Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Badai yang Tidak Liris

19 Februari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bulan Agustus 1977 di Studio Irama Mas, kawasan Pluit, Jakarta Kota. Eros Djarot dibantu beberapa orang dari kelompok Gipsy, antara lain Keenan Nasution, Debby Nasution, dan Chrisye, tengah sibuk mengerjakan soundtrack film Badai Pasti Berlalu garapan Teguh Karya. Mereka meminta Berlian Hutauruk membawakan tembang Badai Pasti Berlalu dan Matahari.

Album Badai Pasti Berlalu menjadi satu fenomena dalam musik pop Indonesia. Pada masanya, album ini menjadi tonggak bersejarah, ketika musik pop masa itu bergerak dengan kualitas seadanya. Badai Pasti Berlalu memberikan warna baru dalam hal musikal dan ­pe­nulisan liriknya. Puluhan tahun berikutnya, orang ma­sih mencarinya, bahkan memproduksi ulang: Erwin Gutawa bersama Chrisye pada 1999, kemudian Andi ­Rianto tahun ini untuk versi remake.

Andi Rianto mencoba mendekatkan lagu-lagu album­ Badai Pasti Berlalu kepada anak muda sekarang. Or­kestra ditaruh di bagian belakang, sedangkan gitar a­kustik dan perangkat band lain berdampingan de­ngan vokal. Andi pun memilih nama penyanyi macam Ari ­Lasso, Glenn Fredly, Andy /rif, dan Marshanda.

Badai Pasti Berlalu yang dibawakan Ari Lasso dibuka dengan distorsi gitar. Terasa lebih cair, enteng, jika dibandingkan dengan garapan Eros, yang dimulai de­ngan dentingan piano yang berlipat dengan vokal so­prano ­Berlian Hutauruk. Juga lebih simpel dibanding ketika Erwin Gutawa mengaransemen ulang pada 1999. Erwin membuka lagu ini dengan kor, sebuah musik yang orkestral.

Tak ada lagi bagian Badai Pasti Berlalu yang terasa berat. Andi Rianto memangkas dua bait lirik lagu itu ­(Gelisah kumenanti tetes embun pagi/Tak kuasa ku memandang dikau matahari), juga menghilangkan peng­ulangan (Kini semua bukan milikku/Musim itu telah berlalu/­Matahari segera berganti). Ya, demi menyesuaikan diri dengan aransemennya, ia telah memo­tong bagian lirik yang puitis. ”Tapi saya tetap menjaga rohnya,” ujar alumnus ­Barklee College of Music, Boston, ini.

Bukan hanya Badai yang menjadi lebih­ enteng. Merpati Putih yang dibawakan Astrid terasa kurang nglangut, berbeda­ sekali dengan Chrisye—yang seakan membuat kita terlena. Lagu ini menjadi mekanis lantaran banyak menggunakan musik sampling. Musik sampling yang dominan juga terdapat pada lagu Kha­yalku dan Baju Pengantin, bahkan pada lagu Semusim sangat dominan.

Sedangkan lagu Angin Malam, yang terasa­ syahdu dengan piano, diganti dengan bunyi gitar saat dibawakan Andy /rif. Glenn Fredly yang membawakan Pelangi malah terasa klop.

Eros Djarot sebagai empunya memang memberikan kebebasan tafsir kepada Andi. Eros tak mempersoalkan bagaimana hasilnya. Apa pun itu bagi Eros tetaplah bagus. Apa pendapat Eros setelah mendengar aransemen Andi banyak menggunakan sampling, bahkan penggunaan disc jockey oleh Winky Wiryawan? Eros merasa temanya masih sama, hanya pendekatannya yang berbeda. ”Bedanya adalah persoalan rasa romantisismenya. Saya tentu tak mendapatkan rasa romantisisme di sini,” ujarnya.

Romantisisme tiap-tiap zaman, menurut Eros, ber­­-beda. Bah­wa ia di zaman dulu dalam menggarap Badai banyak me­nonjolkan permainan piano dan back sound keyboard, ini karena menurut dia saat itu tengah marak musik pro­gres­sive rock. ”Yah, memang itulah realita hari ini,” ujar Eros.

Dalam film Teddy sendiri lagu Badai Pasti Berlalu ­mulanya hanya terdengar di tengah film sebagai intro dan baru muncul utuh di akhir film. Berbeda dengan film Teguh Karya, yang sepanjang durasi ”full” dengan lagu. Pada Teguh, lagu Badai Pasti Berlalu yang dibawakan Berlian Hutauruk telah terlantun di awal film. Lalu lagu Matahari terdengar saat adegan di klub malam. Lagu Baju Pengantin, juga lagu Merpati Putih saat pemakam­an Cosa, terasa menyentuh. Pemunculan lagu-lagu ini terasa sangat membantu perpindahan adegan satu ke adegan lain, sementara pada film Teddy, kekuatan lagu sama sekali tak terasa.

Andi Dewanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus