MASUKNYA listrik ke desa-desa Jawa Timur, ternyata bukan soal
gampang bagi Gubernur Sunandar Priyosudarmo. Bergantung pada
PLN, masih sulit. Soalnya, secara bisnis tak menguntungkan.
Sedangkan untuk mendirikan pembangkit-pembangkit listrik tenaga
disel (PLTD), biayanya mahal dan juga boros enerji bahan bakar
fosil. Di beberapa tempat memang sudah dicoba mendirikan
pembangkit listrik tenaga air (PLTA) mini. Tapi kemungkinannya
hanya terbatas di pinggir kali yang ada air terjunnya.
Maka mata Sunandar pun beralih ke tenaga alam yang ada di
mana-mana: gerakan udara, yang lazim disebut angin. Kebetulan,
di koran-koran pernah terbetik berita adanya percobaan LAPAN
(Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) menghidupkan
kembali "kincir angin Darrieus". Alat ini sebenarnya sudah lama
ditemukan seorang pencipta Perancis, George Jean Darrieus, dan
dipatenkan tahun 1931.
Berbeda dengan kincir angin biasa yang baling-balingnya berputar
mengelilingi sumbu horisontal, ciptaan Darieus ini bersumbu
vertikal. Baling-balingnya dua, pipih seperti sayap pesawat
terbang dan ujung-ujungnya diikat dengan bantalan peluru
sehingga membentuk lengkungan hiperbola. Baling-baling kincir
Darrieus yang diperkenalkan LAPAN terbuat dari baja strip jenis
FT25 berlapis kayu balsa, kemudian dibungkus fibeglass (kaca
serat).
Meyakinkan
Panjang baling-balingnya 11,87 meter, dan mampu bergerak antara
3 - 10 meter setiap detik seiring hembusan angin. Bila sang bayu
berhembus kencang dan kecepatan baling-baling bisa optimal (10
meter setiap detik itu), perputaran baling-baling sebanyak 143
rpm (perputaran per menit) akan menghasilkan tenaga listrik
sekuat 14 Tenaga Kuda. Tapi dengan kekuatan angin sedang-sedang
saja kincir Darrieus ini sudah mampu menghasilkan tenaga listrik
3 TK yang cukup untuk menerangi 20 rumah masingm asing 150 VA.
Mendengar adanya alat yang kedengarannya serba meyakinkan itu,
Sunandar dalam pelantikan Ketua Bappeda (Badan Perencana
Pembangunan Dacrah) Jawa Timur 14 Juni lalu kontan menyodorkan
tugas buat Ketua Bappeda yang baru, Sumardi. Pesan Gubernur
kepada Bappeda, agar segera menghubungi Menteri Riset 8
Teknologi Dr BJ Habibie supaya kincir Darrieus segera
dikembangkan proyek perintisnya di Jawa Timur.
Pihak Bappeda Ja-Tim belum dapat menjelaskan langkah apa yang
akan ditempuh. "Kami masih menunggu pembicaraan dengan Lapan,"
ujar ir Djailani dari staf perencanaan Bappeda. Namun satu
masalah sudah dapat dikemukakannya kepada Dahlan dari TEMPO,
harganya masih mahal. Sebab dalam penerapannya, kincir ini
harus dipadukan dengan generator tipe S yang harganya Rp 7 juta
untuk tiap unit. Kalau dibikin secara besar-besaran, harga ini
kabarnya bisa ditekan sampai Rp 3 juta. Mungkin itu sebabnya,
orang Bappeda yang dihubungi TEMPO itu belum cepat menjawab
dari mana sumber dananya, dan berapa desa yang akan dicoba.
Bagi Menteri Riset Habibie permintaan satu propinsi saja mungkin
tak cukup menarik untuk disusun anggaran berikut tenaga
penelitinya. Setidak-tidaknya Sunandar mungkin perlu juga
mencari dukungan beberapa gubernur lain yang daerahnya terletak
jauh dari pusat-pusat distribusi bahan-bakar-minyak -- tapi
setiap harinya diterpa angin yang cukup kuat. Siapa tahu dalam
acara mengumpulkan pendapat tenaga peneliti se-Indonesia guna
menyusun strategi kebijaksanaan riset Repelita III, yang akan
berlangsung di Jakarta pertengahan bulan ini Dr Habibie bisa
memikirkan gagasan Sunandar (+ Lapan) tadi.
Juga di Kanada
Kalau ide itu diterima, Indonesia bukan negara pertama yang
bakal mengembangkan Kincir Angin Darrieus ini. Dewan Riset
Nasional Kanada misalnya, telah mulai mendirikan satu angkatan
kincir angin begini. Di sana dikenal sebagai "pengocok telur"
(egg beater) atau lengkapnya "turbin-angin segala-arah
bersumbu-tegak", satu di antaranya dipakai menunjang sebuah
pembangkit listrik konvensional.
Sudah dua jenis kincir angin Darrieus diproduksi secara massal
di sana. Satu berukuran baling-baling 5 meter yang mampu
membangkitkan 4000 watt. Sedang yang lebih besar berukuran
baling-baling 6« meter dengan kekuatan 8000 watt. Kincir angin
yang lebih raksasa dengan baling-baling vertikal 23« meter dengan
generator berkekuatan 200 KW sedang dalam pesanan.
Kincir angin segede itu, antara lan dirancang untuk memecahkan
'krisis enerji' di Kepulauan Magdalena di Teluk St. Lawrence,
pantai timur Kanada. Ongkos angkut minyak solar untuk
menjalankan generator listrik di kepulauan yang paling berangin
di Kanada itu, sudah membubung terlalu tinggi.
Dengan berbagai tantangan alam itu negeri Amerika Utara yang
terkenal luas tundra, hutan, dan padang-padang saljunya, ciptaan
Darrieus itu dianggap pemecahan yang paling ideal untuk
mcnangkap angin yang berhembus kencan di sana. Malah ambisi
Kanada lebih jauh lagi: menjadi negara pertama yang mematangkan
teknologi enerji yang bebas polusi ini, dan memasarkannya ke
manca negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini