Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aileen Bachtiar, 16 tahun, siswi kelas 11 di Jakarta Intercultular School (JIS) menawarkan bahan pengawet alternatif untuk fermentasi anggur lewat teknologi nanopartikel. Penelitian dikerjakannya dalam program summer school di University of Pennsylvania, AS, tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Anda mungkin bertanya-tanya mengapa anggur? Nah, perlu diketahui sulfit adalah zat yang digunakan sebagai pengawet anggur. Di sinilah masalahnya,” ujarnya di @america, Pasific Place, Jakarta Selatan, Sabtu, 7 Februari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aileen menerangkan, pemakaian sulfit dalam dosis sangat kecil terbukti merugikan individu yang sensitif terhadap zat kimia itu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pertumbuhan asupan harian maksimum yang dapat diterima yaitu 0,7 miligram sulfit per kilogram berat badan.
“Meskipun peraturan telah dibuat untuk membatasi konsentrasi ini, kekhawatiran seperti bronkospasme dan hipertensi mungkin masih timbul setelah akumulatif berlebihan," katanya.
Alternatif yang kemudian ditawarkannya adalah nanopartikel perak. Partikel ini pada dasarnya adalah ion perak yang telah diturunkan ke ukuran nano atau sepermiliar. Dengan karakteristik khusus yang anti bakteri, partikel perak dianggap sangat menarik sebagai pengganti sulfit, dan dijadikan bahan pengawet.
Aileen juga memastikan apa yang dilakukannya tidak berbahaya bagi lingkungan. “Karena produk nanopartikel ini berkelanjutan dan yang paling penting, dapat digunakan dengan aman di industri makanan dan minuman sehingga tidak berbahaya bagi manusia,” katanya.
Ditambah lagi, nanopartikel perak juga telah digunakan dalam berbagai bidang seperti penyembuhan, obat untuk pasien, dan digunakan dalam kemasan makanan untuk membuat makanan lebih awet.
Alicia Chan dan Aileen Bactiar, siswi kelas 11 Jakarta Intercultural School (JIS) yang mengerjakan penelitian teknologi nanopartikel masing-masing di Columbia University dan University of Pennsylvania, AS. Keduanya presentasi di @amerika, Pasific Place, Jakarta Selatan, Sabtu, 8 Februari 2020. ISTIMEWA
Adapun yang dilakukan Aileen adalah menambahkan nanopartikel perak yang telah dihasilkannya lewat proses yang disebutnya presipitasi kimia ke dalam proses fermentasi. Hasilnya, bakteri yang tidak diinginkan mati dan berhasil menghasilkan minuman anggur alias wine yang dapat dikonsumsi.
Ke depan, Aileen mengungkapkan, akan terus melakukan penelitian untuk menguji efek nanopartikel pada rasa dan tekstur anggur. “Saya masih ingin mempertahankan kondisi murni anggur ini untuk memastikan bahwa kualitasnya tetap terjaga,” kata remaja pemilik rambut hitam panjang ini.
Peneliti dari Pusat Penelitian Metalurgi dan Material Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, M. Ikhlasul Amal, membenarkan nanopartikel perak adalah yang paling efektif baik dari segi keuntungan atau pun efektivitas membunuh bakteri.
"Ada juga titanium dioksida dalam bentuk keramik, juga bisa membunuh bakteri, tapi membutuhkan induksi dari cahaya, tidak bisa langsung penetrasi ke dinding sel dari bakteri seperti perak," katanya.