Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Film yang berkisah tentang seorang preman tunarungu dengan masa lalu traumatis
Karya debut sutradara dan penulis skenario Randolph Zaini
Tayang perdana di Seattle International Film Festival 2021
DIA bernama Sandi. Dia tak mempunyai suara, tak memiliki pendengaran, bahkan istrinya pun meninggalkannya. Satu-satunya yang setia melekat pada Sandi hanyalah si kecil Pandu (Muzakki Ramdhan), putra tunggal yang jauh lebih dewasa daripada usianya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sehari-hari, hidup di alamnya yang sunyi, Sandi memahami peristiwa di dunia “biasa” melalui gerak bibir atau gerak tubuh. Seperti yang terjadi pada pembukaan film Preman karya debut sutradara Randolph Zaini, kita melihat sosok Sandi berjalan diiringi musik western cowboy menuju lapangan untuk menyaksikan Pak Guru beraksi. Yang disebut “Pak Guru” (Kiki Narendra) adalah bos gerombolan preman “Perkasa”, demikian mereka menamakan diri. Sandi hanya bisa membaca bibir Pak Guru yang berceloteh di atas panggung—mungkin soal pembebasan tanah—yang disambut dengan gegap gempita oleh anggota gerombolan berseragam oranye yang “diasuhnya”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di pojok Jakarta, Sandi (diperankan dengan baik oleh Khiva Iskak) adalah bagian dari gerombolan preman yang saat itu mendapat “order” menggusur penduduk Desa Cipalon. Tapi Sandi sekaligus bukan bagian dari gerombolan itu. Paling tidak hatinya tercecer ke mana-mana karena dia tak selalu setuju dengan order-order yang diperintahkan kepadanya. Selain itu, Sandi masih mempunyai sisa-sisa cita-cita berkumpul kembali dengan istri dan anaknya.
Kiki Narendra (duduk seragam coklat) dalam Preman. premanmovie.com
Maka perintah menggusur Pak Haji (juga dimainkan dengan baik oleh Egi Fedly) ia lakukan dengan keengganan yang terpancar dari matanya. Pak Haji mencoba bertahan dengan tegas dan penuh harkat. Tapi Pak Guru—yang menjadi alat pengusaha yang mengerikan, Hanung—adalah sosok yang keji. Korban penggusuran pun berjatuhan, bukan hanya mereka yang mencoba bertahan di rumah, tapi jadi merembet ke mana-mana, termasuk orang-orang terdekat Sandi. Akhirnya, kisah film ini bukan lagi pertarungan pengusaha/preman versus rakyat, melainkan pengusaha/preman versus anggota gerombolan preman yang memberontak.
Klise? Tidak. Memang ini bukan ide baru. Ya, tentu saja kita sudah mendapati plot semacam ini dalam film-film internasional. Tak perlu jauh-jauh ke Hollywood, banyak sekali film India yang ratusan kali mengunyah tema ini saking banyaknya politikus serta perangkat keamanan dan peradilan yang bersekutu. Film klasik Gangs of Wasseypur (pertama dan kedua) karya Anurag Kashyap tentu saja menjadi tontonan wajib bagi mereka yang gemar menyaksikan tarik-menarik intrik antargeng (film yang ditayangkan dalam 2012 Cannes Directors' Fortnight dan pada 2019 masuk daftar 100 film terbaik versi The Guardian).
Randolph Zaini mungkin belum mencapai kesempurnaan dan kedahsyatan Gangs of Wasseypur, tapi dia tahu kisah pengkhianatan atau perlawanan dalam geng selalu asyik menjadi cerita.
Adegan perkelahain dalam Preman. premanmovie.com
Lalu mengapa film ini tetap penting dan menarik, meski jalan ceritanya tidak orisinal? Pertama, sutradara dan penulis skenario Randolph Zaini memadukan drama, laga, dan humor hitam sekaligus dengan porsi yang pas. Ada drama ayah dan anak, ada pula percekcokan suami-istri. Yang terpenting adalah cerita psikologis Sandi, tokoh utama yang merasa tidak pernah tepat di mana pun dia berada sehingga terjadilah serangkaian peristiwa berdarah.
Ada serangkaian adegan laga dengan koreografi yang tepat sesuai dengan cerita (preman melawan preman) yang tentu saja sudah dimulai dari kesuksesan The Raid (Gareth Evans, 2011), yang menghidupkan kembali penonton dan sineas film laga Indonesia. Kedua, Zaini menciptakan protagonis seperti Sandi yang merupakan penyandang tunarungu-wicara yang tampaknya mengembangkan indra keenam dengan prima. Dia juga sangat dahsyat dalam pertarungan fisik hingga si pembunuh bayaran Ramon takjub terhadap metode yang ia gunakan. Semua elemen tersebut menambah kompleksitas kehidupan pribadi Sandi.
Keistimewaan lain: Zaini mengarahkan pemain dengan baik. Semua pemain terasa seolah-olah ada di dalam elemennya. Khiva Iskak, Kiki Narendra, dan Muzakki Ramdhan tampil bagus. Tokoh pendukung seperti Paul (Paul Agusta) dan Bang Bang (Emil Kusumo), dua anggota gerombolan preman Perkasa, pun tampil kocak.
premanmovie.com
Tokoh Ramon (Revaldo) sebetulnya menarik, meski tak mudah mengingat gaya Quentin Tarantino yang sering menampilkan karakter yang banyak bicara dan kenes sebelum akhirnya si pembunuh beraksi menghabiskan nyawa orang. Tokoh ganjil semacam Ramon yang disebut Tukang Cukur”—karena jago “mencukur” nyawa orang—tetap penting untuk mempertebal kesan “jagat dongeng” ciptaan Zaini. Segala yang diceritakan dalam film ini adalah kisah nyata sekaligus sebuah mimpi buruk bagi peradaban.
Untuk sebuah debut, Randolph Zaini telah mengambil langkah awal yang menjanjikan. Dan 2021 ternyata adalah tahun lahirnya para sineas baru yang menjanjikan sinar optimisme dalam jagat film Indonesia.
PREMAN
Sutradara: Randolph Zaini
Penulis skenario: Randolph Zaini
Pemain: Khiva Iskak, Muzakki Ramdhan, Kiki Narendra, Revaldo, Salvita Decorte
Perusahaan produksi: Introversi Film
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo