami. Sebab puluhan kilometer di bawah tanah, lempeng benua Eur-asia yang menjadi fundasi kepulauan Indonesia menggeser ke atas lempeng Indo-Australia - fundasi anak benua India, Samudera Hindia dan benua Australia. Tapi untunglah, pantai barat Sumatera itu 'dibentengi' oleh kepulauan Nias dan Mentawai. Sehingga posisi pelabuhan Sibolga, Sumatera Utara, dan Teluk Bayur, ,Sumatera Barat, rada terlindung. Pulau Nias baru sekali tercatat kena tsunami, yakni tahun 1907. Pantai selatan pulau Jawa, iuga rawan terhadap tsunami. Tapi kembali di sini ditemui sebentuk tanggul bawah laut, yang tak sampai mencuat ke permukaan laut menjadi pulau. "ranggul" itu terbentang sampai ke selatan Bali. Selanjutnya ke timur tak ada "benteng alam" yang dapat melindungi pantai timur Bali, pantai selatan pulau-pulau TB, dan pantai barat Sumba. Hamparan pantai yang landai--yang sangatideal untuk olahraga surfing (meluncur di atas gelombang dengan menggunakan papan) - juga sangat menggoda tsunami. Di samping pantai barat dan selatan kepulauan Nusantara yang tiap hari dihempas ombak lautan Hindia, ada juga daerah perairan dalam Indonesia yang pernah berurusan dengan tsunami. Menurut catatan PMG, itu adalah pulau Banda dan kepulauan Kei, Maluku Tengah (1938). Di situ gelombang pasang menghancurkan 1000 rumah diiringi sejumlah besar korban jiwa. Busur terluar kepulauan Maluku Tengah ini memang rawan bagi tsunami karena di situ lempeng Indo-Australia menyusup ke bawah lempeng Eur-sia. Namun Dr Katili - yang teori lempeng benua (continental plates)nya banyak digunakan, menjelaskan gejala-gejala vulkanis dan tektonis -- perbatasan Maluku dan Irian bagian Selatan itu sudah "lebih stabil". Sehingga jarang terjadi tsunami lagi di pojk tengara kepulauan Nusantara itu. Daerah lain yang lebih rawan, adalah pantai barat leher Sulawesi Tengah. Terbukti dengan tsunami yang menghantarn pantai Donggala, Teluk Mapaga, dan Pulau Tuguan (1968), di mana gelombang laut setinggi 8 - 10 meter melabrak pantai sampai sejauh 300 meter. Korbannya 800 rumah rakyat hancur binasa, diiringi melayangnya 200 nyawa penduduk ke alam baka. Kebanyakan korban adalah nelayan. Kerawanan leher Sulawesi Tengah terus sampai ke kepulauan Sangir Talaud, Sulawesi Utara disebabkan, karena di situ terdapat banyak lempeng kecil (microplates) yang saling tumpang tindih ataubaku senggol. Makanya Manado dan Cotabato di Pilipina Selatan juga pernah mengalarni tsunami tahun 1918. Bahkan tahun lalu Mindanao pun baru saja kena sabet. Tutur Prof. Katili lebih lanjut: "Penduduk di kepulauan terpencil memang belum bisa membedakan tanda-tanda tsunami, gempa bumi dan letusan gunung berapi." Diceritakannya bahwa di tahun 1960-an dia pernah terbang dengan pesawat AURI di atas pulau UnaUna, di Teluk Tomini. Mendengar suara bumi menggelegar, penduduk Una-Una menyangka bahwa eks-gunung api di pulau itu mau meletus. Banyak yang berusaha melarikan diri ke daratan Sulawesi, ke Poso dan Gorontalo. "Padahal itu yang paling berhahaya yang dapat mereka lakukan. Sebab bahaya yang mengancarn adalah tsunami, bukan letusan gunung berapi. Jadi sebaiknya justru naik ke puncak gunung, dan bukan lari ke pantai yang bakal disapu gelombang," begitu cerita Katili. Dengan adanya kasus Lombok, Katili menyarankan agar pembangunan terminal minyak di Lombok dikonsultasikan dengan para ahli gempa dan tsunami. Juga agar pelabuhan di daerah rawan dibuatkan tanggul penangkis gelombang. Keikut-sertaan Indonesia dalam jaringan International Tsunami Information Cener yang bermarkas di Honolulu, Hawaii, dianjurkannya pula. Kebetulan pula, mendengar adanya musibah 19 Agustus yang lalu, Direktur ITIC Dr George Pararas-Carayanis menawarkan bantuannya untuk meneliti akibat tsunami tersebut. Pemerintah Indonesia tampaknya juga berminat ikut dalam jaringan ITIC yang bernaung di bawah Intergovernmental Oceanographic Commission. Tapi sayangnya, jaringan ITIC baru meliputi kawasan sa.mudera Pasifik saja. Sedang kawasan samudera Hindia yang relatif "tenang", berada di luar jangkauan badan internasional itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus