Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Badai tanpa Tafsir

Film Badai Pasti Berlalu dibuat ulang oleh sutradara Teddy Soeriaatmadja. Panorama menawan, tanpa jiwa.

19 Februari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BADAI PASTI BERLALU Sutradara: Teddy Soeriaatmadja Skenario: Titien Wattimena Berdasarkan novel karya Marga T. Pemain: Vino G. Bastian, Winky Wiryawan, Raihaanun, Slamet Rahardjo Produksi: Astral

Di tepi pantai, di bawah langit­ Uluwatu, Siska menyendiri. Ia mengisap rokoknya dalam-dalam membaca novel Casano­va­. Perempuan yang tengah patah hati itu kemudian mengempaskan diri ke atas sofa di dalam vila bergaya minimalis itu. Membiarkan dirinya terseret lamunan.

Dulu adegan ”kesunyian Siska” itu berlokasi di sebuah vila di Puncak, dan kini di sebuah vila di Uluwatu, Bali. Inilah keputusan sutradara Teddy Soeriaatmadja membuat sebuah re­ka­­an ulang dari film legenda­ris karya Te­guh Karya, Badai Pasti Berlalu. Sebuah keputusan yang mena­rik dan berani; apalagi para pembaca Marga T. dan ­penonton film Teguh Karya masih hidup­ dan masih punya ingatan melekat pa­da adegan-adegan besut­an maestro film Indonesia itu. Hing­ga kini kami ma­sih ingat adegan Christi­ne ­Hakim yang ­ha­tinya koyak berlari-­lari dengan­ iringan musik yang meng­iris; apa iya ­ad­egan itu bisa disingkirkan dari benak? Oke. Yuk, kita nonton ­tanpa prasang­ka.

Saat itu Teguh menampilkan Christine Hakim, Roy Marten, dan Slamet Rahardjo sebagai Siska, Leo, dan Helmi, adapun Teddy menampilkan Rai­haanun, Vino G. Bastian, dan Winky Wir­yawan. Tentu saja sah dan terpuji­ jika Teddy mencoba melepaskan­ diri dari pengaruh Teguh Karya. ”Saya me­­nyaksikan film Teguh hanya sekali­ saat mau shoot,” katanya kepada Tempo. Kare­na­ itu, gaya Teddy dalam penggarapan Badai lebih memiliki be­nang merah dengan film terdahulu­nya, Banyu Biru dan Ruang, yang me­nekankan panorama indah, lanskap ­bening laut Jimbaran dan Uluwatu. Saat Siska mengejar Leo ke halte, yang terlihat sebuah lukisan. Vino yang tampan duduk berlaga ngambek de­ngan latar langit biru yang membingkai. Gambar yang me­nak­jubkan. Tapi semua itu bak lukisan tanpa roh. ­Tanpa jiwa.

Raihaanun sebagai Siska (tanpa membandingkannya dengan Christine Hakim yang terlalu kuat) sama sekali tak mengirim rasa haru; tak meyakin­kan bahwa ia gadis dingin yang te­-ngah patah hati oleh tunangan sialan. Setiap Siska tampil, kami jadi mulai menyen­der malas. Layar itu tak hidup dengan kehadirannya.

Vino G. Bastian ditonjolkan Teddy sebagai lelaki manis, berkarakter sopan dengan tubuh six-pack yang bikin ngiler. Ganteng, tapi tak penting. Le­bih penting jika Teddy meyakinkan ­penonton bahwa Vino adalah mahasiswa ­kedokteran.

Perjuangan Teddy sungguh berat ­bukan hanya karena kebesaran karya Teguh Karya dan pemain utama yang lemah, tetapi juga karena skenario Titien Wattimena yang kurang kuat memberikan motif yang melatari terjadinya konflik. Dialog datar tanpa greget. Semua agak terbantu karena Teddy seorang sineas yang memiliki pema­ham­an bagus dalam hal visual. Kilas balik masa lalu Siska, misalnya, tampil se­perti sebuah mimpi buruk. Di bagian ini, Teddy berhasil memagut penonton.

Namun Teddy akan sulit merangkul penonton dengan cerita yang memang milik generasi 1970-an: misalnya soal penyakit diabetes yang diderita­ Siska­. Teddy ingin menggantinya, ka­rena kini diabetes bukan lagi momok yang me­nakutkan. Marga T., konon, berkeras mempertahankan cerita sesuai dengan novel. Dan itu memang haknya. Aki­batnya, film ini tak berhasil me­nyodorkan problem yang kontekstual. Siska diabetes? So? Sema­ngat kami s­udah sangat kendur meski diakui suara Andy /rif sungguh seksi menyanyikan Angin Malam.

Tunggu dulu. Masih ada pencerah­an. Tokoh ayah Siska yang kini dipe­rankan Slamet Rahardjo (dulu dipe­-ran­kan oleh Rahmat Hidayat) sungguh berwarna, flamboyan, dan mesum. ­Adegannya bersama Marina (Davina) bikin mata melek bukan karena pikir­an jorok, tapi karena akting Slamet yang wajar. Winky Wiryawan sebagai Helmi juga membuat penonton betah dan membuktikan bahwa aktor bagus bukan cuma Nicholas Saputra dan Tora Sudiro.

Helmi berhasil merayu Siska. Lalu Helmi membeberkan rahasia tentang hubungan gelap antara­ sang ayah dan Marina. Helmi mengancam, bila Siska tak menerima lamaran kawinnya, ia akan membeber­kan aib itu kepada ibu Siska. Adegan stereotip. Lalu adegan Teguh Karya terbayang dalam benak kami: Siska (Christine Hakim) diancam oleh Helmi di rumahnya yang kumuh, lalu Siska dengan marah dan putus asa berlari menyusuri gang-gang, hingga sepatunya hampir copot, terjeblos genangan air....

Sementara Siska versi Christine pada akhir film cukup memberikan tatapan dingin kepada Helmi dan mengatakan ”saya ingin cerai”, Siska versi Raiha­­a­nun memberikan ceramah panjang le­bar tentang rasa sakit yang diderita­nya, untuk minta diceraikan.

Di akhir cerita, klimaks film Teguh yang tak tertandingi, Leo menyusul ke Puncak. ”Kita kejar yang tertinggal…,” katanya kepada Siska sembari me­ngulurkan tangan.

Teddy kembali pada kekuatan gambar (belaka). Ke mana jiwanya? Siska­ kembali ke Bali. Sendiri, ia duduk di atas ayunan menyaksikan kemesraan pasangan kekasih di pantai. Tiba-tiba Leo sudah ada di sampingnya. Kejut­an yang tak mengejutkan. Teddy me­ngatakan ini sebuah tribute pada Te­-guh Karya. Yang dilakukan Teddy sesungguhnya sebuah pembuktian bahwa Teguh Karya adalah seorang maestro yang menghasilkan karya yang terus melekat di benak dan hati penon­tonnya.

Seno Joko Suyono dan Andi Dewanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus