Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Band besar ireng

Ireng maulana mengadakan pertunjukan musik jazz di teater terbuka tim. dengan pendukung big band, a.l.: yopie item, nindya sisters, grace simon dan aransemen lagu dikerjakan ireng maulana.

8 Juli 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IRENG Maulana berdiri di panggung Teater Terbuka TIM 24 dan 25 Juni yang lalu dengan pakaian hitam-hitam. Ia mengatakan kerawanan dunia musik jazz belum lama berselang telah dapat diatasi. Jazz yang sempat minggir dari jaman, tiba-tiba seperti dapat darah kembali setelah kena imbas irama rock dan kemudian, terutama hustle. "Bahkan sekarang, bukan jazz yang diilhami oleh rock tapi banyak musik-musik lain yang diilhami oleh jazz," kata Ireng. Sambil memetik gitar yang mencbarkan bau Spanyol dan klasik, Ireng juga memimpin satu peleton pemusik yang dinamakannya "Ireng Maulana Big Big Band". Sekitar 27 orang telah repot di panggung untuk malam penampilan itu. Ada Nidya Sisters, ada Grace Simon, ada Jopie Item, ada Kiboud Maulana, Hendra Wijaya dan sebagainya. Gagap Walaupun penonton hanya lumayan-lumayan saja di malam yang terasa basah itu, Ireng menampilkan wajah jazz yang lain. Selama ini Jack Lesmana sudah berhasil memikat Jakarta mencintai jazz. Tapi warna yang ditampilkannya makin lama makin kering. Ireng dengan latar belakang sebagai pemain musik pop -- kemudian memperdalam gitar klasik di Amerika -- muncul dengan penampang yang simpatik. Musiknya membuka tangan, bergairah, praktis dan manis. Grupnya malam itu segar dan kompak -- sebuah potret barisan pemusik yang muda usia tapi sudah matang. "Saya sudah lama berkeinginan menampilkan formasi big band, meskipun masih banyak kekurangannya," kata Ireng. "Kesulitannya banyak sekali, karena pendukungnya harus banyak padahal mereka pada sibuk." Ireng lalu menceritakan kepada Eddy Herwanto dari TEMPO, latihan pada minggu pertama di Gedung Pembinaan Kesenian DKI Kuningan sering tidak utuh. "Barulah menjelang beberapa hari pementasan, formasi bisa utuh," kata Ireng. Praktis mereka berlatih hanya dua minggu. Ireng gagap, lugu, tapi seringkali sempat mengejutkan dengan banyolan-banyolan yang tak terduga. Ia memilih beberapa buah lagu yang jelas sekali menunjukkan pengaruh dari Bob James. Tapi ia juga menampilkan "Pine Apple Rag" (Scot Joplin) dengan solis Hendra Wijaya pada piano, yang muncul sebagai tip yang segar. Dari rag, Ireng masih sempat mengambil "samba" dengan "One Note Samba" (A.C. Jobim) dengan vokal Grace, Nydia Sisters dan Ireng sendiri. Variasi ini disempurnakan lagi dengan lagu "Spain" (chick Corea) dan "Walang Kekek". Yang terakhir diserahkan kepada Jopie Item yang telah bekerja secara khusus dengan Abadi, Karim dan Ronny. Dua buah lagu pop Indonesia sempat juga dicoba. "Serasa" (Eros Jarot & Chrisye) dan "Adakah Lagi Pelangi" (Johannes Purba). Lagu yang kedua ini dibawakan dengan total oleh Nidya Sisters. Memakai gaun panjang berwarna hijau muda tiga bersaudari Nidya yang banyak makan garam di luar negeri, memberikan penampilan yang matang. "Di jazz ini terasa ada tantangan," kata Yayuk mewakili Nuning dan Didiet. "Bernyanyi dengan iringan big band ini selain memerlukan ketekunan, juga sikap mau belajar. Beda dengan di pop, begitu mudahnya, sehingga orang tak cape-cape buat nyanyi." Goyang Grace Simon ini sempat menampilkan dua buah lagu -- di antaranya lagu "Bimbi" karangan Titiek Puspa. Grace sebenarnya berusaha untuk menyampaikan lagunya dengan mantap disertai tehnik yang baik. Hanya saja kebiasaannya untuk banyak goyang dalam membawakan lagu pop hanya jadi tempelan pada malam jazz itu. Tapi baik Grace maupun Nidya merupakan pilihan yang tepat untuk mengangkat malam itu sehingga timbul banyak warna. Samoa akhir acara, yang berlangsung lebih dari dua jam, penonton tidak merasa penat. Dari barisan pemain, selain Udin Syah yang menonjol karena tiupan flute --Karim yang mengurus drum dan konga kembali menunjukkan gaya yang menarik. Kribo kurus yang hitam ini, boleh dikatakan penabuh konga yang jarang tandingannya di Indonesia. Ia diberi kesempatan oleh Ireng menunjukkan permainan individu, tetapi sampai batas tertentu, sehingga malam yang didukung oleh banyak bintang itu tidak sempat didominir oleh beberapa orang saja. Inilah kelainan Ireng dibandingkan dengan penampilan Jack Lesmana. Malam itu sama sekali tidak terasa ada penonjolan yang berlebihan -- semuanya meratadan yang mengherankan tampaknya tidak seorangpun merasa dirugikan. Suasana ini jelas terasa dalam semua nomor-nomor yang disuguhkan. Karim berpendapat, formasi big-band (yang disertai juga kwartet gesek yang didukung oleh pemain biola Suryati Supilin), adalah pelik dan rumit. Terutama merupakan beban yang berat buat Ireng yang mengaransir hampir semua lagu. "Tapi kalau tidak dimulai dari sekarang big-band itu, kapan lagi kita kerjakan?" ujarnya sambil tertawa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus