Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sebuah pameran gabungan beberapa seniman dari dua galeri seni yakni Galeri Zen1 dan Superlative
Pameran tersersebut mengajak pengunjung menikmati sensasi pengalaman menikmati seni secara audiovisual, langsung digaleri dan digital melalui aplikasi instagram filter dan artitive.
karya yang ada sudah terdaftar dan terdaftar dalam kode NFC juga. Siapapun dan dimana pun bisa mengakses segala sesuatu hingga jejak karya tersebut.
DI layar telepon seluler, lukisan pada kanvas berwarna cerah itu tampak bergerak-gerak. Sebuah obyek sesosok tubuh bercelana cokelat dengan baju merah berkepala kucing tampak merebah santai. Di kepalanya ada kucing kecil bergelayut, sementara di pangkuannya tampak seorang anak berbaju hijau. Di hadapannya, seorang anak lain yang lebih besar tampak melompat riang dan ada seorang perempuan cantik berbaju hijau dengan rambut panjang tertiup angin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala kucing itu mengangguk-angguk, matanya menatap langit yang penuh bintang. Tangan anak-anak bergerak seirama dengan gerakan tangan si perempuan. Nuansa hijau toska yang hangat dan ceria menjadi warna latar yang dominan pada karya Syakieb Sungkar berjudul Menunggu Bintang Jatuh tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karya itu bercerita tentang kehidupan si pelukis sendiri. Untuk menghilangkan kesepian, ia memelihara kucing. Khayalannya dilukiskan seolah-olah si pelukis menjadi ayah dalam keluarga yang ramai, bercengkerama di rerumputan, memperhatikan bintang-bintang yang bercahaya. Untuk menyaksikan citraan efek animasi realitas berimbuh atau augmented reality ini, pengunjung bisa menggunakan filter di aplikasi Instagram dengan memindai kode batang (barcode) pada keterangan lukisan.
Karya Andry "Boy" Kurniawan yang berjudul Genesis pun mempunyai efek animasi seperti karya Syakieb. Terlihat dua sosok berbaju luar angkasa lengkap dengan helm di depan pohon khuldi dalam sebuah bingkai yang digelayuti seekor ular, sementara burung dan paus terlihat pada kaca helm itu.
Boy mengisahkan awal mula penciptaan dunia dari sosok Adam dan Hawa. Ia juga mengaplikasikan efek animasi gerak ini pada karyanya yang lain berjudul Wrestling for Remembering. Figur-figur perempuan pahlawan super di dalamnya juga bergerak melayang, timbul-tenggelam. Boy ingin mengapresiasi karya Paul Gauguin yang berjudul Vision After the Sermon (1888) dan menceritakan fenomena seniman perempuan yang aktif berkarya di Indonesia—dengan sosok seperti Wonder Woman dan superhero lain.
Wrestling for Remembering Karya Andry ‘Boy’ Kurniawan. Tempo/Jati Mahatmaji
Adapun pada karya Acul Gaos yang berjudul Everyone Smokes, You’re Only A Rebel if You Don’t dan Yahya Rifandaru yang berjudul Hujam Hijau Rona Cinta, efek augmented reality bisa dinikmati dengan aplikasi Artivive. Karya dekoratif mereka bisa dinikmati dengan pengalaman berbeda.
Karya para pelukis dalam pameran ini memang memperlihatkan citraan dekoratif dengan warna-warna cerah dan ngejreng dengan goresan cat akrilik pada kanvas. Sementara itu, Yudi Sulistyo lebih mengeksplorasi karya dengan media campuran yang memperlihatkan obyek tiga dimensi bertema peradaban dengan simbol bangunan pabrik yang terlihat kusam.
Pada karya Made Bayak, ditemukan imaji figur-figur mitologi, tradisi yang digabungkan dengan obyek modernitas seperti figur bersepatu. Ide para perupa yang sebagian besar masih muda memperlihatkan ekspresi neomodern hingga kontemporer, dari karya bercorak doodling hingga naratif, simbolik, abstrak, dan figuratif. Ada persilangan tradisi dan dunia pop dalam karya mereka.
Pameran bertajuk "ArtGorithm: Art in Chain" ini berlangsung di Galeri Zen1, Jakarta, pada 3-29 Februari 2024. Dikurasi oleh Sudjud Dartanto, pameran ini melibatkan beberapa seniman dari dua galeri, yakni Zen1 dan Superlative Secret Society. Mereka adalah Acul Gaos, Arief Witjaksana, Yudi Sulistyo, Made Bayak, Syakieb Sungkar, Andry "Boy" Kurniawan, Yahya Rifandaru, Radetyo Itok, Rijan Maulana, Teja Astawa, dan Dhado Wacky.
Dalam pameran ini, pengunjung bisa menikmati karya perupa Superlative dan Zen1 yang memadukan teknologi rantai blok (blockchain) dan komunikasi medan dekat (NFC) dalam setiap entitas karya mereka. Integrasi itu menciptakan pengalaman unik dalam mengapresiasi seni rupa, memperkenalkan konsep baru yang disebut "phygital" yang menggabungkan dimensi fisik dan digital. Sebuah cara menikmati karya seni kekinian yang lebih luas dan interaktif yang tak terbayangkan sebelumnya. Pengunjung bisa melihat karya dan efek teknologi tanpa sekat-sekat jarak dan waktu.
Pengunjung, juga kolektor seni, bisa mendapatkan dua pengalaman sekaligus, yakni pengalaman digital dengan teknologi NFT dan aplikasi yang memberikan efek animasi serta pengalaman fisik dengan melihat langsung lukisan seniman di galeri, melihat cat yang digoreskan pada kanvas membentuk sebuah obyek.
Karya fisik tersebut juga bisa dinikmati dalam versi digital berbentuk non-fungible token (NFT) yang sangat adaptif dengan ekosistem teknologi serta perkembangan yang serba cepat dan luas. "ArtGorithm", Sudjud menjelaskan, adalah integrasi seni (art) dengan algoritma (algorithm) yang menciptakan jaringan (chain) terbuka untuk umum dengan platform khusus.
Karya Acul Gaos yang berjudul Everyone Smokes, You’re Only A Rebel if You Don’t. Tempo/Jati Mahatmaji
Pengalaman digital, kata Sudjud, bisa dirasakan melalui kode pindai di ujung setiap karya yang sudah didaftarkan dalam angka serial di lokapasar blockchain. Sejumlah informasi tentang karya itu bisa diketahui dengan memindai bagian ujung kanan bawah karya. Informasi yang termuat di dalamnya antara lain identitas perupa, keterangan karya, dan harga karya. “Dengan teknologi NFT ini juga nantinya seniman akan mengetahui ke mana jejak karyanya,” ujar Sudjud kepada Tempo, 22 Februari 2024.
Selain itu, pengunjung pameran bisa mendapatkan pengalaman baru dari efek animasi beberapa karya seniman. Hal ini bisa dijumpai dan dirasakan dari lima-enam karya dengan memindai barcode yang mengarahkan pengunjung ke aplikasi Instagram dan Artivive. Setelah kode itu dipindai, pengunjung bisa melihat karya tersebut bergerak-gerak atau seperti melayang.
Hal ini tentu merupakan terobosan baru. Dengan teknologi itu, para seniman tidak hanya bisa beroleh keuntungan dari nilai tukar (kripto atau mata uang lain), provenans karyanya pun dapat terjaga. Kolektor juga bisa mengetahui asal dan keaslian karya yang dikoleksinya. Suatu karya pun akan menjadi lebih luas dikenal publik, terutama para kolektor.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Sensasi Pengalaman Phygital"