Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aksara Jawa adalah sistem tulisan yang digunakan oleh masyarakat Jawa, terutama di lingkungan keraton Yogyakarta dan Surakarta. Aksara yang juga dikenal sebagai hanacaraka atau carakan tersebut biasanya digunakan untuk menulis naskah cerita (serat), tembang kuno (kakawin), sejarah (babad), hingga ramalan (primbon).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melansir digilib.uns.ac.id, hanacaraka diyakini berasal dari aksara Brahmi Hindustan di India bagian selatan. Aksara Jawa ditulis sebagai bentuk penghormatan Aji Saka terhadap kesetiaan abdinya, yaitu Sembada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apabila diartikan, maka hanacaraka bermakna ada utusan, datasawala adalah saling berselisih, padha jayanya artinya sama-sama kuat, dan magabathanga yang berarti jadi mati. Lantas, apa saja pasangan aksara Jawa?
Aksara Jawa dan Pasangannya
Menurut buku Pedoman Penulisan Aksara Jawa penerbit Yayasan Pustaka Nusatama (2002), hanacaraka yang digunakan di dalam ejaan bahasa Jawa pada dasarnya terdiri dari 20 aksara pokok yang bersifat kesukukataan (silabus). Masing-masing aksara utama memiliki pasangan yang berfungsi menghubungkan suku kata tertutup konsonan dengan suku kata berikutnya, kecuali wignyan, layar, dan cecak.
Berikut adalah aksara Jawa dan pasangannya:
(Sumber: jogjabelajar.org)
Jenis-Jenis Aksara Jawa
Selain aksara hanacaraka, terdapat pula tiga jenis aksara Jawa, yaitu:
Aksara Murda
Aksara murda terdiri dari tujuh buah, yaitu na, ka, ta, sa, pa, ga, dan ba. Aksara murda dapat digunakan untuk menuliskan nama gelar, nama orang, lokasi geografi, nama lembaga pemerintah, dan lembaga berbadan hukum, tetapi tidak dapat dipakai sebagai penutup suku kata.
Aksara Suara
Aksara suara berjumlah lima buah, yaitu a, e, i, o, dan u. Aksara suara digunakan untuk menuliskan aksara vokal yang menjadi suku kata, terutama yang berasal dari bahasa asing untuk mempertegas pelafalannya, tetapi tidak dapat menjadi aksara pasangan dan harus dimatikan dengan pangkon.
Aksara Rekaan
Aksara rekaan berjumlah lima buah, yaitu kha, dza, fa/va, za, dan gha. Aksara rekaan digunakan untuk menuliskan aksara konsonan pada kata-kata asing yang masih dipertahankan bentuk aslinya, dapat menjadi aksara pasangan, serta dapat diberi pasangan dan sandhangan.
Filosofi Aksara Jawa
Setiap aksara Jawa mempunyai filosofinya masing-masing, yaitu:
- Ha: hana hurip wening suci, berarti adanya hidup merupakan kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
- Na: nur candra gaib candra, warsitaning candara, berarti pengharapan manusia selalu pada ilahi.
- Ca: cipta wening cipta mandulu, cipta dadi, berarti arah dan tujuan manusia hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Ra: rasa ingsun handulusih, berarti rasa cinta sejati muncul dari kasih nurani.
- Ka: karsaningsun memayu hayuning bawana, berarti hasrat diarahkan kepada kesejahteraan alam.
- Da: dumadining dzat kang tanpa winangenan, berarti menerima hidup apa adanya.
- Ta: tatas, tutus, titis, titi, lan wibawa, berarti total, cekatan, dan teliti dalam memandang hidup.
- Sa: sifat ingsun handulu sifatullah, berarti membentuk kasih sayang, seperti kasih sayang Tuhan.
- Wa: wujud hana tan kena kinira, berarti ilmu manusia hanya terbatas, tetapi dampaknya tanpa batas.
- La: lir handaya paseban jati, berarti mengalirkan hidup semata-mata pada tuntunan ilahi.
- Pa: papan kang tanpa kiblat, berarti hakikat Tuhan ada di segala arah.
- Dha: dhuwur wekasane endek wiwitane, berarti untuk bisa meraih keberhasilan harus dimulai dari bawah.
- Ja: jumbuhing kawula lan gusti, berarti selalu berusaha menyatu dan memahami kehendak Tuhan.
- Ya: yakin marang samubarang tumindak kang dumadi, berarti yakin atas takdir Tuhan.
- Nya: nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki, berarti memahami kodrat kehidupan.
- Ma: madep mantep manembang mring ilahi, berarti mantap dalam menyembah Tuhan.
- Ga: guru sejati kang muruki, berarti belajar pada hati nurani.
- Ba: bayu sejati kang andalani, berarti menyelaraskan diri pada kehendak alam.
- Tha: thukul saka niat, berarti segala sesuatu harus berasal dari niat.
- Nga: ngracut busananing manungsa, berarti melepas egoisme pribadi.
Aturan Penulisan Aksara Jawa
Terdapat beberapa aturan dalam penulisan aksara Jawa dan pasangannya, yaitu:
- Aksara pasangan ha, sa, dan pa ditulis di belakang aksara konsonan akhir suku kata di depannya. Aksara pasangan selain yang disebutkan tersebut ditulis di bawah aksara konsonan akhir suku kata di depannya.
- Aksara ha, ca, ra, wa, dha, ya, tha, dan nga tidak dapat diberi pasangan atau tidak bisa menjadi aksara konsonan penutup suku kata (sigegan). Dengan demikian, aksara sigegan ha diganti dengan wignyan, aksara sigegan ra diganti layar, aksara sigegan nga diganti cecak, dan hampir tidak ada suku kata yang berakhiran sigegan ca, wa, dha, ya, dan tha.