Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Identitas suporter Persija, The Jakmania , yang lahir dari sebuah kelompok yang lebih terstruktur, kini membesar dan menjadi milik pendukungnya sampai ke Bekasi, misalnya. Mereka merasa memilikinya, baik secara mendaftar maupun tanpa harus melakukan saluran resmi seperti itu. Adalah juga sebuah kewajaran, mereka punya perwakilan di luar negeri seperti Aremania, suporter Arema FC.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di kategori Aremania yang hanya berdasarkan korwil-korwil juga terus tumbuh membesar. Para pendukung Persib Bandung yang dikenal sebagai bobotoh juga punya kemiripan seperti Aremania. Tak ada organisasi yang tunggal. Terdiri dari beberapa kelompok dan mereka dipersatukan oleh sebuah identitas bernama bobotoh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengertian suporter ultras yang tumbuh dari kecintaan yang luar biasa kepada sebuah klub sepak bola, termasuk di Indonesia, juga tidak selamanya bersih dari noda. Hal ini terutama ketika massa yang cair ini suatu saat emosinya tidak terkontrol lagi. Mungkin ini juga yang menyebabkan tak sedikit media di sini yang menyebut sebuah kerusuhan yang dilakukan sejumlah pendukung tim sebagai tindakan suporter ultras.
Padahal, awalnya mereka yang suka berbuat rusuh itu dikenal dengan sebutan hooligan. Ini dari tindakan anarkis yang dilakukan pendukung-pendukung klub sepak bola di Inggris. Ultras bisa terjebak menjadi hooligan. Adapun di sisi lain, milintasi kecintaan mereka yang luar biasa juga dimiliki suporter-supoter yang lekat dengan kata yang tak bisa berdiri sendiri, mania, seperi Jakmania atau Aremania.
Tapi, ada satu benang merah, bahwa ultras lahir dari kecintaan luar biasa kepada klub yang didukungnya. Dari cinta tanpa batas itulah mereka kemudian membentuk kumpulannya, terstruktur maupun tanpa struktur.
Semuanya tumbuh karena kecintaan dan lahir secara bebas. Mereka adalah bagian yang mendukung dan menghidupkan suporter Ultras di kalangan pendukung Arema. Hal ini akan kita temukan pada The Jakmania, Persib, dan klub-klub lainnya.
Semua jenis suporter yang ada menjadi bagian penting dari industri sepak bola modern yang sudah mengglobal. Baik yang bersifar cair maupun teroganisir memerlukan kontrol yang tidak mudah dari para anggotanya. Hal itu tidak hanya pada soal potensi kericuhan, bentrok antarsuporter, tapi juga skandal lainnya.
Pada Agustus 2017, Tobias Jones menulis cerita panjang di The Guardian tentang seorang tokoh berpengaruh di sebuah kelompok suporterultra klub Juventus yang bunuh diri pada Juli sebelumnya. Tindakan yang dilakukan seorang pria bernama Raffaello Bucci itu terjadi setelah ia diperiksa polisi setempat dalam penyelidikan dugaan penggunaan suporter ultras oleh mafia untuk mengatur pertandingan.
Tobias menulis suporter-suporter ultras pertama terbentuk pada akhir 1960-an ketika pendukung dari Milan, Inter, Sampdoria, Torino, dan Verona terbentuk dari para mantan geng. Ini juga mengingatkan pada tren geng-geng yang terbentuk di Malang pada periode 1970 sampai 1980-an sebelum tingkat kriminalitas yang tinggi itu bisa diredam melalui tumbuhnya suporter Aremania.